Al Araf saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
JAKARTA – Pengamat Pertahanan dan Militer, Al Araf menyoroti kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi soal pengiriman siswa yang dianggap nakal ke barak TNI untuk pembinaan karakter dan kedisiplinan. Ia menilai kebijakan tersebut tidak tepat karena kenakalan siswa tidak berhubungan dengan tugas kemiliteran.
“Stop langkah-langkah yang tidak strategis. Di tengah dinamika begitu global, tiba-tiba Dedi Mulyadi menyuruh anak-anak nakal latihan di barak militer. Menurut saya, ke mana ya hubungannya?” ujar Al Araf saat berbincang dengan Eddy Wijaya dalam podcast EdShareOn yang tayang pada Rabu, 21 Mei 2025.
Menurut Al Araf, barak militer merupakan tempat yang dikhususkan untuk latihan perang dan menjaga pertahanan negara. Sehingga barak militer mempunyai ekosistem yang berbeda dengan masyarakat sipil atau siswa yang nakal. “Tidak tepat mereka dikirim ke barak-barak militer, karena bukan tempatnya. Prajurit di situ benar, pertahanan di situ benar, pelatihan benar di situ, tapi anak-anak ini tidak di situ,” kata dia.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi kembali menjadi sorotan publik setelah mengirim siswa bermasalah ke barak TNI sejak Senin, 5 Mei 2025. Siswa yang duduk dibangku SMP dan SMA sederajat itu ditempatkan di dua barak, yakni Depo Pendidikan (Dodik) Bela Negara Rindam III Siliwangi, Kabupaten Bandung, dan di Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Batalion Armed 9, Kabupaten Purwakarta. Kebijakan tersebut menuai banyak kritikan dari berbagai pihak, bahkan dilaporkan salah satu wali murid ke Komnas HAM. Namun Dedi bergeming dan tetap melanjutkan program tersebut.
Al Araf menjelaskan, sekolah memiliki kurikulum tersendiri dalam mendidik siswa-siswa berkelakuan buruk, misalnya dengan pengajaran guru Bimbingan Konseling (BK), serta pembinaan melalui kegiatan ekstrakurikuler seperti pramuka, olahraga dan rekreasi. “(Cocoknya) ke ruang pendidikan yang memang membangun aspek kognitif untuk mengubah karakter seseorang menjadi karakter yang benar-benar menerima perbedaan, perubahan, membangun keberagaman, kedisiplinan, itu ada di ruang sekolah,” kata dia.
Dosen Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya itu mengatakan, kedisiplinan merupakan bagian dari aspek kognitif yang bisa diperoleh dalam sistem pendidikan di sekolah maupun di lingkungan keluarga. “Siapa yang bisa membangun itu? Sistem pendidikan dari SD, SMP, SMA maka harus dikembalikan ke ruang pendidikan. Kedua, ke ruang keluarga karena bagaimanapun keluarga menjadi pertahanan paling awal buat anak. Dan saya percaya orang tua punya cara, punya langkah mendidik mereka,” ucapnya.
Peneliti senior Imparsial itu berharap pemerintah meninjau kembali kebijakan itu dan mempercayakan pendidikan bagi anak ke pihak sekolah. “Kalau ada problem di sekolah terkait anak nakal, yang disalahkan pertama Kementerian Pendidikan bagaimana sikapnya?” kata dia. “Kalau dunia pendidikan menjadi sesuatu yang menyenangkan, tidak perlu lagi barak-barak militer. Sistem pendidikan ini harus dibangun dengan lebih baik,” katanya menambahkan.
Merespons pernyataan Al Araf, Eddy Wijaya mengajak semua pihak untuk memberikan kesempatan penerapan program siswa masuk barak. “Kita lihat dulu KDM (Kang Dedi Mulyadi) punya sistem berhasil apa enggak? Diberi waktu sekian bulan misalnya,” kata dia.
Eddy menjelaskan, program tersebut diselenggarakan karena mencontoh negara China yang sukses mendidik anak sekolah melalui program serupa. “Tapi memang ini masih pro kontra dan ada positif negatifnya yang orang tuanya ada yang setuju dan ada yang malah menggugat ke Komnas HAM,” ucapnya.
Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa. Ia juga aktif di bidang olahraga dengan menjabat Ketua Harian Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Pacu dan juga pernah menjabat Wakil Ketua Umum Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Jakarta Timur. Gagasan- gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”.
Tags : #EdShareOn #AlAraf #siapaeddywijaya #sosokeddywijaya #profileeddywijaya