Jaga Pemilu, Kolaborasi untuk Mencegah Kecurangan Pilkada

Jaga Pemilu, Kolaborasi untuk Mencegah Kecurangan Pilkada

Jaga Pemilu, Kolaborasi untuk Mencegah Kecurangan Pilkada

October 16, 2024
Jaga Pemilu

Jaga Pemilu. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Pada tanggal 16 Oktober 2024, Jaga Pemilu menyelenggarakan diskusi dan sosialisasi untuk membahas pencegahan kecurangan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Pertemuan ini melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan dalam memastikan pemilu berjalan dengan jujur dan adil. Selain berfungsi sebagai ajang berbagi informasi terkait laporan sementara, acara ini juga menjadi platform untuk membangun jejaring serta membuka peluang kolaborasi antara berbagai elemen masyarakat dan lembaga terkait.

Jaga Pemilu sendiri merupakan sebuah platform digital yang dirancang khusus untuk memudahkan masyarakat dalam melaporkan dugaan pelanggaran selama proses Pilkada. Dengan kemudahan teknologi, Jaga Pemilu bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan integritas dalam setiap tahapan Pilkada. Hal ini penting untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan pemilihan berlangsung secara akuntabel, sehingga publik dapat berpartisipasi secara aktif dalam menjaga kualitas demokrasi di Indonesia.

Salah satu aspek paling penting dari pelaksanaan Pilkada adalah pemantauan yang efektif. Melalui pemantauan ini, transparansi dan kejujuran dalam proses pemilihan dapat terjaga dengan baik. Pemantauan yang ketat juga membantu dalam mendeteksi dan mencegah berbagai bentuk kecurangan yang mungkin terjadi. Dengan adanya pemantauan, masyarakat akan lebih percaya pada integritas hasil Pilkada, yang pada akhirnya dapat memperkuat demokrasi dan mendorong perbaikan dalam penyelenggaraan pemilu di masa mendatang.

Selain menjadi alat pengawasan, Jaga Pemilu juga mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam proses pelaporan dugaan pelanggaran. Masyarakat yang melihat adanya indikasi pelanggaran dapat dengan cepat mengirimkan bukti berupa foto atau video melalui nomor WhatsApp yang telah disediakan, yaitu 0852.8282.5268. Proses pelaporannya sederhana: mulai dari percakapan awal, pengisian identitas diri, hingga pengiriman bukti. Fitur ini memudahkan siapa saja untuk berperan dalam menjaga integritas pemilu, kapan saja dan di mana saja.

Jaga Pemilu juga menyediakan opsi pelaporan secara anonim untuk melindungi pelapor dari kemungkinan intimidasi atau tekanan. Ini merupakan salah satu fitur penting yang memastikan keamanan dan kenyamanan bagi mereka yang ingin melaporkan dugaan pelanggaran, tanpa harus takut akan adanya dampak negatif. Dengan adanya opsi ini, diharapkan lebih banyak masyarakat yang bersedia berpartisipasi dalam pemantauan Pilkada.

Secara keseluruhan, Jaga Pemilu telah menjadi salah satu langkah inovatif dalam menjaga kualitas demokrasi di Indonesia. Melalui platform ini, masyarakat tidak hanya menjadi penonton pasif, tetapi juga dapat mengambil peran aktif dalam mencegah kecurangan dan memastikan setiap suara dihitung secara adil. Dengan kolaborasi dan partisipasi dari berbagai pihak, masa depan demokrasi Indonesia diharapkan akan semakin transparan, jujur, dan berkeadilan.

Tags :

Recent Posts

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Alasan Harli Siregar Ikut Seleksi Capim KPK

Alasan Harli Siregar Ikut Seleksi Capim KPK

Alasan Harli Siregar Ikut Seleksi Capim KPK

October 16, 2024
Harli Siregar saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Harli Siregar. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Dalam sebuah episode podcast EdShareOn yang dipandu oleh Eddy Wijaya, Harli Siregar, salah satu kandidat pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024-2029, membahas motivasi dan pandangannya tentang masa depan KPK. Meski tidak lolos ke 10 besar calon pimpinan KPK, Harli tetap memiliki komitmen besar untuk perbaikan lembaga tersebut.

