Amelia Achmad Yani Berharap Presiden Prabowo Evaluasi Inpres terkait keluarga PKI

Amelia Achmad Yani Berharap Presiden Prabowo Evaluasi Inpres terkait keluarga PKI

Amelia Achmad Yani Berharap Presiden Prabowo Evaluasi Inpres terkait keluarga PKI

November 21, 2024
Amelia Achmad Yani saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Amelia Achmad Yani. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Kepada Eddy Wijaya, Amelia Achmad Yani mengungkap kekecewaannya atas terbitnya tiga aturan di era Presiden Joko Widodo yang berkaitan dengan pelanggaran HAM berat termasuk pada keluarga PKI. Ketiga beleid itu adalah Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat, Keppres Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM yang Berat Masa Lalu, serta Keppres Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM yang Berat.

Menurut Amelia, Inpres dan Keppres tersebut membuat negara seolah-olah mengakui kekeliruan dalam menghukum anggota dan simpatisan PKI sehingga keluarga mereka harus mendapatkan bermacam fasilitas dari pemerintah. “Dari Inpres itu, anak-anak Pahlawan Revolusi tentunya marah, ya. Selama sekitar 57 tahun banyak sekali simpang siur tentang peristiwa (G30S). Seolah-olah itu bukan kerjaanya PKI, tapi tentara,” ujar Amelia

Amelia Achmad Yani saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Amelia Achmad Yani saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Mantan Duta Besar Indonesia untuk Bosnia itu sempat mengajukan judicial review kepada Mahkamah Agung terkait tiga aturan tersebut pada 14 Juli 2023. Sayangnya, Mahkamah menolak gugatan dengan pertimbangan Inpres bukan aturan yang mempunyai sanksi bila tak dijalankan. “Banyak sekali orang minta (Inpres dan Keppres ini) dicabut, termasuk para ulama. Tapi perjuangan kami tidak menghasilkan apa-apa. Didiamkan aja,” ucapnya.

Amelia lantas berharap agar Presiden Prabowo Subianto bisa mengevaluasi keberadaan Inpres dan Keppres tersebut. “Saya sudah sangat kecewa dengan Inpres ini. Keluarga saya semua sudah masa bodoh. Makanya yang bisa saya lakukan sekarang adalah menulis dan berbicara di podcast Pak Eddy. Itu semua membantu untuk menyampaikan kebenaran, ” kata dia.

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa. Gagasan-gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”.

Tags : #EdShareOn #AmeliaAchmadYani #siapaeddywijaya #sosokeddywijaya #profileeddywijaya

Recent Posts

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Hafid Abbas, Perjuangan HAM Lewat Goresan Pena

Hafid Abbas, Perjuangan HAM Lewat Goresan Pena

Hafid Abbas, Perjuangan HAM Lewat Goresan Pena

November 21, 2024
Hafid Abbas saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Hafid Abbas. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Sebuah diskusi mendalam di podcast EdShareOn saat Eddy Wijaya berbincang dengan Hafid Abbas, tokoh penting dalam perjuangan HAM yang berbuah kompensasi Rp275 triliun dari Australia untuk anak-anak Indonesia. Hafid mengungkapkan bahwa perjuangannya dimulai dari keresahan melihat anak-anak pesisir Indonesia dipenjara di fasilitas dewasa karena membantu imigran ilegal menuju Australia. Mereka menjadi korban undang-undang ketat negara itu tanpa mempertimbangkan usia dan situasi sosial yang melatarbelakangi.

Dalam wawancara ini, Hafid berbagi bahwa ia menggunakan kekuatan tulisan di media internasional untuk menyuarakan ketidakadilan tersebut. Ia menulis di berbagai platform global, termasuk Bangkok Post dan The Nation untuk mengkritik kebijakan Australia. Kritik ini mendapat perhatian luas, bahkan mendorong masyarakat Australia untuk memprotes pemerintahnya.

Hafid Abbas saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Hafid Abbas saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Dukungan dari PBB dan dewan HAM semakin memperkuat desakan agar Australia bertanggung jawab. Setelah perjuangan panjang lebih dari satu dekade, Hakim Federal Australia memutuskan pemberian kompensasi tersebut sebagai bentuk ‘penebusan dosa’.

