Profesor Ryaas Rasyid: Saya Kecewa dengan Implementasi Otonomi Daerah

Profesor Ryaas Rasyid: Saya Kecewa dengan Implementasi Otonomi Daerah

Profesor Ryaas Rasyid: Saya Kecewa dengan Implementasi Otonomi Daerah

September 17, 2025
Ryaas Rasyid saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Profesor Ryaas Rasyid saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

JakartaMenteri Negara Otonomi Daerah periode 1999-2000, Profesor Muhammad Ryaas Rasyid menyatakan kekecewaannya terhadap implementasi otonomi daerah (otda). Ryaas menganggap otda belum menyejahterakan masyarakat, dan cenderung berjalan mundur akibat kurangnya bimbingan dan pengawasan pemerintah pusat.

“Kalau saya bilang sedih terlalu pakai perasaan, tapi saya kecewa (dengan implementasi otda saat ini) sebab belum mencapai tujuannya,” ujar Prof. Ryaas saat berbincang dengan Eddy Wijaya dalam podcast EdShareOn yang tayang pada Rabu, 18 September 2025. “Pemberian kewenangan (otda) ke daerah harus diiringi dua tindakan, pertama pemerintah pusat harus menyupervisi pemerintah daerah supaya tidak keliru, yang kedua pengawasan (ke pemerintah daerah) sebab potensi terjadinya penyimpangan dan kekeliruan selalu ada,” kata dia menambahkan.

Profesor Ryaas Rasyid saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Profesor Ryaas Rasyid saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Menurut Prof. Ryaas, otda masih gagal karena angka kemiskinan di sejumlah daerah masih tinggi. Hal itu karena pemerintah pusat maupun daerah tidak mampu memanfaatkan otda untuk menjalankan program-program peningkatan kesejahteraan. “Cita-cita kita waktu itu, yang menggagas ini (otda) ramai-ramai, itu minimal 10 tahun, paling lambat 20 tahun setelah implementasi otda, terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah. Sekarang nilai sendiri, semakin meningkat atau tidak? Kemiskinan (malah) bertambah,” katanya.

Kebijakan otonomi daerah kembali menjadi sorotan belakangan ini setelah pemerintah banyak memangkas kewenangan serta anggaran di berbagai daerah. Akibatnya banyak daerah terpaksa mencari jalan pintas untuk meningkatkan pendapatan mereka melalui berbagai cara. Salah satunya yang menuai gelombang demonstrasi adalah peningkatan Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan (PBB P2). Pasca reformasi, Prof Ryaas merupakan tokoh yang mengawal kebijakan ini sejak era Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. 

Prof. Ryaas mengatakan, pemerintah pusat seharusnya mampu memetakan problematika ekonomi yang dihadapi masing-masing daerah. Ini karena ada perbedaan kearifan lokal maupun kekayaan sumber daya alam tiap daerah. “Kau (pemerintah) mesti tahu sebab-sebab terjadinya kemiskinan di suatu daerah. Karena berbeda antara penyebab kemiskinan di Papua, di Jawa, Kalimantan, Sulawesi, sehingga pendekatannya mesti berbeda. Jadi tidak bisa secara serampangan mengatasi kemiskinan dengan satu program nasional yang seragam. Itu menggambarkan ketidakmampuan berpikir,” katanya.

Profesor Ryaas Rasyid saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Profesor Ryaas Rasyid saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Kendati demikian, Prof. Ryaas menjelaskan, otda berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat sejak penerapannya, karena pemerintah daerah bisa mandiri untuk mengolah sumber daya yang mereka miliki. “Tanpa kewenangan itu, mandek dia (pemerintah daerah). Sumber-sumber keuangan itu tidak selalu dari sumber daya alam, dari sumber lain juga bisa. Itu bisa secara kreatif diciptakan kalau ada kewenangan,” kata Doktor Ilmu Politik Universitas Hawaii, Amerika Serikat itu.

Oleh sebab itu, Prof. Ryaas berharap Pemerintah mampu menjalankan suatu program untuk menekan kemiskinan di Indonesia. Misalnya, program pembebasan semua biaya pendidikan bagi masyarakat. “Kita harus sepakat dulu apa sih yang harus kita prioritaskan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah? Di samping soal-soal manajemen pemerintahan, pelayanan, pemberdayaan, harus ada fokus bagaimana mengatasi kemiskinan. Salah satu yang memberi kontribusi pada usaha mengatasi kemiskinan itu adalah pendidikan. Jadi yang bisa dituntut oleh masyarakat daerah dan masyarakat Indonesia seluruhnya adalah pendidikan gratis,” ucapnya.