Harli Siregar mengungkapkan bahwa motivasinya mendaftar sebagai pimpinan KPK didorong oleh sejarah panjang karirnya dan keinginan memperbaiki kinerja KPK yang kini dianggapnya mengalami penurunan. Menurutnya, kepercayaan publik terhadap KPK terus menurun, dan disharmoni di antara pimpinan KPK telah menjadi isu serius yang mempengaruhi kinerja lembaga tersebut.

Harli Siregar saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Harli Siregar saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Dalam podcast EdShareOn, Eddy Wijaya mengangkat isu terkait seleksi calon pimpinan KPK yang mendapat kritikan dari ICW karena dianggap tertutup. Harli menjelaskan bahwa dalam proses seleksi, masyarakat juga turut dilibatkan dan memberikan pertanyaan-pertanyaan kritis. Hal ini membuktikan bahwa keterlibatan publik sangat diutamakan dalam proses seleksi, meskipun dilakukan dalam format tertutup di ruang tertentu.

Selain itu, Harli menyoroti pentingnya kolaborasi antara KPK dan aparat penegak hukum lain, termasuk BPK, PPATK, serta kelompok-kelompok masyarakat. Baginya, kolaborasi ini penting untuk membangun kembali kepercayaan publik terhadap KPK dan memperkuat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Ia juga menekankan perlunya pimpinan KPK memiliki integritas tinggi untuk menghadapi berbagai tantangan ke depan.

Harli Siregar saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Harli Siregar saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Dalam perbincangan lebih lanjut, Harli Siregar juga menyebutkan dua nama calon pimpinan KPK dari Kejaksaan yang masuk dalam 10 besar, yakni Johanis Tanak dan Fitroh Rohcahyanto. Harli berharap mereka dapat memperbaiki citra KPK dan membangun sinergi yang lebih baik dengan institusi penegak hukum lain. Harapannya, pimpinan KPK ke depan dapat mengembalikan kepercayaan publik dengan meningkatkan kinerja dan integritas lembaga.

Tags :

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Ikrar Nusa Bhakti Ungkap Masa Depan IKN dan Kabinet di Bawah Prabowo Subianto

Ikrar Nusa Bhakti Ungkap Masa Depan IKN dan Kabinet di Bawah Prabowo Subianto

Ikrar Nusa Bhakti Ungkap Masa Depan IKN dan Kabinet di Bawah Prabowo Subianto

October 15, 2024
Ikrar Nusa Bhakti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Ikrar Nusa Bhakti. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Dalam salah satu episode podcast EdShareOn yang dipandu oleh Eddy Wijaya, Profesor Ikrar Nusa Bhakti memberikan pandangan menarik tentang beberapa isu politik yang berlangsung di Indonesia. Pembicaraan mereka menyoroti masa depan pembangunan Indonesia dan jabatan politis di kabinet. Salah satu poin utama yang dibahas adalah tentang keberlanjutan proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) setelah masa jabatan Presiden Joko Widodo berakhir.

Profesor Ikrar menyebut bahwa meskipun Presiden Jokowi berharap program pembangunan IKN diteruskan oleh pemimpin berikutnya, termasuk Prabowo Subianto, kenyataan politik dan anggaran mungkin tidak mendukung impian itu sepenuhnya. Menurutnya, meskipun normal bagi seorang presiden berharap program-programnya dilanjutkan, kemungkinan besar Prabowo akan memprioritaskan hal-hal lain yang lebih sesuai dengan situasi anggaran dan kebijakan saat ia menjabat nanti. Hal ini menekankan pentingnya melihat program-program dengan perspektif pragmatis dan realistis dalam politik.

Ikrar Nusa Bhakti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Ikrar Nusa Bhakti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Isu lain yang dibahas dalam EdShareOn oleh Eddy Wijaya dan Profesor Ikrar adalah mengenai komposisi kabinet yang akan datang. Ikrar berpendapat bahwa saat ini banyak jabatan politis di Indonesia diisi oleh sosok-sosok dari kepolisian, namun dengan latar belakang Prabowo sebagai militer, mungkin akan terjadi perubahan di kabinet. Meski demikian, tantangan utamanya bukan hanya soal latar belakang militer atau kepolisian, melainkan soal jumlah menteri yang akan dipilih dan bagaimana mereka akan membawa visi Indonesia ke depan.

