Hafid Abbas, Mengupas Ketidakadilan dan Penanganan Terorisme

Hafid Abbas, Mengupas Ketidakadilan dan Penanganan Terorisme

Hafid Abbas, Mengupas Ketidakadilan dan Penanganan Terorisme

November 20, 2024
Hafid Abbas saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Hafid Abbas. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Wawancara mendalam antara Eddy Wijaya di podcast EdShareOn dengan Hafid Abbas, mantan anggota Komnas HAM, mengungkap sudut pandang baru tentang hubungan antara penanganan terorisme dan isu ketidakadilan di Indonesia. Hafid menyoroti bahwa akar masalah utama di Indonesia bukan sekadar radikalisme agama, tetapi ketidakadilan yang memicu perlawanan. Misalnya kasus Siyono yang menunjukkan pelanggaran HAM dalam penanganan terduga teroris, dengan kematian akibat dugaan penyiksaan.

Menurut Hafid, ketidakadilan sering kali bermula dari konflik kepemilikan tanah atau penggusuran. Ia menegaskan, tindakan represif terhadap terduga teroris tanpa proses hukum hanya memperburuk situasi. Mengatasi masalah ini, Hafid menyarankan penerapan nilai-nilai Pancasila yang lebih manusiawi, di mana pemerintah dan masyarakat bekerja bersama.

Hafid Abbas saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Hafid Abbas saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Eddy Wijaya menyoroti dilema soal apakah tindakan tegas terhadap teroris yang telah merugikan banyak nyawa tidak sejalan dengan hak asasi manusia. Hafid menjelaskan bahwa HAM tetap harus dijaga, bahkan dalam menangani kejahatan berat, karena pelanggaran justru menimbulkan ketidakpercayaan publik.

Selain itu, Hafid Abbas mengkritik sistem ekonomi yang tidak adil, di mana masyarakat lokal kehilangan akses ke tanah dan sumber daya akibat eksploitasi besar-besaran. Solusi yang diusulkan adalah memastikan keseimbangan antara investasi pengusaha dan hak masyarakat lokal, termasuk memberikan akses pendidikan dan pekerjaan yang layak.

Tags :

Recent Posts

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
BPOM Harusnya Berbentuk Lembaga Bukan Kementerian

BPOM Harusnya Berbentuk Lembaga Bukan Kementerian

BPOM Harusnya Berbentuk Lembaga Bukan Kementerian

November 14, 2024
Penny S. Lukito saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Penny S. Lukito. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTAKepada Eddy Wijaya, Penny Kusumastuti Lukito menegaskan status Badan POM harus berbentuk lembaga. Hal itu untuk menjaga kemandirian Badan POM dalam tugas dan fungsinya. “Aspek kemandirian itu, ya, ada di posisi dia (Badan POM). Sehingga, kalau saya melihat Badan POM harus sebagai lembaga, bukan kementerian,” ujarnya.

Perempuan kelahiran Jakarta, 9 November 1963 itu menjelaskan, Badan POM yang berstatus sebagai lembaga bakal dipimpin oleh seorang yang kompeten dan profesional. Berbeda bila berstatus kementerian yang pemimpinnya berasal dari kalangan yang bisa bersentuhan dengan wilayah politik. “Itu karena kementerian ada di tataran kebijakan dan regulasi. Kalau lembaga itu ada di tataran teknis, ada standar-standar yang harus dipertahankan, yakni berdasarkan scientific dan sebagainya,” ucap Penny.

Penny S. Lukito saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Penny S. Lukito saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Oleh karena itu, Penny berharap status kelembagaan Badan POM bisa dikukuhkan dalam peraturan turunan dalam Undang Undang Kesehatan. “Sekarang perlu aturan turunan untuk memastikan kelembagaan Badan POM yang mandiri, tidak dicampuri, diintervensi sekelompok orang,” katanya.

Penny berharap kelembagaan yang lebih kuat membuat Badan POM terus menjaga integritasnya sebagai pelayanan publik di bidang pengawasan obat dan makanan. Ia mengaku terus mendorong hal tersebut sejak menjadi kepala Badan POM.