Eddy Wijaya juga menyoroti pentingnya keterlibatan pemerintah Indonesia dalam mendukung masyarakat pesisir agar tidak terjebak pada aktivitas ilegal. Hafid menambahkan bahwa dana kompensasi seharusnya dimanfaatkan untuk memberikan pendidikan dan pelatihan bagi komunitas ini. Ia juga menegaskan perlunya kolaborasi antara negara asal, transit dan tujuan untuk menghentikan siklus migrasi ilegal di masa depan.

Hafid Abbas saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Hafid Abbas saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Ironi lain yang disampaikan Hafid adalah kebijakan Australia yang memprioritaskan hak sapi lebih tinggi dibanding manusia. Kebijakan Australia yang menghentikan ekspor sapi ke Indonesia karena alasan ‘perlakuan tidak sopan’ di rumah potong disoroti sebagai bentuk standar ganda. Hafid berujar, “Bagaimana mungkin mereka menghargai sapi lebih dari manusia?”. Kritik ini mengundang tawa tetapi juga refleksi mendalam tentang nilai kemanusiaan.

Dalam penutup, Hafid Abbas menekankan kekuatan advokasi dan pentingnya menulis untuk membawa perubahan. Eddy pun sepakat bahwa perjuangan ini menjadi pengingat bahwa tindakan kecil, seperti menulis, dapat memicu dampak besar. Ia menyimpulkan bahwa perjuangan Hafid adalah inspirasi untuk terus bermimpi dan bertindak demi kebaikan bersama.

Tags :

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Amelia Achmad Yani: Bung Karno Tadinya Sayang Bapak Saya

Amelia Achmad Yani: Bung Karno Tadinya Sayang Bapak Saya

Amelia Achmad Yani: Bung Karno Tadinya Sayang Bapak Saya

November 20, 2024
Amelia Achmad Yani saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Amelia Achmad Yani. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Putri Pahlawan Revolusi Jenderal TNI (Anumerta) Ahmad Yani, Amelia Achmad Yani, kembali membuka catatan harian mendiang ayahnya saat dituduh membentuk Dewan Jenderal untuk menggulingkan Presiden Sukarno pada 1965. Dalam catatan tersebut, sang jenderal mengalami pergolakan batin karena dituduh sebagai mata-mata Amerika.

“Bung Karno mulai percaya bahwa kami diisukan sebagai mata-mata Amerika. Dan anehnya, saat kami memperbincangkan hal ini secara kolegial, isunya diputarbalikkan seakan-akan kami pro-Amerika. Mata-mata Amerika dan akan menyingkirkan presiden,” ujar Amelia membacakan catatan tangan sang ayah dalam podcast EdShareOn bersama host Eddy Wijaya, yang tayang pada Rabu, 20 November 2024.

Catatan tersebut, lanjut Amelia, sebagai petunjuk kuat kegelisahan Jenderal Ahmad Yani atas upaya pecah belah dirinya dengan Presiden Sukarno. Padahal, Amelia mengatakan, sang ayah adalah sosok yang memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Sukarno. “Bapak saya dipojokkan. Saking marahnya dipojokkan, beliau menulis begini; kenapa saya menjadi prajurit? karena saya patriot, karena saya cinta Tanah Air saya,” ucap Amelia kembali membacakan catatan Jenderal Ahmad Yani yang dibuat 18 Januari 1965.

Amelia Achmad Yani saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Amelia Achmad Yani saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Amelia mengatakan catatan harian tersebut menjadi bagian dari sejarah kelam Indonesia yang kerap disebut Gerakan 30 September (G30S). Peristiwa ini menandai terbunuhnya enam jenderal, salah satunya Jenderal Ahmad Yani, oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Jenazah mereka ditemukan di sumur sedalam 12–15 meter di daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur pada 3 Oktober 1965. “Catatan bapak saya ini sangat berharga sekali,” kata Amelia.

Adapun Amelia merupakan anak ketiga dari 8 bersaudara yang menjadi saksi hidup dari peristiwa G30S pada 1965. Bahkan, Amelia menyaksikan langsung sang ayah, Jenderal Ahmad Yani, dieksekusi oleh pasukan Cakrabirawa di kediamannya, Jalan Lembang, Nomor D-58, Menteng, Jakarta Pusat, pada 1 Oktober 1965, pukul 04.00 dini hari. “Bapak ditembak di depan kami,” ucap Amelia yang saat kejadian berusia 16 tahun.