Lebih lanjut, Ikrar menyinggung soal wacana penambahan jumlah menteri di kabinet. Ia mengkritisi hal ini, dengan mengacu pada negara besar seperti Amerika Serikat yang hanya memiliki 15 menteri meski memiliki kepentingan global yang luas. Menurutnya, penambahan menteri tidak serta-merta mencerminkan luasnya negara, dan kabinet yang efisien lebih penting daripada jumlah yang besar.

Ikrar Nusa Bhakti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Ikrar Nusa Bhakti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Dalam percakapan ini, Profesor Ikrar juga menyoroti latar belakang Prabowo Subianto yang memiliki darah campuran Jawa, Manado, dan Tionghoa. Hal ini, menurutnya, menantang anggapan bahwa Prabowo akan memimpin dengan orientasi yang sangat Islami atau kanan. Sebaliknya, latar belakang pluralis tersebut menunjukkan bahwa Prabowo mungkin akan mengambil pendekatan yang lebih moderat dan inklusif dalam kepemimpinannya, mencerminkan keberagaman Indonesia.

Percakapan dalam EdShareOn ini tidak hanya memberikan wawasan tentang politik Indonesia saat ini, tetapi juga mengajak pendengar untuk merenungkan dinamika kekuasaan dan pentingnya kebijakan yang realistis. Eddy Wijaya, sebagai host, berhasil mengangkat isu-isu penting dengan cara yang mudah dipahami dan relevan bagi masyarakat luas.

Tags :

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Tantowi Yahya, Pengalaman Spiritual dan Pesan untuk Anak Muda

Tantowi Yahya, Pengalaman Spiritual dan Pesan untuk Anak Muda

Tantowi Yahya, Pengalaman Spiritual dan Pesan untuk Anak Muda

October 15, 2024
Tantowi Yahya saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Tantowi Yahya. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Dalam salah satu episode podcast EdShareOn, Eddy Wijaya berbincang dengan Tantowi Yahya, seorang tokoh publik yang dikenal dengan karier cemerlangnya dari resepsionis hotel hingga duta besar. Dalam percakapan ini, Tantowi berbagi sebuah pengalaman spiritual yang terjadi saat ia melakukan umrah. Meski bersifat personal, akan tetapi pengalaman ini memberikan pelajaran mendalam yang relevan dengan kehidupan.

Saat berada di Raudhah, sebuah tempat yang dianggap suci di Madinah, Tantowi menghadapi dilema. Ia merasa tak pantas berada di sana dan merasa ada orang lain di belakangnya yang lebih berhak. Pengalaman ini mengajarkan tentang pentingnya melepaskan ego dan memberi kesempatan kepada yang lebih berhak, sebuah nilai yang relevan dalam dunia politik. Dalam politik, seperti yang dijelaskan Tantowi, sering kali seseorang harus memilih antara mengejar jabatan atau memberikan kesempatan kepada orang yang lebih mampu.

Tantowi Yahya saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Tantowi Yahya saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Lebih jauh, Tantowi menceritakan bagaimana ia bertemu seseorang yang berbicara dalam bahasa Palembang dan memberikan buku doa yang sangat membantunya. Setelah kembali ke Indonesia, ia menyadari buku tersebut hilang dan orang yang membantunya tak dapat ditemukan. Ini menambah kepercayaan Tantowi bahwa pengalaman itu adalah pertemuan dengan malaikat. Melalui cerita ini, Tantowi menunjukkan bahwa keajaiban bisa terjadi di mana saja, bahkan di tengah tantangan spiritual dan politis.

Pada akhir wawancara, Eddy Wijaya mengajukan pertanyaan tentang kunci sukses bagi anak muda. Tantowi menegaskan bahwa kemampuan berbicara di depan publik atau public speaking adalah kunci utama yang membawanya sukses dalam berbagai profesi, dari resepsionis hingga duta besar. Ia juga menekankan pentingnya memiliki kemampuan dan jaringan yang baik. Menurutnya, memiliki kedua elemen ini adalah kombinasi ideal untuk sukses dalam dunia profesional.