Ryaas Rasyid: Ketua Partai Jangan Bergabung dalam Kabinet Pemerintah

Profesor Muhammad Ryaas Rasyid menyoroti sejumlah ketua partai politik yang tergabung dalam Kabinet Merah Putih. Menurutnya, bergabungnya pimpinan partai dalam pemerintahan menjadi penghalang aspirasi masyarakat untuk disampaikan kepada pemerintah. “Kalau kita mau mengawasi pemerintahan, karena kita ini sistemnya presidensial bukan parlementer, pimpinan partai terutama ketua partai jangan menjadi anggota kabinet. Supaya, dia bisa kendalikan kepentingan rakyat di luar berkolaborasi dengan DPR. Jadi yang paling dekat dengan pimpinan partai itu adalah DPR,” kata Prof. Ryaas kepada Eddy Wijaya.

Pengamat politik kelahiran Gowa, Sulawesi Selatan, 17 Desember 1949 itu menjelaskan, DPR yang semestinya menjadi penyambung lidah masyarakat ke pemerintah akan mudah dikendalikan oleh pemerintah bila para pemimpin partai bercokol di kementerian. “Nah, kalau seluruh pimpinan partai politik sudah masuk dalam pemerintahan, bagaimana bisa DPR mau melawan pemerintah, atau berbeda pendapat dengan pemerintah? Bos-bosnya semua ada di kabinet,” kata Prof. Ryaas.

Profesor Ryaas Rasyid saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Profesor Ryaas Rasyid saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Prof. Ryaas mengatakan, lika-liku perpolitikan Tanah Air mengakibatkan terciptanya distorsi terhadap sistem presidensial sehingga menyerupai sistem parlementer. “Ketika pimpinan-pimpinan partai bergabung dengan calon presiden yang menang, pikiran pertamanya adalah ‘saya dapat apa dalam kabinet?’. Tidak ada pimpinan partai itu yang tidak mau jadi menteri,” ujar Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara periode 2000 – 2001 itu.

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa. Ia juga aktif di bidang olahraga dengan menjabat Ketua Harian Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Pacu dan juga pernah menjabat Wakil Ketua Umum Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Jakarta Timur. Eddy juga menjabat sebagai Dewan Penasehat Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia, masa bakti 2022-2026. Gagasan-gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”.

Tags : #EdShareOn #RyaasRasyid #siapaeddywijaya #sosokeddywijaya #profileeddywijaya

Recent Posts

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Website DPR RI adalah Website Lembaga yang Paling Tidak Informatif

Website DPR RI adalah Website Lembaga yang Paling Tidak Informatif

Website DPR RI adalah Website Lembaga yang Paling Tidak Informatif

September 15, 2025
Lucius Karus saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Lucius Karus saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

JakartaPeneliti FORMAPPI Lucius Karus menyatakan pembangunan website dan media sosial DPR RI merupakan kebutuhan yang mendesak di tengah melimpahnya informasi saat ini. Menurutnya, informasi digital DPR RI yang dijalankan saat ini hanya menghabiskan anggaran besar namun tidak menyuguhkan informasi yang relevan.

“DPR itu punya anggaran yang besar untuk teknologi informasi, untuk membangun website. Berapa kali kita mengkritik anggaran website (DPR RI), itu sangat tinggi, sangat besar, padahal websitenya itu biasa-biasa saja, bahkan tidak menyampaikan informasi yang segar,” kata Lucius kepada Eddy Wijaya.

Lucius Karus saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Lucius Karus saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Pria kelahiran Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, 15 Maret 1974 itu menjelaskan, kegagalan membangun website berindikasi pada tidak mampunya DPR RI beradaptasi dengan perkembangan teknologi khususnya informasi digital. “Mereka selalu mengatakan DPR modern, DPR yang mengandalkan teknologi informasi untuk bisa berkomunikasi dengan publik. Lihat saja website DPR, mungkin itu website lembaga yang paling tidak informatif,” ujar Lucius.

Lucius menambahkan, website dan media sosial DPR sebelumnya jarang diakses masyarakat, namun kunjungannya mulai meningkat saat terjadinya demonstrasi besar-besaran pada akhir Agustus lalu. Sayangnya mereka tidak mendapatkan informasi yang cukup karena isi dari website yang tak lengkap. “Saya melihat ada perkembangan orang-orang yang menyaksikan media sosialnya DPR, twitter, instagram, biasanya puluhan orang doang yang komentar atau like tapi meningkat tajam,” katanya.

Lucius Karus saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Lucius Karus saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Oleh karena itu, Lucius berharap pemuda yang melek terhadap perkembangan teknologi informasi bisa dilibatkan dalam memajukan website DPR RI. “Banyak anak muda yang punya kepedulian itu harus bisa mempersiapkan diri untuk mengganti atau meneruskan kerja mereka (Anggota DPR RI) yang kita anggap gagal sekarang ini,” ucapnya.