Amelia juga mengaku menyaksikan situasi genting jelang eksekusi sang ayah. Ia melihat sejumlah petinggi terus menyambangi rumahnya untuk melaporkan kondisi terkini tentang gerakan PKI. Salah satu yang datang adalah Kolonel Soegandhi Kartosoebroto, ajudan senior Bung Karno.

Amelia Achmad Yani saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Amelia Achmad Yani saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Sayangnya, Soegandhi tak bertemu langsung dengan Ahmad Yani karena di saat yang sama sang jenderal bertemu Panglima Kodam Brawijaya, Mayor Jenderal TNI Basuki Rachmat. “Ia menitip pesan kepada ajudan bahwa Bung Karno marah-marah, (sebut) dewan jenderal, dewan jenderal, gitu,” ujar Amelia menirukan laporan Soegandhi. “Padahal ya, Bung Karno itu tadinya sayang sekali sama bapak saya. Dekat sekali. PKI masuk (ke lingkaran Bung Karno) jadi memisahkan,” ujar Amelia menambahkan.

Menurut Amelia, istilah Dewan Jenderal menjadi alat politik sekelompok orang untuk menguatkan isu kudeta terhadap Bung Karno yang konon ditargetkan pada Hari Angkatan Bersenjata 5 Oktober 1965. Padahal, Dewan Jenderal merupakan penasehat kenaikan pangkat yang saat ini dikenal bernama Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti).

“Dalam sebuah notulensi bapak saya menulis Dewan Jenderal menggelar rapat yang dipimpin Pak Gatot Subroto dan Pak Dedi Kusumo untuk kenaikan pangkat beberapa kolonel,” ujar Amelia membacakan notulensi tersebut. “Kalau di Angkatan Darat, rapat Dewan Jenderal mungkin sesuatu yang biasa, tapi orang-orang tertentu menjadikannya alat (untuk menyebarkan isu rapat kudeta),” ucapnya menambahkan.

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa. Gagasan-gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”.

Tags : #EdShareOn ##AmeliaAchmadYani #siapaeddywijaya #sosokeddywijaya #profileeddywijaya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Hafid Abbas, Mengupas Ketidakadilan dan Penanganan Terorisme

Hafid Abbas, Mengupas Ketidakadilan dan Penanganan Terorisme

Hafid Abbas, Mengupas Ketidakadilan dan Penanganan Terorisme

November 20, 2024
Hafid Abbas saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Hafid Abbas. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Wawancara mendalam antara Eddy Wijaya di podcast EdShareOn dengan Hafid Abbas, mantan anggota Komnas HAM, mengungkap sudut pandang baru tentang hubungan antara penanganan terorisme dan isu ketidakadilan di Indonesia. Hafid menyoroti bahwa akar masalah utama di Indonesia bukan sekadar radikalisme agama, tetapi ketidakadilan yang memicu perlawanan. Misalnya kasus Siyono yang menunjukkan pelanggaran HAM dalam penanganan terduga teroris, dengan kematian akibat dugaan penyiksaan.

Menurut Hafid, ketidakadilan sering kali bermula dari konflik kepemilikan tanah atau penggusuran. Ia menegaskan, tindakan represif terhadap terduga teroris tanpa proses hukum hanya memperburuk situasi. Mengatasi masalah ini, Hafid menyarankan penerapan nilai-nilai Pancasila yang lebih manusiawi, di mana pemerintah dan masyarakat bekerja bersama.

Hafid Abbas saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Hafid Abbas saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Eddy Wijaya menyoroti dilema soal apakah tindakan tegas terhadap teroris yang telah merugikan banyak nyawa tidak sejalan dengan hak asasi manusia. Hafid menjelaskan bahwa HAM tetap harus dijaga, bahkan dalam menangani kejahatan berat, karena pelanggaran justru menimbulkan ketidakpercayaan publik.

Selain itu, Hafid Abbas mengkritik sistem ekonomi yang tidak adil, di mana masyarakat lokal kehilangan akses ke tanah dan sumber daya akibat eksploitasi besar-besaran. Solusi yang diusulkan adalah memastikan keseimbangan antara investasi pengusaha dan hak masyarakat lokal, termasuk memberikan akses pendidikan dan pekerjaan yang layak.