Tantowi Yahya saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Tantowi Yahya saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Tantowi juga menekankan bahwa, meski kondisi politik Indonesia bisa naik turun, kita harus tetap mencintai Indonesia. Ia mengingatkan bahwa dalam kehidupan politik, kesetiaan pada negara dan kemampuan untuk mencintai tanah air di tengah dinamika politik adalah hal yang penting.

Tags :

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Tantowi Yahya: Prabowo Akan Jadi Pemimpin yang Baik

Tantowi Yahya: Prabowo Akan Jadi Pemimpin yang Baik

Tantowi Yahya: Prabowo Akan Jadi Pemimpin yang Baik

October 14, 2024
Tantowi Yahya saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Tantowi Yahya. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Dalam salah satu episode EdShareOn yang dipandu oleh Eddy Wijaya, Tantowi Yahya, mantan Duta Besar Indonesia untuk Selandia Baru, membahas berbagai isu politik nasional, termasuk rumor mengenai posisinya dalam kabinet baru. Tantowi yang pernah menjadi juru bicara utama Prabowo Subianto pada Pilpres 2014, memberikan pandangan realistis dan reflektif mengenai peluang politik masa depan, terutama terkait kepemimpinan Prabowo dan tantangan kabinet pemerintahan di Indonesia.

Terkait rumor bahwa ia akan dipinang sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) oleh Prabowo-Gibran, Tantowi merespons dengan tenang. Ia menekankan bahwa dalam politik, spekulasi seringkali tidak berujung pada kenyataan. “Semakin berhembus, semakin nggak jadi biasanya,” ujarnya. Tantowi mengakui bahwa dirinya tidak terlibat secara langsung dalam kampanye Pilpres terakhir dan merasa bahwa ia belum ‘berkeringat’ dalam mendukung kemenangan Prabowo.

Tantowi Yahya saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Tantowi Yahya saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Namun dalam wawancara tersebut, Tantowi menekankan keyakinannya terhadap kemampuan Prabowo sebagai pemimpin. “Saya yakin Prabowo akan menjadi pemimpin yang baik. Pengalamannya di berbagai bidang, baik militer maupun sipil, memberinya modal yang kuat untuk memajukan Indonesia,” katanya. Tantowi juga memuji kemampuan Prabowo dalam berkomunikasi, baik di tingkat nasional maupun internasional. Menurutnya, kemampuan Prabowo dalam menguasai banyak bahasa asing menjadi salah satu kelebihan yang jarang dimiliki oleh pemimpin Indonesia.

Menurut Tantowi Yahya, Prabowo memiliki tiga fokus utama yang akan sangat menonjol yaitu pertahanan, pertanian, dan politik luar negeri. Tantowi yakin bahwa Prabowo akan memperkuat anggaran pertahanan untuk menjaga stabilitas regional, tanpa bersikap ofensif. “Kehadiran Indonesia di dunia internasional akan dihargai, terutama dengan seorang presiden yang memiliki pengalaman militer seperti Prabowo,” ujarnya.

Tantowi Yahya saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Tantowi Yahya saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Selain itu, Tantowi juga menyoroti passion Prabowo dalam bidang pertanian. Ia percaya bahwa program makan siang gratis yang telah diinisiasi pemerintah akan berdampak positif bagi kesejahteraan petani, karena peningkatan kebutuhan bahan pangan akan mendukung industri pertanian lokal. “Petani akan menjadi kelompok yang paling diuntungkan,” katanya.

Tantowi juga mengungkapkan pandangannya tentang kabinet ideal. Menurutnya, kabinet sebaiknya diisi oleh para ahli di bidangnya, yang sering disebut sebagai zaken kabinet. “Namun kita juga tidak boleh terlalu sensitif terhadap kehadiran kader partai politik di kabinet,” jelas Tantowi. Ia menegaskan bahwa banyak politisi yang juga ahli di bidangnya.