Penny S. Lukito saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Penny S. Lukito saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

“Sudah menjadi tugas saya untuk selalu menegakkan aturan dengan sebaik-baiknya selama tujuh setengah tahun (Menjadi Kepala Badan POM) dengan membangun, menjaga kredibilitas institusi ini sebagai pengawas obat dan makanan. Kemudian memberi izin, mengedukasi, dan mendampingi dunia usaha untuk meyakinkan bahwa produk obat dan makanan yang diproduksi, diedarkan, serta dikonsumsi oleh masyarakat adalah yang aman dan berkualitas,” ucapnya.

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa. Gagasan-gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”.

Tags : #EdShareOn #PennyLukito #PrabowoSubianto #siapaeddywijaya #sosokeddywijaya #profileeddywijaya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Penny S. Lukito: Dukung Penguatan Badan POM Agar Bebas Godaan

Penny S. Lukito: Dukung Penguatan Badan POM Agar Bebas Godaan

Penny S. Lukito: Dukung Penguatan Badan POM Agar Bebas Godaan

November 13, 2024
Penny S. Lukito saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Penny S. Lukito. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTAPerencana Ahli Utama Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Penny Kusumastuti Lukito menekankan pentingnya Pemerintah memberikan dukungan penuh untuk menguatkan Badan POM dalam tugas dan fungsinya. Dukungan tersebut bertujuan agar kualitas produk obat dan makanan tetap terjaga dan aman dikonsumsi masyarakat.

“Ke depan tentunya aspek kemandirian Badan POM harus terus dijaga kredibilitas secara bersama. Harapan saya mudah-mudahan hal itu selalu menjadi prioritas pemerintah. Dan saya percaya sekali, harapan itu ada di pemerintahan yang baru ini (Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka), lebih kuat lagi untuk menjaga Badan POM, menjaga negeri ini,” kata Penny dalam podcast EdShareOn bersama host Eddy Wijaya, yang tayang pada Rabu, 13 November 2024.

Penny S. Lukito saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Penny S. Lukito saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Kepala Badan POM periode 2016 – 2023 itu mengatakan, penguatan Badan POM penting dilakukan karena mempunyai tugas dan fungsi yang sangat luas dalam mengawasi peredaran obat dan makanan, mulai dari sebelum dan setelah diizinkan beredar, hingga penindakan bila produk obat dan makanan itu menyalahi aturan. Kewenangan yang sangat luas itu, Penny melanjutkan, rentan terhadap intervensi dari pihak lain.

“Badan POM harus punya satu tolak ukur yang membuat kita teguh dalam memegang berbagai hantaman interest dari semua pihak. Apalagi yang berbau kapital, komersial, ya. Sangat sensitif kita. Badan POM akan sangat berhadapan dengan godaan-godaan seperti itu,” ucap alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) tersebut.

Penny S. Lukito saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Penny S. Lukito saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Menurut Penny, dukungan pemerintah yang diharapkan terhadap Badan POM yakni pengambilan keputusan yang tidak berpihak kepada pengusaha atau sekelompok elite. Sehingga pengusaha terdorong untuk menghasilkan produk obat dan makan yang aman dan berkualitas, serta memiliki daya saing baik di dalam maupun di luar negeri.

“Seorang pimpinan harus punya keberanian untuk mengambil risiko; bahwa dia akan mengambil langkah yang mungkin tidak populer oleh sekelompok elite yang memberikan tekanan. Dia berpihak pada masyarakat dengan keteguhan data, berpihak pada science,” katanya.

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa. Gagasan-gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”.

Tags : #EdShareOn #PennyLukito #PrabowoSubianto #siapaeddywijaya #sosokeddywijaya #profileeddywijaya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Hafid Abbas, Potret Penegakan HAM di Indonesia

Hafid Abbas, Potret Penegakan HAM di Indonesia

Hafid Abbas, Potret Penegakan HAM di Indonesia

November 12, 2024
Hafid Abbas saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Hafid Abbas. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia merupakan isu yang kompleks dan dinamis. Dalam sebuah wawancara di podcast EdShareOn, Eddy Wijaya berbincang dengan mantan Ketua Komnas HAM, Prof. Hafid Abbas, yang mengungkapkan berbagai tantangan dan kenyataan penegakan HAM yang masih terjadi di tanah air. Sebagai sosok yang pernah memimpin Komnas HAM dan aktif di PBB, Hafid Abbas memiliki pengalaman mendalam mengenai isu-isu ini.