Tags :

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
BPOM Harusnya Berbentuk Lembaga Bukan Kementerian

BPOM Harusnya Berbentuk Lembaga Bukan Kementerian

BPOM Harusnya Berbentuk Lembaga Bukan Kementerian

November 14, 2024
Penny S. Lukito saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Penny S. Lukito. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTAKepada Eddy Wijaya, Penny Kusumastuti Lukito menegaskan status Badan POM harus berbentuk lembaga. Hal itu untuk menjaga kemandirian Badan POM dalam tugas dan fungsinya. “Aspek kemandirian itu, ya, ada di posisi dia (Badan POM). Sehingga, kalau saya melihat Badan POM harus sebagai lembaga, bukan kementerian,” ujarnya.

Perempuan kelahiran Jakarta, 9 November 1963 itu menjelaskan, Badan POM yang berstatus sebagai lembaga bakal dipimpin oleh seorang yang kompeten dan profesional. Berbeda bila berstatus kementerian yang pemimpinnya berasal dari kalangan yang bisa bersentuhan dengan wilayah politik. “Itu karena kementerian ada di tataran kebijakan dan regulasi. Kalau lembaga itu ada di tataran teknis, ada standar-standar yang harus dipertahankan, yakni berdasarkan scientific dan sebagainya,” ucap Penny.

Penny S. Lukito saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Penny S. Lukito saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Oleh karena itu, Penny berharap status kelembagaan Badan POM bisa dikukuhkan dalam peraturan turunan dalam Undang Undang Kesehatan. “Sekarang perlu aturan turunan untuk memastikan kelembagaan Badan POM yang mandiri, tidak dicampuri, diintervensi sekelompok orang,” katanya.

Penny berharap kelembagaan yang lebih kuat membuat Badan POM terus menjaga integritasnya sebagai pelayanan publik di bidang pengawasan obat dan makanan. Ia mengaku terus mendorong hal tersebut sejak menjadi kepala Badan POM.

Penny S. Lukito saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Penny S. Lukito saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

“Sudah menjadi tugas saya untuk selalu menegakkan aturan dengan sebaik-baiknya selama tujuh setengah tahun (Menjadi Kepala Badan POM) dengan membangun, menjaga kredibilitas institusi ini sebagai pengawas obat dan makanan. Kemudian memberi izin, mengedukasi, dan mendampingi dunia usaha untuk meyakinkan bahwa produk obat dan makanan yang diproduksi, diedarkan, serta dikonsumsi oleh masyarakat adalah yang aman dan berkualitas,” ucapnya.

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa. Gagasan-gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”.

Tags : #EdShareOn #PennyLukito #PrabowoSubianto #siapaeddywijaya #sosokeddywijaya #profileeddywijaya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Penny S. Lukito: Dukung Penguatan Badan POM Agar Bebas Godaan

Penny S. Lukito: Dukung Penguatan Badan POM Agar Bebas Godaan

Penny S. Lukito: Dukung Penguatan Badan POM Agar Bebas Godaan

November 13, 2024
Penny S. Lukito saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Penny S. Lukito. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTAPerencana Ahli Utama Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Penny Kusumastuti Lukito menekankan pentingnya Pemerintah memberikan dukungan penuh untuk menguatkan Badan POM dalam tugas dan fungsinya. Dukungan tersebut bertujuan agar kualitas produk obat dan makanan tetap terjaga dan aman dikonsumsi masyarakat.

“Ke depan tentunya aspek kemandirian Badan POM harus terus dijaga kredibilitas secara bersama. Harapan saya mudah-mudahan hal itu selalu menjadi prioritas pemerintah. Dan saya percaya sekali, harapan itu ada di pemerintahan yang baru ini (Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka), lebih kuat lagi untuk menjaga Badan POM, menjaga negeri ini,” kata Penny dalam podcast EdShareOn bersama host Eddy Wijaya, yang tayang pada Rabu, 13 November 2024.

Penny S. Lukito saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Penny S. Lukito saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Kepala Badan POM periode 2016 – 2023 itu mengatakan, penguatan Badan POM penting dilakukan karena mempunyai tugas dan fungsi yang sangat luas dalam mengawasi peredaran obat dan makanan, mulai dari sebelum dan setelah diizinkan beredar, hingga penindakan bila produk obat dan makanan itu menyalahi aturan. Kewenangan yang sangat luas itu, Penny melanjutkan, rentan terhadap intervensi dari pihak lain.