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa. Ia juga aktif di bidang olahraga dengan menjabat Ketua Harian Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Pacu dan juga pernah menjabat Wakil Ketua Umum Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Jakarta Timur. Eddy juga menjabat sebagai Dewan Penasehat Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia, masa bakti 2022-2026. Gagasan-gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”.

Tags : #EdShareOn #LuciusKarus #siapaeddywijaya #sosokeddywijaya #profileeddywijaya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Lucius Karus: Anggota DPR RI Punya Kelemahan Serius Soal Komunikasi

Lucius Karus: Anggota DPR RI Punya Kelemahan Serius Soal Komunikasi

Lucius Karus: Anggota DPR RI Punya Kelemahan Serius Soal Komunikasi

September 11, 2025
Lucius Karus saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Lucius Karus saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

JakartaPeneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI), Lucius Karus menyoroti buruknya komunikasi publik anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Menurutnya, sejumlah legislator kurang baik dalam mengeluarkan pernyataan sehingga memicu kemarahan publik.

“Misalnya Uya Kuya mengatakan kami, kan, artis biasa aja goyang-goyang. Eko Patrio juga demikian. Kalau Nafa Urbach merespons soal tunjangan perumahan 50 juta rupiah,” ujar Lucius saat berbincang dengan Eddy Wijaya dalam podcast EdShareOn yang tayang pada Rabu, 10 September 2025.

Menurut Lucius, buruknya komunikasi para legislator berkaitan dengan lemahnya tanggung jawab mereka terhadap kepentingan publik. Mereka hanya sibuk mengutamakan kepentingan pribadi maupun kelompoknya. “Saya melihat komunikasi anggota DPR Ini semakin buruk di beberapa periode terakhir. Ketika kemudian DPR mementingkan kerja-kerja dalam kelompok koalisinya ketimbang dia menunjukkan dirinya sebagai wakil rakyat, komunikasinya menjadi terganggu betul,” katanya.

Lucius Karus saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Lucius Karus saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Anggota DPR RI belakangan ini menjadi sorotan akibat naiknya tunjangan dan gaji mereka dengan nilai fantastis di tengah kondisi masyarakat yang sulit. Misalnya tunjangan rumah yang mencapai Rp 50 juta per bulan. Kondisi tersebut diperburuk oleh sikap anggota DPR yang dianggap anti kritik. Akibatnya demonstrasi terjadi di mana-mana sehingga mendesak mereka mengoreksi pendapatannya. Sejumlah anggota DPR juga dinonaktifkan akibat pernyataannya yang menyulut amarah publik di antaranya Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni, Surya Utama alias Uya Kuya, Nafa Urbach, Eko Patrio, dan Adies Kadir.

Lucius mengatakan anggota DPR harus berhati-hati menyampaikan pendapat yang berkaitan dengan kebijakan maupun hasil kerjanya di hadapan publik. Sebab kewenangan anggota DPR diatur oleh Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2019 tentang MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD) dan Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2025 tentang Tata Tertib. “Kalau secara sistem, harusnya mekanisme penyampaian pendapat maupun kebijakan DPR itu melalui pimpinan. Namun sekarang mulai tidak baik karena semua anggota DPR diizinkan untuk ngomong. Muncullah orang seperti Sahroni yang ucapannya justru melukai rakyat,” katanya.

Lucius Karus saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Lucius Karus saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Buruknya sistem komunikasi di DPR, Lucius menjelaskan, tak lepas dari kegagalan dari para pimpinan DPR yang tidak mampu menjalankan mekanisme yang ada. Mereka sejatinya mengatur anggotanya dalam berkomunikasi agar tidak menjadi sumber kegaduhan. “Kalau kemudian ada ribut-ribut di publik terkait dengan pernyataan anggota DPR, itu pasti ada sistem yang tidak jalan. Pimpinannya gagal menyampaikan informasi terkait dengan apa yang terjadi di DPR,” kata lulusan Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta itu.

Lucius juga menyayangkan sikap anggota DPR yang justru menghilang saat publik menggunakan haknya menyampaikan aspirasi. Seperti saat aksi demo 25 Agustus, legislator malah memilih untuk Work From Home (WFA). “Saya kira ini bagian dari kegagalan komunikasi juga, DPR gagap untuk merespons tuntutan masyarakat yang datang langsung dalam jumlah yang begitu besar. Mereka memilih menghindar. Saya kira itu bagian dari cara DPR berkomunikasi juga, mereka terbiasa mengabaikan rakyat dalam rangkaian proses pengambilan keputusan,” ucapnya.

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa. Ia juga aktif di bidang olahraga dengan menjabat Ketua Harian Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Pacu dan juga pernah menjabat Wakil Ketua Umum Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Jakarta Timur. Eddy juga menjabat sebagai Dewan Penasehat Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia, masa bakti 2022-2026. Gagasan-gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”.