Tags :

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Tantowi Yahya, Menjembatani Diplomasi Indonesia dan Selandia Baru

Tantowi Yahya, Menjembatani Diplomasi Indonesia dan Selandia Baru

Tantowi Yahya, Menjembatani Diplomasi Indonesia dan Selandia Baru

October 14, 2024
Tantowi Yahya saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Tantowi Yahya. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Dalam sebuah episode podcast EdShareOn yang dipandu oleh Eddy Wijaya, Tantowi Yahya, mantan Duta Besar Indonesia untuk Selandia Baru, berbagi pengalamannya dalam diplomasi internasional dan politik. Percakapan ini menyajikan pandangan unik tentang bagaimana seorang politisi Indonesia menjalankan peran strategis di luar negeri, sekaligus refleksi atas dinamika politik nasional. Artikel ini merangkum berbagai poin penting dari diskusi menarik antara Eddy Wijaya dan Tantowi Yahya.

Sebagai Duta Besar di Selandia Baru sejak 2017, Tantowi Yahya mengungkapkan kesannya terhadap peran tersebut. Ia menilai bahwa menjadi duta besar adalah salah satu pengalaman paling berkesan dalam kariernya yang beragam. “Ketika menjadi duta besar, kita adalah wakil Presiden di negara tempat kita ditempatkan,” ujarnya. Peran ini bukan hanya membawa hak diplomatik, tetapi juga tanggung jawab besar dalam menjaga hubungan antara kedua negara.

Tantowi Yahya saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Tantowi Yahya saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Selain urusan diplomasi, Tantowi Yahya juga membahas tentang kerja sama ekonomi antara Indonesia dan Selandia Baru. “New Zealand adalah salah satu mitra utama Indonesia dalam bidang pertanian, terutama impor daging biri-biri dan susu,” jelasnya. Namun, Tantowi menyoroti satu hambatan besar dalam memperdalam kerja sama ini, yaitu monopoli PLN dalam sektor energi. “Kalau undang-undangnya berubah, kerja sama kita bisa jauh lebih kuat,” ujarnya. Poin ini memberikan gambaran tantangan regulasi yang dihadapi Indonesia dalam menarik investasi luar negeri.

Isu Papua juga menjadi topik pembicaraan, di mana Tantowi Yahya menanggapi insiden tragis yang melibatkan seorang pilot dari Selandia Baru yang menjadi korban kekerasan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Tantowi menyebut peristiwa ini sebagai “pukulan berat” bagi hubungan kedua negara dan mengutuk keras kekerasan tersebut. Melalui perbincangan ini, *EdShareOn* menyoroti pentingnya keamanan dan stabilitas dalam menjalin hubungan diplomatik.

Tantowi Yahya juga berbagi pandangannya tentang karier politiknya. Sebagai politisi Golkar, ia mencermati betapa beratnya perjuangan untuk mendapatkan kursi di parlemen. “Saya sudah merasa lelah,” katanya, menyoroti beban logistik yang besar dalam memenangkan pemilu. Tantowi menegaskan bahwa ia lebih memilih realistis, mengingat biaya politik yang tidak sebanding dengan gaji seorang anggota DPR.

Tantowi Yahya saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Tantowi Yahya saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Sementara itu, tawaran untuk mencalonkan diri sebagai gubernur di beberapa daerah juga muncul. “Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto, melihat potensi saya di Kalimantan Barat, Bali, hingga Sumatera Selatan,” ungkapnya. Namun, Tantowi merasa bahwa dirinya tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk bersaing dalam politik daerah, meski popularitasnya di kalangan masyarakat masih kuat.

Diskusi ini juga menyoroti keputusan Airlangga Hartarto untuk mundur dari Golkar, yang menurut Tantowi, adalah hasil dari berbagai tekanan baik internal maupun eksternal. Keputusan ini mencerminkan betapa dinamisnya dunia politik, di mana setiap langkah harus diambil dengan pertimbangan matang.

Tags :

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Ikrar Nusa Bhakti, Banyaknya Jumlah Menteri Bukan Ukuran Keberhasilan

Ikrar Nusa Bhakti, Banyaknya Jumlah Menteri Bukan Ukuran Keberhasilan

Ikrar Nusa Bhakti, Banyaknya Jumlah Menteri Bukan Ukuran Keberhasilan

October 11, 2024
Ikrar Nusa Bhakti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Ikrar Nusa Bhakti. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Dalam salah satu episode podcast EdShareOn yang dipandu oleh Eddy Wijaya, Prof. Ikrar Nusa Bhakti membahas isu penting terkait politik Indonesia, terutama soal komposisi kabinet pemerintahan. Diskusi ini menyoroti peran penting menteri dalam membentuk arah kebijakan negara, serta tantangan yang dihadapi Indonesia dalam menjaga efisiensi dan stabilitas politik. Topik ini semakin relevan di tengah ramainya spekulasi mengenai komposisi kabinet yang mungkin diisi oleh berbagai kalangan, termasuk dari militer dan polisi.