“Badan POM harus punya satu tolak ukur yang membuat kita teguh dalam memegang berbagai hantaman interest dari semua pihak. Apalagi yang berbau kapital, komersial, ya. Sangat sensitif kita. Badan POM akan sangat berhadapan dengan godaan-godaan seperti itu,” ucap alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) tersebut.

Penny S. Lukito saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Penny S. Lukito saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Menurut Penny, dukungan pemerintah yang diharapkan terhadap Badan POM yakni pengambilan keputusan yang tidak berpihak kepada pengusaha atau sekelompok elite. Sehingga pengusaha terdorong untuk menghasilkan produk obat dan makan yang aman dan berkualitas, serta memiliki daya saing baik di dalam maupun di luar negeri.

“Seorang pimpinan harus punya keberanian untuk mengambil risiko; bahwa dia akan mengambil langkah yang mungkin tidak populer oleh sekelompok elite yang memberikan tekanan. Dia berpihak pada masyarakat dengan keteguhan data, berpihak pada science,” katanya.

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa. Gagasan-gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”.

Tags : #EdShareOn #PennyLukito #PrabowoSubianto #siapaeddywijaya #sosokeddywijaya #profileeddywijaya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Hafid Abbas, Potret Penegakan HAM di Indonesia

Hafid Abbas, Potret Penegakan HAM di Indonesia

Hafid Abbas, Potret Penegakan HAM di Indonesia

November 12, 2024
Hafid Abbas saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Hafid Abbas. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia merupakan isu yang kompleks dan dinamis. Dalam sebuah wawancara di podcast EdShareOn, Eddy Wijaya berbincang dengan mantan Ketua Komnas HAM, Prof. Hafid Abbas, yang mengungkapkan berbagai tantangan dan kenyataan penegakan HAM yang masih terjadi di tanah air. Sebagai sosok yang pernah memimpin Komnas HAM dan aktif di PBB, Hafid Abbas memiliki pengalaman mendalam mengenai isu-isu ini.

Prof. Hafid menjelaskan bahwa selama bertugas di Komnas HAM, jumlah pengaduan masyarakat sangat tinggi, mencapai 10.000 pengaduan setiap tahunnya. Tiga pihak yang sering dianggap masyarakat paling bermasalah adalah aparat kepolisian, pengusaha, dan pemerintah daerah. Masyarakat merasa hak-hak mereka sering kali terabaikan dan mengalami intimidasi akibat berbagai tindakan dari ketiga aktor ini, terutama terkait konflik kepemilikan tanah dan hilangnya rasa aman.

Hafid Abbas saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Hafid Abbas saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Lebih lanjut, Prof. Hafid menyebut bahwa ketidakadilan ini banyak terjadi karena biaya politik yang tinggi, di mana pejabat daerah harus mengeluarkan dana besar untuk memenangkan pemilihan. Biaya tinggi ini mendorong sejumlah pejabat untuk memberi izin tambang dan perkebunan yang mengakibatkan konflik lahan dengan masyarakat setempat, seperti yang terjadi di Pulau Rempang. Dalam kasus ini, masyarakat sering merasa tidak punya pilihan selain mengadukan ke Komnas HAM karena merasa tidak didengar.

Dalam wawancara tersebut, Eddy Wijaya juga menanyakan solusi untuk isu ini. Prof. Hafid mengungkapkan bahwa perubahan sistem diperlukan agar rakyat tidak merasa diabaikan. Salah satu solusi yang diusulkan adalah pembagian aset yang lebih adil, di mana kelas bawah menerima lebih banyak dukungan dibanding kelas menengah dan atas. Ia menekankan bahwa pendekatan baru ini merupakan bagian dari tren global, yakni dari keamanan negara ke keamanan manusia.

Hafid Abbas saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Hafid Abbas saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Selain itu, Prof. Hafid menyoroti bahwa penggusuran harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan memenuhi persyaratan HAM. Tidak boleh ada kekerasan, intimidasi, atau penggusuran saat musim ujian atau pada hari-hari penting. Hal ini mencerminkan bahwa penghormatan terhadap martabat manusia tetap menjadi prioritas dalam pembangunan negara.