Tags : #EdShareOn #LuciusKarus #siapaeddywijaya #sosokeddywijaya #profileeddywijaya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Laporan Terkait Pelibatan Masyarakat dalam Pembuatan Kebijakan Belum Maksimal

Laporan Terkait Pelibatan Masyarakat dalam Pembuatan Kebijakan Belum Maksimal

Laporan Terkait Pelibatan Masyarakat dalam Pembuatan Kebijakan Belum Maksimal

September 3, 2025
Robert Na Endi Jaweng saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Robert Na Endi Jaweng saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

JakartaPimpinan Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng mengatakan partisipasi masyarakat dalam membuat kebijakan publik menjadi salah satu tolok ukur lembaganya dalam menentukan tingkat pelanggaran sebuah lembaga/instansi pemerintah. Sayangnya laporan terkait rendahnya pelibatan publik dalam membuat kebijakan pemerintahan masih belum maksimal. 

“Ombudsman punya ukuran terkait dengan maladministrasi. Jadi ketika kebijakan dibuat, sejauh mana kemudian publik terlibat?” kata Robert kepada Eddy Wijaya.

Robert Na Endi Jaweng saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Robert Na Endi Jaweng saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Pria kelahiran Nusa Tenggara Timur (NTT), 17 November 1976 itu mengatakan, pelibatan masyarakat dalam pembuatan kebijakan pemerintah bertujuan agar pemerintah terhindar dari perbuatan melanggar hukum, etika, dan pelayanan publik sehingga terkena sanksi administratif. Namun persoalan ini belum menjadi perhatian karena masyarakat umumnya memahami pelayanan publik ketika kebijakannya terlaksana. 

“Ini juga bagian dari tanggung jawab Ombudsman untuk sosialisasi, bahwa yang disebut layanan publik itu adalah ketika suatu itu dibuat sampai itu deliver-nya. Nah, apakah dalam proses pembuatannya itu tidak terjadi maladministrasi kebijakan? prosedurnya sudah sesuai dengan ketentuan dalam melibatkan masyarakat?” ucap Robert.

Robert Na Endi Jaweng saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Robert Na Endi Jaweng saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Robert menambahkan Ombudsman selalu memproses laporan dengan cukup maksimal dengan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan rekomendasi. LHP dan rekomendasi bukan sekadar saran biasa, tetapi menjadi produk lembaga negara yang menunjukkan tingkat kedisiplinan dalam pelayanan publiknya.  “Ombudsman bukan lembaga peradilan yang berorientasi pada sanksi, namun rekomendasi yang dihasilkan dapat diteruskan ke atasan terlapor, bahkan ke Kemendagri, DPR, hingga Presiden,” kata dia.

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa. Ia juga aktif di bidang olahraga dengan menjabat Ketua Harian Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Pacu dan juga pernah menjabat Wakil Ketua Umum Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Jakarta Timur. Eddy juga menjabat sebagai Dewan Penasehat Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia, masa bakti 2022-2026. Gagasan-gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”.

Tags : #EdShareOn #RobertNaEndiJaweng #siapaeddywijaya #sosokeddywijaya #profileeddywijaya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Robert Na Endi Jaweng: Pajak Daerah Sebagian Besar Untuk ‘Ongkos Tukang’

Robert Na Endi Jaweng: Pajak Daerah Sebagian Besar Untuk ‘Ongkos Tukang’

Robert Na Endi Jaweng: Pajak Daerah Sebagian Besar Untuk ‘Ongkos Tukang’

September 3, 2025
Robert Na Endi Jaweng saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Robert Na Endi Jaweng saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

JakartaPimpinan Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng menilai kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di sejumlah wilayah di Indonesia dipicu tingginya belanja pegawai dalam postur anggaran pemerintah. Menurutnya, pemerintah seharusnya lebih mengutamakan pembangunan dan pelayanan publik dalam menyusun rencana anggaran.

“Kalau bahasa sederhananya lebih banyak untuk ‘ongkos tukangnya’ (yakni) untuk belanja para pegawainya, belanja dari aparaturnya, para pimpinan eksekutif dan legislatifnya, lalu belanja operasional,” ujar Robert saat berbincang dengan Eddy Wijaya dalam podcast EdShareOn yang tayang pada Rabu, 3 September 2025. “Mungkin antara lain inilah jadi sebab masyarakat lalu protes. Bayar pajak, kok, nggak kelihatan hasilnya, bayar pajak jalannya masih rusak, pendidikan belum berkualitas, kesehatan belum terurus,” katanya menambahkan.

Robert Na Endi Jaweng saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Robert Na Endi Jaweng saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Menurut Robert, sebanyak 60 hingga 70 persen anggaran habis hanya untuk biaya pegawai. Sementara anggaran pembangunan dan pelayanan publik sisanya yang relatif mungil. “Skema penganggaran harusnya benefit tax lien, jadi ada kaitan antara pajak yang dipungut di masyarakat dengan manfaat yang diperoleh masyarakat itu pula. Manfaat yang diperoleh masyarakat itu paling tidak ada dua, pembangunan daerah dan pelayanan publik,” katanya.