Prof. Hafid menjelaskan bahwa selama bertugas di Komnas HAM, jumlah pengaduan masyarakat sangat tinggi, mencapai 10.000 pengaduan setiap tahunnya. Tiga pihak yang sering dianggap masyarakat paling bermasalah adalah aparat kepolisian, pengusaha, dan pemerintah daerah. Masyarakat merasa hak-hak mereka sering kali terabaikan dan mengalami intimidasi akibat berbagai tindakan dari ketiga aktor ini, terutama terkait konflik kepemilikan tanah dan hilangnya rasa aman.

Hafid Abbas saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Hafid Abbas saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Lebih lanjut, Prof. Hafid menyebut bahwa ketidakadilan ini banyak terjadi karena biaya politik yang tinggi, di mana pejabat daerah harus mengeluarkan dana besar untuk memenangkan pemilihan. Biaya tinggi ini mendorong sejumlah pejabat untuk memberi izin tambang dan perkebunan yang mengakibatkan konflik lahan dengan masyarakat setempat, seperti yang terjadi di Pulau Rempang. Dalam kasus ini, masyarakat sering merasa tidak punya pilihan selain mengadukan ke Komnas HAM karena merasa tidak didengar.

Dalam wawancara tersebut, Eddy Wijaya juga menanyakan solusi untuk isu ini. Prof. Hafid mengungkapkan bahwa perubahan sistem diperlukan agar rakyat tidak merasa diabaikan. Salah satu solusi yang diusulkan adalah pembagian aset yang lebih adil, di mana kelas bawah menerima lebih banyak dukungan dibanding kelas menengah dan atas. Ia menekankan bahwa pendekatan baru ini merupakan bagian dari tren global, yakni dari keamanan negara ke keamanan manusia.

Hafid Abbas saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Hafid Abbas saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Selain itu, Prof. Hafid menyoroti bahwa penggusuran harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan memenuhi persyaratan HAM. Tidak boleh ada kekerasan, intimidasi, atau penggusuran saat musim ujian atau pada hari-hari penting. Hal ini mencerminkan bahwa penghormatan terhadap martabat manusia tetap menjadi prioritas dalam pembangunan negara.

Tags :

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Oegroseno, Peran Polisi dalam Menjaga Keamanan

Oegroseno, Peran Polisi dalam Menjaga Keamanan

Oegroseno, Peran Polisi dalam Menjaga Keamanan

November 7, 2024
Oegroseno saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Oegroseno. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Dalam wawancara terbaru di podcast EdShareOn, Eddy Wijaya berbincang dengan Oegroseno, mantan Wakapolri, tentang berbagai isu terkait kinerja kepolisian, khususnya dalam menangani kekerasan massa. Dari data yang disampaikan, sepanjang 2022 hingga 2023 ada 622 kasus kekerasan yang diduga melibatkan polisi, menurun sedikit dari tahun sebelumnya yang mencapai 651 kasus. Meski menurun, angka ini masih cukup tinggi dan menimbulkan pertanyaan besar soal efektivitas penanganan.

Oegroseno menyoroti pentingnya revisi struktur dan peran satuan-satuan polisi yang berwenang. Ia menjelaskan bahwa dulu peran Sabhara bersifat preventif dengan fokus patroli ringan, namun saat ini fungsinya makin beragam, termasuk menghadapi huru-hara. Ia mengusulkan agar Sabhara tetap pada perannya yang tidak dilengkapi alat berat, dan satuan lain seperti Brimob dapat melakukan intervensi bila eskalasi meningkat.

Oegroseno saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Oegroseno saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Lebih lanjut, Oegroseno menjelaskan skenario simulasi penanganan massa. Menurutnya, tahap pertama cukup dihadiri oleh Sabhara, sementara Brimob dapat bersiap di sekitar lokasi jika diperlukan. Ketika situasi memanas, Brimob akan turun dengan prosedur yang jelas, mulai dari memberi peringatan hingga tindakan paksa jika massa melanggar hukum. Eddy Wijaya sepakat bahwa tahapan ini dapat meminimalisasi bentrokan dan memperkuat kesan positif polisi di mata masyarakat.