Tags :

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Oegroseno, Peran Polisi dalam Menjaga Keamanan

Oegroseno, Peran Polisi dalam Menjaga Keamanan

Oegroseno, Peran Polisi dalam Menjaga Keamanan

November 7, 2024
Oegroseno saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Oegroseno. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Dalam wawancara terbaru di podcast EdShareOn, Eddy Wijaya berbincang dengan Oegroseno, mantan Wakapolri, tentang berbagai isu terkait kinerja kepolisian, khususnya dalam menangani kekerasan massa. Dari data yang disampaikan, sepanjang 2022 hingga 2023 ada 622 kasus kekerasan yang diduga melibatkan polisi, menurun sedikit dari tahun sebelumnya yang mencapai 651 kasus. Meski menurun, angka ini masih cukup tinggi dan menimbulkan pertanyaan besar soal efektivitas penanganan.

Oegroseno menyoroti pentingnya revisi struktur dan peran satuan-satuan polisi yang berwenang. Ia menjelaskan bahwa dulu peran Sabhara bersifat preventif dengan fokus patroli ringan, namun saat ini fungsinya makin beragam, termasuk menghadapi huru-hara. Ia mengusulkan agar Sabhara tetap pada perannya yang tidak dilengkapi alat berat, dan satuan lain seperti Brimob dapat melakukan intervensi bila eskalasi meningkat.

Oegroseno saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Oegroseno saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Lebih lanjut, Oegroseno menjelaskan skenario simulasi penanganan massa. Menurutnya, tahap pertama cukup dihadiri oleh Sabhara, sementara Brimob dapat bersiap di sekitar lokasi jika diperlukan. Ketika situasi memanas, Brimob akan turun dengan prosedur yang jelas, mulai dari memberi peringatan hingga tindakan paksa jika massa melanggar hukum. Eddy Wijaya sepakat bahwa tahapan ini dapat meminimalisasi bentrokan dan memperkuat kesan positif polisi di mata masyarakat.

Mengenai kehadiran polisi wanita (polwan) dalam pengamanan, Oegroseno menganggap bahwa peran mereka harus lebih fokus pada pendekatan komunikasi, bukan fisik. Eddy menanggapi bahwa kehadiran polwan sebenarnya penting sebagai penengah, tetapi memang cara pendekatannya perlu ditingkatkan agar sesuai dengan tugas kepolisian sebagai pelindung.

Oegroseno saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Oegroseno saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Dalam penutup diskusi, Oegroseno menekankan bahwa tugas utama polisi adalah melindungi dan mengayomi masyarakat, tanpa harus menciptakan ketegangan yang tak perlu. Kehadiran polisi seharusnya memberi rasa aman kepada siapa saja, termasuk masyarakat biasa. Eddy berharap dengan peningkatan sistem dan prosedur yang tepat, citra kepolisian bisa semakin baik.

Tags :

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Oegroseno Mengupas Kasus Vina Cirebon

Oegroseno Mengupas Kasus Vina Cirebon

Oegroseno Mengupas Kasus Vina Cirebon

November 7, 2024
Oegroseno saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Oegroseno. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Di podcast EdShareOn, Eddy Wijaya membahas kasus Vina Cirebon bersama Oegroseno, seorang Purnawirawan perwira tinggi Polri yang memiliki komitmen kuat pada penegakan hukum. Dalam diskusi ini, Oegroseno menyoroti beberapa kejanggalan dalam penanganan kasus yang dianggap melanggar kode etik dan prosedur standar investigasi. Ia menekankan bahwa keadilan harus ditegakkan secara profesional agar tidak ada pihak yang dirugikan akibat salah prosedur.

Oegroseno menjelaskan bahwa kasus ini awalnya dianggap sebagai kecelakaan lalu lintas biasa, namun beralih menjadi kasus dugaan pembunuhan tanpa ada bukti konkret yang mendukung. Menurutnya, penanganan kasus tersebut seharusnya dipimpin oleh unit reserse umum, bukan oleh seorang yang bertugas dari bagian narkotika yang juga memiliki keterlibatan emosional karena korban adalah anaknya. Hal ini membuka perdebatan mengenai netralitas dan profesionalisme dalam menangani kasus sensitif.

Oegroseno saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Oegroseno saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Eddy Wijaya juga mempertanyakan bukti-bukti yang dipakai untuk menetapkan tersangka. Oegroseno menyebut bahwa barang-barang seperti botol, bambu, dan batu yang ditemukan di tempat kejadian, tidak mengandung bukti konkret seperti darah, yang bisa mengaitkannya dengan tindak kriminal. “Barang bukti yang tidak relevan hanya akan memperkeruh fakta sebenarnya,” ungkap Oegroseno.