Menurut Prof. Ikrar, banyaknya jumlah menteri di kabinet bukanlah ukuran keberhasilan. Ia menyebutkan contoh dari berbagai negara seperti Amerika Serikat dan Australia yang berhasil mengelola pemerintahan dengan jumlah menteri yang lebih sedikit. Bagi Indonesia, penambahan jumlah menteri bisa berdampak pada peningkatan pengeluaran negara. Sebagai contoh, anggaran negara yang dialokasikan untuk operasional menteri dan stafnya dapat membebani APBN. Ini menjadi peringatan agar Indonesia lebih efisien dalam mengelola kabinet demi kesejahteraan rakyat.

Ikrar Nusa Bhakti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Ikrar Nusa Bhakti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Eddy Wijaya dengan cerdas menanyakan apakah penambahan jumlah menteri ini sebenarnya bertujuan untuk ‘bagi-bagi kekuasaan’ antara partai politik. Pertanyaan ini menggiring diskusi pada sejarah politik Indonesia, di mana pada masa Demokrasi Terpimpin di era Soekarno, jumlah menteri pernah mencapai angka fantastis, yakni 132 orang. Fakta ini menggambarkan bahwa politik sering kali menjadi alat untuk memperkuat kekuasaan dan Prof. Ikrar mengingatkan bahwa kondisi serupa dapat terjadi lagi jika pemerintah tidak berhati-hati.

Tak hanya membahas kabinet, dalam episode EdShareOn ini juga dibahas mengenai perkembangan teknologi dan pentingnya sektor cyber. Eddy mengarahkan diskusi ke topik cyber army yang dikembangkan oleh TNI sebagai salah satu matra baru. Prof. Ikrar memberikan pandangan kritis tentang bagaimana Indonesia masih tertinggal dalam pengembangan teknologi, terutama dalam hal semikonduktor dan industri digital. Hal ini berpengaruh besar pada kesiapan Indonesia dalam menghadapi era digital, terutama di sektor pertahanan.

Ikrar Nusa Bhakti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Ikrar Nusa Bhakti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Diskusi ini semakin menarik ketika Eddy dan Prof. Ikrar membahas ketidakmampuan Indonesia untuk menarik investor besar seperti Elon Musk. Menurut Prof. Ikrar, masalah lingkungan menjadi faktor utama yang membuat Indonesia kalah saing dengan negara lain, seperti Vietnam. Kritik ini menggambarkan tantangan besar yang dihadapi Indonesia dalam memajukan industri teknologi dan menarik investasi global.

Tags :

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Peran Ayah di Balik Kesuksesan Tantowi Yahya

Peran Ayah di Balik Kesuksesan Tantowi Yahya

Peran Ayah di Balik Kesuksesan Tantowi Yahya

October 10, 2024
Tantowi Yahya saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Tantowi Yahya. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Dalam wawancara inspiratif bersama Eddy Wijaya di podcast EdShareOn, Tantowi Yahya, seorang musisi country dan diplomat, menceritakan perjalanan hidupnya yang penuh perjuangan dan dedikasi. Kisah Tantowi mengajarkan banyak hal, mulai dari pentingnya visi jauh ke depan hingga semangat untuk mengejar impian, meskipun harus melalui tantangan yang tidak mudah.

Sejak kecil, Tantowi sudah dibiasakan bekerja keras oleh ayahnya, yang memiliki visi besar bagi anak-anaknya. Tantowi menceritakan bagaimana ia harus berjalan kaki sejauh 10-12 kilometer setiap minggu hanya untuk les bahasa Inggris. Meskipun ayahnya seorang pedagang kecil, akan tetapi ia memiliki pandangan yang jauh ke depan. Sang ayah mempersiapkan Tantowi dan saudaranya, Helmi Yahya, untuk menjadi pribadi yang mampu bersaing di tingkat internasional. Tantowi bersyukur atas ketegasan ayahnya yang memberinya dorongan untuk menguasai bahasa Inggris—kunci penting dalam perjalanan kariernya.