Gelombang demonstrasi terjadi serentak di banyak daerah akibat kenaikan drastis PBB-P2 2025. Di Kabupaten Pati, Jawa Tengah misalnya, kenaikan pajaknya mencapai 250 persen hingga berujung upaya pemakzulan Bupati Pati Sadewo. Aksi protes yang berujung ricuh juga terjadi di sejumlah daerah lain seperti Cirebon, Jawa Barat, karena pajaknya naik hampir 1.000 persen, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, yang naik 1.202 persen, serta Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, naik 300 persen. Publik kecewa karena kenaikan PBB-P2 dilakukan tanpa diawali dialog dan abai terhadap kondisi masyarakat yang tengah kesulitan ekonominya.

Robert Na Endi Jaweng saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Robert Na Endi Jaweng saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Robert menjelaskan, letak persoalan dari penolakan tersebut bermula dari pemerintah daerah yang mengambil kebijakan sendiri dalam menaikkan pajaknya. Padahal sejatinya pemerintah harus melibatkan masyarakat dalam pembuatan kebijakan dan mensosialisasikannya sebelum diterapkan. “Yang disebut partisipasi bermakna, meaningful participation itu, rakyat diajak, rakyat didengarkan, lalu kalau ada protes didengar nggak? Tiga ini fitur penting yang harus dilihat ketika membuat kebijakan,” kata lulusan Magister Administrasi Publik Universitas Indonesia tersebut.

Robert berharap peristiwa ini menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan. Ia yakin publik tidak akan memprotes bila ada keseimbangan antara penarikan pajak dan juga kinerja pelayanan yang diterimanya. Begitu pula dengan pelibatan mereka dalam mengambil kebijakan. “Jangan tahu-tahu kemudian di suatu waktu diberlakukan pajak sangat tinggi, masyarakat akan terkejut, dan masyarakat juga tidak diberikan informasi yang cukup,” ujar Robert.

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa. Ia juga aktif di bidang olahraga dengan menjabat Ketua Harian Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Pacu dan juga pernah menjabat Wakil Ketua Umum Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Jakarta Timur. Eddy juga menjabat sebagai Dewan Penasehat Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia, masa bakti 2022-2026. Gagasan-gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”.

Tags : #EdShareOn #RobertNaEndiJaweng #siapaeddywijaya #sosokeddywijaya #profileeddywijaya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
GETAR 08 Eksis Awasi Pembangunan dan Siap Kawal Pilpres 2029

GETAR 08 Eksis Awasi Pembangunan dan Siap Kawal Pilpres 2029

GETAR 08 Eksis Awasi Pembangunan dan Siap Kawal Pilpres 2029

August 27, 2025
Jimmy Rol Torar saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Jimmy Rol Torar saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

JakartaKetua DPN GETAR 08 Prabowo-Gibran, Jimmy Rol Toral menegaskan aktivitas organisasi besutannya tetap berjalan hingga sekarang meski Pilpres 2024 telah berlalu. Menurutnya, Organisasi Masyarakat (Ormas) relawan Prabowo-Gibran ditugaskan berkontribusi dalam kemajuan pembangunan di Indonesia.

“Karena berbadan hukum, dia (GETAR 08) tetap eksis, jalan terus. Tugasnya apa? sudah diperintah kita, awasi pembangunan, kamu mengabdi untuk bangsa dan negara, berbuat yang baik, membuat ide-ide dan gagasan, sampaikan kepada pemerintah,” kata Jimmy. “Seperti kepengurusan nasional jalan, kabupaten/kota, provinsi jalan, pasukan kita ada semuanya,” ucapnya menambahkan.

Jimmy Rol Torar saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Jimmy Rol Torar saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Politisi kelahiran Manado, 29 Januari 1962 itu menjelaskan, GETAR 08 tidak hanya aktif dalam pembangunan negara melainkan juga setia terhadap Presiden Prabowo. “Inikan sustainable, berkelanjutan kan. Nanti 5 tahun ke depan ada pemilihan presiden ya GETAR 08 dukung lagi Pak Prabowo,” ucapnya.

Jimmy menambahkan, GETAR 08 tidak hanya terbentuk di dalam negeri bahkan merambah ke luar negeri yang banyak memiliki penduduk asal Indonesia. “Yang saya lihat sendiri di Australia, banyak negara bagian dan di Amerika (GETAR 08 luar negeri), dan mereka melaporkan apa yang dibikin GETAR 08 di luar negeri,” kata Jimmy.

