Novel Baswedan. (Foto: EdShareOn.com)
JAKARTA – Mantan Penyidik Senior KPK, Novel Baswedan mengungkap keprihatinannya pada seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut Novel, seleksi capim KPK tidak mempertimbangkan sejumlah masalah penting seperti pelanggaran kode etik para calon sehingga dikhawatirkan mempengaruhi kredibilitas KPK ke depannya.
“Contohnya ada pimpinan KPK (Saat ini sebagai Capim) yang pernah diperiksa terkait dengan pelanggaran etik (tapi masih bisa lolos seleksi),” kata Novel dalam podcast EdShareOn bersama host Eddy Wijaya, yang tayang pada Rabu, 16 Oktober 2024.
Dari 230 capim KPK, terdapat dua pimpinan KPK periode 2019-2024 yang lolos hingga 20 besar yakni Nurul Ghufron dan Johanis Tanak. Namun pada akhirnya yang masuk 10 besar adalah Johanis Tanak. Keduanya sempat menuai sorotan karena pernah diperiksa Dewan Pengawas KPK karena diduga melanggar etik.
Gufron disanksi etik tingkat sedang karena terbukti penggunaan pengaruh dalam mutasi seorang ASN di Kementerian Pertanian saat KPK mengusut kasus suap eks Mentan Syahrul Yasin Limpo. Sementara Johanis Tanak terkait chat-nya dengan pejabat Kementerian ESDM Muhammad Idris Froyoto Sihite saat KPK juga menyelidiki kasus di lembaga tersebut. Kendati belakangan, Dewas KPK menyatakan Tanak tidak terbukti bersalah.
“Walaupun dalam putusannya itu dikatakan tidak bisa dibuktikan karena alat buktinya dihapus, harusnya kan, tidak serta merta dianggap sebagai bukan persoalan. Dan harusnya panitia seleksi tanya ke Dewas KPK, sebenarnya faktanya bagaimana sih? Dengan begitu akan mendapatkan input yang lengkap,” kata Novel menyoroti kasus Johanis Tanak.
Novel yang kini menjabat Wakil Ketua Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Pencegahan Korupsi Polri menyatakan hasil seleksi KPK inilah yang menjadi kekhawatirannya sejak awal, sehingga mengajukan gugatan batas usia Capim KPK dan provisi (Putusan Sela) agar seleksi Capim KPK ditunda di Mahkamah Konstitusi. Namun sayangnya, MK menolak kedua permohonan tersebut.
“Bila suatu hari kami ditanya, mengapa dengan kondisi KPK yang carut marut begini kami tidak berbuat untuk bisa membantu? Kami bisa katakan, kami telah melakukan upaya, telah berjuang, dan memang batasannya sampai pada posisi tidak memungkinkan lagi untuk bisa berbuat,” kata Novel.
Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster dan pemerhati sosial kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari sejumlah pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi. Gagasan-gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”.
Saksikan selengkapnya dalam podcast EdShareOn yang dipandu host Eddy Wijaya!
Tags :