Tantowi Yahya saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Tantowi Yahya saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Selain sukses dalam karier diplomat, Tantowi juga mengembangkan kecintaannya pada musik country, sebuah genre yang jarang diminati di Indonesia. Tantowi telah merilis 11 album dan melakukan konser di dalam dan luar negeri. Salah satu albumnya yang paling berkesan adalah Aryati, yang menjadi hit besar dengan beberapa lagu populer seperti Aryati, Hidupku Sunyi, dan Patah Hati.

Tantowi tidak hanya menekuni karier di dunia musik, tapi juga memodifikasi lagu-lagu lama menjadi karya baru dengan sentuhan country. Hal ini memperlihatkan bagaimana Tantowi mampu membuat sesuatu yang lama terasa segar dan relevan kembali, meskipun diadaptasi ke dalam genre yang berbeda.

Tantowi Yahya saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Tantowi Yahya saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Dalam wawancara ini, Eddy Wijaya juga menanyakan tantangan terbesar yang dihadapi Tantowi dalam mengenalkan musik country kepada generasi muda, khususnya generasi Z. Tantowi mengakui bahwa country, terutama *oldies country*, mungkin terasa jauh bagi generasi muda di Indonesia. Namun, ia merasa bahwa penggemarnya dari generasi sebelumnya tetap setia, dan itu merupakan kekuatan yang selalu ia hargai.

Tags :

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Soal Fufufafa, Ikrar Nusa Bhakti : Jejak Digital Tak Bisa Dihapus

Soal Fufufafa, Ikrar Nusa Bhakti : Jejak Digital Tak Bisa Dihapus

Soal Fufufafa, Ikrar Nusa Bhakti : Jejak Digital Tak Bisa Dihapus

October 9, 2024
Ikrar Nusa Bhakti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Ikrar Nusa Bhakti. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Perkembangan teknologi dan media sosial telah mengubah cara kita berkomunikasi dan mempengaruhi ranah politik. Dalam sebuah wawancara bersama Eddy Wijaya di EdShareOn, Prof. Ikrar Nusa Bhakti membahas isu yang tengah hangat, yaitu fenomena akun Fufufafa yang menyinggung pribadi tokoh politik Prabowo Subianto. Melalui diskusi ini, kita dapat melihat betapa kompleksnya interaksi antara politik, media, dan masyarakat saat ini.

Prof. Ikrar menyoroti bahwa jejak digital tidak bisa dihapus begitu saja. Meskipun Kominfo telah membantah adanya hubungan langsung, Prof. Ikrar menekankan bahwa identitas di balik akun tersebut pasti akan terungkap pada akhirnya. Dalam konteks ini, ia juga menyebut pentingnya menjaga komunikasi politik agar tidak menyerang ranah pribadi. Hal ini menjadi penting dalam menjaga etika politik di tengah derasnya arus informasi digital

Ikrar Nusa Bhakti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Ikrar Nusa Bhakti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Salah satu poin menarik yang disampaikan Prof. Ikrar adalah bahwa politik tidak mengenal kawan dan lawan yang abadi. Dalam situasi tertentu, seseorang yang sebelumnya dianggap lawan bisa saja menjadi sekutu. Ini adalah dinamika yang lazim dalam politik, di mana hubungan antar-tokoh bisa berubah sesuai dengan situasi. Ia mengingatkan bahwa penting bagi politisi untuk berhati-hati dalam membuat pernyataan, karena jejak digital akan terus ada dan bisa kembali menghantui.

Selain itu, Prof. Ikrar juga menekankan bagaimana pengaruh netizen dalam membentuk opini politik semakin kuat. Menurutnya, informasi di era digital adalah kekuatan besar yang bisa digunakan baik untuk tujuan politik maupun ekonomi. Netizen yang terlibat aktif di media sosial memiliki peran besar dalam membentuk narasi politik, baik secara positif maupun negatif. Ini adalah fenomena yang semakin penting diperhatikan oleh para politisi.