Jimmy Rol Torar saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Jimmy Rol Torar saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

GETAR 08 pertama kali dikukuhkan di rumah pemenangan relawan Prabowo, Jalan Imam Bonjol Nomor 25, Menteng Jakarta Pusat, pada Kamis, 28 September 2023.  GETAR 08 menghimpun kekuatan relawan hingga ke daerah-daerah untuk mengkampanyekan program-program Prabowo-Gibran.

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa. Ia juga aktif di bidang olahraga dengan menjabat Ketua Harian Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Pacu dan juga pernah menjabat Wakil Ketua Umum Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Jakarta Timur. Eddy juga menjabat sebagai Dewan Penasehat Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia, masa bakti 2022-2026. Gagasan-gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”.

Tags : #EdShareOn #JimmyRolTorar #siapaeddywijaya #sosokeddywijaya #profileeddywijaya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Jimmy Rol Torar: Amnesti Hasto dan Abolisi Tom Lembong Bukan Soal Rangkul Merangkul

Jimmy Rol Torar: Amnesti Hasto dan Abolisi Tom Lembong Bukan Soal Rangkul Merangkul

Jimmy Rol Torar: Amnesti Hasto dan Abolisi Tom Lembong Bukan Soal Rangkul Merangkul

August 27, 2025
Jimmy Rol Torar saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Jimmy Rol Torar saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

JakartaKetua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Gugus Tugas Indonesia Raya (GETAR 08) Prabowo-Gibran, Jimmy Rol Torar menampik pendapat yang menyebut pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi untuk Tom Lembong merupakan intrik politik Presiden Prabowo Subianto. Ia menilai amnesti dan abolisi merupakan keputusan presiden untuk menebar kebahagiaan menyambut peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia .

“Bukan soal merangkul atau tidak merangkul. Kan, lebih enak (tujuan amnesti dan abolisi) menuju kepada hari ulang tahun proklamasi Republik Indonesia yang ke-80 ini. Kita senang-senang, happy, sejuk kan. Lihat aja di sana, Pak Prabowo jogging-jogging (senang) juga,” kata Jimmy saat berbincang dengan Eddy Wijaya dalam podcast EdShareOn yang tayang pada Rabu, 27 Agustus 2025.

Jimmy Rol Torar saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Jimmy Rol Torar saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Menurut Jimmy, pemberian amnesti maupun abolisi merupakan hak istimewa seorang presiden. Sehingga menjadi wajar dilakukan sesuai aturan yang berlaku. “Para penerima sudah kena hukuman. Sehingga menjelang 17 Agustus 2025, 80 tahun Indonesia merdeka, ada yang mendapatkan amnesti dan abolisi,” katanya.

Pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi ke Tom Lembong menjadi perbincangan hangat masyarakat belakangan ini. Keduanya dikaitkan dengan tokoh politik yang menjadi ‘lawan’ Presiden Prabowo pada Pilpres 2024. Hasto eks Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan pengusung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden. Adapun Tom Lembong merupakan tim sukses Anies Baswedan. Sehingga memunculkan dugaan ini kebijakan politik untuk merangkul semua pihak yang selama ini kerap dianggap sebagai oposisi.

Jimmy Rol Torar saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Jimmy Rol Torar saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Jimmy mengatakan, kebijakan Presiden Prabowo memberikan amnesti dan abolisi kepada kedua tokoh tersebut memiliki tujuan yang lebih besar yakni persatuan dan kesatuan di hari kemerdekaan. Namun tidak bermaksud menghapus oposisi dari pemerintahan. “Sejak awal beliau (Presiden Prabowo) sudah mengatakan, negara yang besar, pemimpin yang berhasil mesti rekonsiliasi nasional. Semua petinggi-petinggi, tokoh-tokoh atau pemuka republik ini bersatu, kalau tidak bersatu ya susah,” kata dosen Pascasarjana Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar itu.

Jimmy berharap lawan tanding Presiden Prabowo pada Pilpres 2024 lalu bekerjasama dan mendoakan pemerintah dalam menjalankan tugas untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. “Saya juga mengusulkan Pak Anies, Cak Imin, Pak Ganjar dengan Pak Mahfud bersatu semuanya membangun republik ini,” ucap Sekretaris Jenderal Badan Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia (BP2KTI) tersebut.

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa. Ia juga aktif di bidang olahraga dengan menjabat Ketua Harian Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Pacu dan juga pernah menjabat Wakil Ketua Umum Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Jakarta Timur. Eddy juga menjabat sebagai Dewan Penasehat Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia, masa bakti 2022-2026. Gagasan-gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”.

Tags : #EdShareOn #JimmyRolTorar #siapaeddywijaya #sosokeddywijaya #profileeddywijaya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Reza Indragiri: Hati Kecil Hakim Terluka karena Amnesti dan Abolisi

Reza Indragiri: Hati Kecil Hakim Terluka karena Amnesti dan Abolisi

Reza Indragiri: Hati Kecil Hakim Terluka karena Amnesti dan Abolisi

August 21, 2025
Reza Indragiri saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Reza Indragiri saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

JakartaAhli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel menyatakan pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi untuk Thomas Trikasih Lembong tidak dapat diterima secara logika hukum. Ia menilai keputusan Presiden Prabowo Subianto tersebut hanya dapat dipahami melalui pandangan politik apalagi keduanya merupakan terdakwa kasus korupsi.