Eddy Wijaya juga mengangkat isu penangkapan delapan orang terduga pelaku yang kemungkinan adalah korban salah tangkap. Oegroseno setuju bahwa tindakan tersebut kurang mempertimbangkan bukti dan lebih berdasar pada asumsi. Kasus ini seharusnya, menurut Oegroseno, ditangani dengan investigasi ilmiah seperti scientific crime investigation agar hasilnya benar-benar adil.

Oegroseno saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Oegroseno saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Oegroseno merekomendasikan adanya kajian ulang di pengadilan untuk memastikan keadilan bagi pihak yang salah dituduh. Ia menyarankan agar para terdakwa mendapatkan rehabilitasi dan kompensasi yang layak apabila terbukti tidak bersalah. Eddy setuju bahwa ini penting untuk mengembalikan nama baik mereka serta memberikan dukungan finansial bagi mereka untuk kembali ke masyarakat.

Tags :

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Pieter: TNI, Polri & Kejaksaan Dinaungi Menko Polkam itu Gebrakan Pak Prabowo

Pieter: TNI, Polri & Kejaksaan Dinaungi Menko Polkam itu Gebrakan Pak Prabowo

Pieter: TNI, Polri & Kejaksaan Dinaungi Menko Polkam itu Gebrakan Pak Prabowo

November 6, 2024
Pieter C. Zulkifli saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Pieter C. Zulkifli. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Mantan Ketua Komisi III, DPR RI, Dr. Pieter C. Zulkifli Simabuea, S.H., M.H. mengatakan salah satu tantangan pemberantasan korupsi adalah lembaga negara yang memiliki kewenangan yang besar atau kerap disebut lembaga superbody. “Lembaga yang dibentuk pemerintah kita tidak boleh mengabaikan temuan-temuan para ahli seperti Lord Acton (Sejarawan Inggris abad 19). Tidak boleh ada lembaga yang superbody, tidak boleh ada lembaga yang sangat kuat, tidak boleh ada lembaga yang menjadi alat kekuasaan, tidak boleh itu terjadi lagi,” ujar Pieter dalam podcast EdShareOn bersama host Eddy Wijaya, yang tayang pada Rabu, 6 November 2024.

Pengamat politik dan hukum yang pernah menjadi petinggi PDI Perjuangan dan Partai Demokrat ini menjelaskan, lembaga negara yang diberi kewenangan besar akan cenderung dimanfaatkan para elitnya untuk melakukan tindak kejahatan seperti korupsi. “Kekuasaan itu memiliki kecenderungan korup. Kekuasaan yang mutlak itu apalagi. Dia akan lebih besar menyalahgunakan kekuasaan itu sendiri. Kekuasaan menuntut orang lain melakukan hal yang baik, tapi (sayangnya) kekuasaan tersebut tidak menjalankannya. Itu banyak terjadi di negara kita,” ucap Pieter.

Pieter C. Zulkifli saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Pieter C. Zulkifli saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Oleh karenanya, Pieter mengapresiasi kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang mengubah nomenklatur sejumlah lembaga negara yang memiliki kewenangan besar seperti TNI, Polri, dan Kejaksaan. Ketiga lembaga tersebut kini di bawah naungan Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam) yang kini dipimpin oleh Jenderal (Purn) Budi Gunawan.

Perubahan nomenklatur tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 139 Tahun 2024 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara Kabinet Merah Putih periode 2024-2029. “Menurut saya ini sesuatu yang luar biasa. Ini salah satu gebrakan pak Prabowo; bahwa beliau memberikan tugas yang cukup berat kepada Menko Polkam,” kata Pieter.

Pieter C. Zulkifli saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Pieter C. Zulkifli saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Kendati demikian, pria kelahiran Surabaya, 27 April 1967 itu menyatakan tantangan lain yang perlu diantisipasi Prabowo adalah pejabat negara yang terjerat kasus korupsi. “Banyak sekali elit kita yang tersandera kasus-kasus korupsi. Tapi, siapapun orang yang dipilih di sebuah lembaga yang sangat kuat misalnya. Kembali bagaimana sistem itu berjalan. Semua (kembali pada) presiden,” ujar Pieter.

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa. Gagasan-gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”.

Tags : #EdShareOn #PieterCZulkilfi #PrabowoSubianto #siapaeddywijaya #sosokeddywijaya #profileeddywijaya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)