Ikrar Nusa Bhakti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Ikrar Nusa Bhakti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Dalam wawancara ini, Eddy Wijaya mengajukan pertanyaan yang menarik tentang kemungkinan adanya upaya untuk memecah belah aliansi politik. Prof. Ikrar merespons dengan menyebutkan bahwa situasi politik saat ini memang tidak stabil dan sering terjadi friksi. Namun, ia juga mencatat bahwa hubungan antar-tokoh seperti Prabowo dan Gibran bukanlah hasil dari ideologi yang sama, melainkan kepentingan politik yang bisa berubah sewaktu-waktu.

Prof. Ikrar menutup wawancara dengan membahas peran wakil presiden dalam politik Indonesia. Ia menekankan bahwa jabatan ini, meskipun terlihat penting, sering kali hanya berfungsi sebagai ban serep. Dengan demikian, Gibran sebagai wakil presiden terpilih tidak boleh terlalu berharap mendapatkan peran yang signifikan dalam pemerintahan, kecuali jika situasi mendesak presiden untuk memberikan tugas tambahan.

Tags :

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Ikrar Nusa Bhakti, Transisi dari Presiden Jokowi ke Prabowo Subianto

Ikrar Nusa Bhakti, Transisi dari Presiden Jokowi ke Prabowo Subianto

Ikrar Nusa Bhakti, Transisi dari Presiden Jokowi ke Prabowo Subianto

October 8, 2024
Ikrar Nusa Bhakti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Ikrar Nusa Bhakti. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Dalam salah satu episode podcast EdShareOn yang dipandu oleh Eddy Wijaya, Prof. Ikrar Nusa Bhakti memberikan pandangannya yang menarik tentang politik Indonesia, terutama terkait transisi kekuasaan dari Presiden Jokowi ke Prabowo Subianto. Salah satu isu yang diangkat adalah keberlanjutan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Menurut Prof. Ikrar, meskipun Jokowi berharap IKN dilanjutkan oleh Prabowo, kenyataannya masih banyak tantangan, baik dari segi anggaran maupun potensi pengembangan ekonomi di wilayah tersebut.

Prof. Ikrar juga menyoroti bahwa meskipun IKN dirancang untuk menjadi pusat pemerintahan, kenyataannya lahan tersebut belum siap secara sosial dan ekonomi. Wilayah Penajam Paser Utara, yang menjadi lokasi IKN, masih minim penduduk. Hal ini menimbulkan keraguan apakah IKN dapat berkembang seperti Canberra di Australia atau Washington DC di Amerika Serikat, yang keduanya merupakan ibu kota yang dirancang dengan matang dan bertumbuh seiring waktu.

Ikrar Nusa Bhakti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Ikrar Nusa Bhakti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Pembahasan menarik lainnya adalah soal potensi ‘pecah kongsi’ antara Jokowi dan Prabowo setelah Prabowo dilantik. Menurut Prof. Ikrar, hubungan politik mereka didasari oleh kepentingan, bukan keyakinan yang mendalam. Sebagai dua rival politik, Jokowi dan Prabowo tetap memiliki potensi untuk berseberangan di masa depan, mengingat sejarah mereka sebagai kontestan sengit di Pemilu 2019.

Hal yang lebih menarik adalah spekulasi bahwa Jokowi telah merancang masa depan politik putranya, Gibran Rakabuming Raka, yang kini diposisikan sebagai calon wakil presiden. Prof. Ikrar menilai Jokowi telah berupaya menciptakan peluang bagi Gibran melalui berbagai langkah, termasuk intervensi terkait batas usia calon wakil presiden di Mahkamah Konstitusi. Langkah ini dianggap sebagai strategi jangka panjang Jokowi untuk mempertahankan pengaruh politiknya.

Ikrar Nusa Bhakti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Ikrar Nusa Bhakti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Prof. Ikrar juga membahas bagaimana Jokowi berperan dalam memfasilitasi pertemuan antara Prabowo dan Ganjar, dua tokoh politik yang sempat diisukan akan menjadi pasangan capres-cawapres. Namun kenyataannya, Jokowi tidak memiliki kendali penuh atas partai politik. Hal ini memperlihatkan dinamika politik yang rumit di Indonesia, di mana konsensus politik sulit dicapai meskipun ada campur tangan dari pemimpin negara.

Tags :

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)