“Karena mesin yang ada di kepala saya adalah mesin psikologi forensik, mesin hukum. Sementara amnesti harus dipahami dari sudut pandang politik. Itu dia sebabnya mengapa saya tidak bisa memahami mengapa koruptor diberikan amnesti, mengapa koruptor diberikan abolisi?” ujar Reza saat berbincang dengan Eddy Wijaya dalam podcast EdShareOn yang tayang pada Rabu, 20 Agustus 2025.

Reza Indragiri saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Reza Indragiri saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Kendati demikian, Reza mengatakan presiden mempunyai dasar hukum dalam mengeluarkan keputusan amnesti dan abolisi terhadap seorang terdakwa, meskipun secara hukum hak prerogatif presiden tersebut menciptakan preseden buruk bagi pemberantasan korupsi. “Dari sudut pandang politik, anggaplah amnesti dan abolisi ini bernilai positif, yaitu rekonsiliasi, persatuan dan harmoni. Tapi dari sudut pandang hukum, saya khawatir betul bahwa amnesti dan abolisi bagi pelaku korupsi itu menciptakan suatu preseden buruk di negara kita dalam konteks pemberantasan korupsi itu sendiri,” kata lulusan Strata Dua (S2) Psikologi Forensik Universitas Melbourne Australia itu.

Reza berharap Presiden Prabowo seharusnya mempertimbangkan keputusan hakim sebelum menggunakan hak prerogatifnya dalam kasus tersebut. “Kalau seorang Presiden Prabowo ingin mengoreksi, jangan cawe-cawe terhadap putusan hakimnya. Tapi reformasilah lembaga penegakan hukumnya. Presiden begitu, jangan cawe-cawe terhadap putusan hakimnya, suka tidak suka itu mahkota. Kita mau bilang apa, intervensi? Bapak lebih berpedoman pada pernyataan hukum sebagai panglima atau politik sebagai panglima?” ucapnya. 

Reza Indragiri saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Reza Indragiri saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

“Besar dugaan saya, Gibran tidak lagi diajak Prabowo sebagai calon wakil presiden untuk 2029. Mengapa nggak diajak? Karena terlalu kecil backup politik Gibran yang tidak berpartai sampai sekarang,” katanya. “Bahkan saya punya dugaan nih, mungkin Puan (Puan Maharani, anak Megawati) yang akan dipasangkan dengan Pak Prabowo,” ujarnya menambahkan.

Pendiri Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkar Madani (LIMA) memprediksi hal itu sejak pertemuan Presiden Prabowo dengan Megawati pada 7 April lalu. “Saya sudah ingatkan dari awal, begitu Ibu Mega bertemu dengan Pak Prabowo, akan ada sinyal Pak Prabowo merapat ke Ibu Mega, yang otomatis akan meninggalkan Pak Jokowi,” ujar lulusan Fakultas Ushuluddin Program Studi Aqidah Filsafat Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa. Ia juga aktif di bidang olahraga dengan menjabat Ketua Harian Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Pacu dan juga pernah menjabat Wakil Ketua Umum Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Jakarta Timur. Gagasan- gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”.

Tags : #EdShareOn #RezaIndragiri #siapaeddywijaya #sosokeddywijaya #profileeddywijaya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Jokowi Harus Masuk di Partai Politik yang Lebih Besar

Jokowi Harus Masuk di Partai Politik yang Lebih Besar

Jokowi Harus Masuk di Partai Politik yang Lebih Besar

August 14, 2025
Ray Rangkuti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Ray Rangkuti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

JakartaPengamat politik Ray Rangkuti menyarankan agar Presiden ke-7 RI Joko Widodo bergabung di partai politik yang lebih besar daripada Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Hal itu menanggapi wacana akan bergabungnya Jokowi ke partai yang dipimpin anak bungsunya Kaesang Pangarep tersebut sebagai ketua dewan pembina.

“Mau ke Golkar kek, atau ke PPP kek, ke manalah ya, tapi cari partai politik yang lebih besar. Sebab kalau beliau tetap bercokol di PSI, nama PSI dengan sendirinya akan tercoreng, sementara daya dongkraknya tidak terlalu besar. Bahkan ketika Pak Jokowi jadi presiden, PSI hanya dapat suara 2,8 persen,” ucap Ray kepada Eddy Wijaya.

Ray Rangkuti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Ray Rangkuti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Aktivis 98 kelahiran Mandailing Natal, Sumatera Utara, 20 Agustus 1969 itu menjelaskan, pengaruh politik Jokowi akan terus eksis bila bergabung ke salah satu partai yang menduduki kursi di DPR RI. Apalagi Jokowi membutuhkan sokongan politik yang kuat pada Pilpres 2029 untuk mengusung Gibran Rakabuming sebagai Capres.

“Pusaran politik ini cuma ada pada 8 partai yang ada sekarang duduk di parlemen,” kata Ray. “Kalau pandangan saya ya, jangan ke PSI justru harus ke partai yang lain supaya ada backup kepada Gibran di masa yang akan datang,” ucapnya menambahkan.

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa. Ia juga aktif di bidang olahraga dengan menjabat Ketua Harian Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Pacu dan juga pernah menjabat Wakil Ketua Umum Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Jakarta Timur. Gagasan- gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”.

Tags : #EdShareOn #RayRangkuti #siapaeddywijaya #sosokeddywijaya #profileeddywijaya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Ray Rangkuti: Ayunan Politik Presiden Prabowo Lebih banyak ke Megawati

Ray Rangkuti: Ayunan Politik Presiden Prabowo Lebih banyak ke Megawati

Ray Rangkuti: Ayunan Politik Presiden Prabowo Lebih banyak ke Megawati

August 14, 2025
Ray Rangkuti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Ray Rangkuti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

JakartaPengamat Politik Ray Rangkuti menilai pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi bagi Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong sarat dengan sikap politik Presiden Prabowo Subianto saat ini. Menurut Ray, Prabowo saat ini semakin mendekat kepada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan kian renggang dengan Presiden ke-7 RI Joko Widodo.

“Sebagai contoh, karena lebih banyak ‘ayunannya’ ke Ibu Mega, kasus soal Tom Lembong dilepas, otomatis nama Pak Jokowi yang kena. Lalu soal Hasto lepas, otomatis Pak Jokowi yang kena,” ujar Ray saat berbincang dengan Eddy Wijaya dalam podcast EdShareOn yang tayang pada Rabu, 13 Agustus 2025.

Ray Rangkuti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Ray Rangkuti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Ray menjelaskan Hasto adalah orang kepercayaan Megawati Soekarnoputri yang dulu sempat menjabat sebagai sekretaris jenderal PDIP. Sementara Tom Lembong merupakan mantan co-Captain Tim Pemenangan Anies Baswedan dalam Pilpres 2024. Baik Hasto maupun Tom kerap mengkritik sikap politik Jokowi.  “Dua orang ini boleh disebut mewakili 2 kekuatan oposisi. Hasto oposisi formal di legislatif lewat PDI Perjuangan, Tom Lembong oposisi non formal dari Anies Baswedan yang dikenal sebagai Anak Abah,” katanya.

Hasto Kristiyanto divonis 3,5 tahun penjara dalam kasus suap Penggantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI. Sementara Tom Lembong divonis 4,5 tahun penjara dalam kasus korupsi impor gula pasir saat menjabat Menteri Perdagangan periode 2015 – 2016. Namun keduanya dilepaskan dari hukuman setelah Presiden Prabowo memberikan amnesti kepada Hasto dan abolisi kepada Tom pada 1 Agustus lalu.

Menurut Ray pemberian amnesti dan abolisi tersebut memiliki dampak cukup luas baik pada hubungan Prabowo dengan Jokowi serta perpolitikan menjelang Pilpres 2029. Ray menduga Presiden Prabowo akan menggandeng PDIP dan kemungkinan meninggalkan Gibran Rakabuming Raka yang merupakan anak sulung Jokowi jelang Pilpres.

Ray Rangkuti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Ray Rangkuti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

“Besar dugaan saya, Gibran tidak lagi diajak Prabowo sebagai calon wakil presiden untuk 2029. Mengapa nggak diajak? Karena terlalu kecil backup politik Gibran yang tidak berpartai sampai sekarang,” katanya. “Bahkan saya punya dugaan nih, mungkin Puan (Puan Maharani, anak Megawati) yang akan dipasangkan dengan Pak Prabowo,” ujarnya menambahkan.

Pendiri Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkar Madani (LIMA) memprediksi hal itu sejak pertemuan Presiden Prabowo dengan Megawati pada 7 April lalu. “Saya sudah ingatkan dari awal, begitu Ibu Mega bertemu dengan Pak Prabowo, akan ada sinyal Pak Prabowo merapat ke Ibu Mega, yang otomatis akan meninggalkan Pak Jokowi,” ujar lulusan Fakultas Ushuluddin Program Studi Aqidah Filsafat Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa. Ia juga aktif di bidang olahraga dengan menjabat Ketua Harian Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Pacu dan juga pernah menjabat Wakil Ketua Umum Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Jakarta Timur. Gagasan- gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”.

Tags : #EdShareOn #RayRangkuti #siapaeddywijaya #sosokeddywijaya #profileeddywijaya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)