Mengenai kehadiran polisi wanita (polwan) dalam pengamanan, Oegroseno menganggap bahwa peran mereka harus lebih fokus pada pendekatan komunikasi, bukan fisik. Eddy menanggapi bahwa kehadiran polwan sebenarnya penting sebagai penengah, tetapi memang cara pendekatannya perlu ditingkatkan agar sesuai dengan tugas kepolisian sebagai pelindung.

Oegroseno saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Oegroseno saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Dalam penutup diskusi, Oegroseno menekankan bahwa tugas utama polisi adalah melindungi dan mengayomi masyarakat, tanpa harus menciptakan ketegangan yang tak perlu. Kehadiran polisi seharusnya memberi rasa aman kepada siapa saja, termasuk masyarakat biasa. Eddy berharap dengan peningkatan sistem dan prosedur yang tepat, citra kepolisian bisa semakin baik.

Tags :

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Oegroseno Mengupas Kasus Vina Cirebon

Oegroseno Mengupas Kasus Vina Cirebon

Oegroseno Mengupas Kasus Vina Cirebon

November 7, 2024
Oegroseno saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Oegroseno. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Di podcast EdShareOn, Eddy Wijaya membahas kasus Vina Cirebon bersama Oegroseno, seorang Purnawirawan perwira tinggi Polri yang memiliki komitmen kuat pada penegakan hukum. Dalam diskusi ini, Oegroseno menyoroti beberapa kejanggalan dalam penanganan kasus yang dianggap melanggar kode etik dan prosedur standar investigasi. Ia menekankan bahwa keadilan harus ditegakkan secara profesional agar tidak ada pihak yang dirugikan akibat salah prosedur.

Oegroseno menjelaskan bahwa kasus ini awalnya dianggap sebagai kecelakaan lalu lintas biasa, namun beralih menjadi kasus dugaan pembunuhan tanpa ada bukti konkret yang mendukung. Menurutnya, penanganan kasus tersebut seharusnya dipimpin oleh unit reserse umum, bukan oleh seorang yang bertugas dari bagian narkotika yang juga memiliki keterlibatan emosional karena korban adalah anaknya. Hal ini membuka perdebatan mengenai netralitas dan profesionalisme dalam menangani kasus sensitif.

Oegroseno saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Oegroseno saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Eddy Wijaya juga mempertanyakan bukti-bukti yang dipakai untuk menetapkan tersangka. Oegroseno menyebut bahwa barang-barang seperti botol, bambu, dan batu yang ditemukan di tempat kejadian, tidak mengandung bukti konkret seperti darah, yang bisa mengaitkannya dengan tindak kriminal. “Barang bukti yang tidak relevan hanya akan memperkeruh fakta sebenarnya,” ungkap Oegroseno.

Eddy Wijaya juga mengangkat isu penangkapan delapan orang terduga pelaku yang kemungkinan adalah korban salah tangkap. Oegroseno setuju bahwa tindakan tersebut kurang mempertimbangkan bukti dan lebih berdasar pada asumsi. Kasus ini seharusnya, menurut Oegroseno, ditangani dengan investigasi ilmiah seperti scientific crime investigation agar hasilnya benar-benar adil.

Oegroseno saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Oegroseno saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Oegroseno merekomendasikan adanya kajian ulang di pengadilan untuk memastikan keadilan bagi pihak yang salah dituduh. Ia menyarankan agar para terdakwa mendapatkan rehabilitasi dan kompensasi yang layak apabila terbukti tidak bersalah. Eddy setuju bahwa ini penting untuk mengembalikan nama baik mereka serta memberikan dukungan finansial bagi mereka untuk kembali ke masyarakat.

Tags :

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Pieter: TNI, Polri & Kejaksaan Dinaungi Menko Polkam itu Gebrakan Pak Prabowo

Pieter: TNI, Polri & Kejaksaan Dinaungi Menko Polkam itu Gebrakan Pak Prabowo

Pieter: TNI, Polri & Kejaksaan Dinaungi Menko Polkam itu Gebrakan Pak Prabowo

November 6, 2024
Pieter C. Zulkifli saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Pieter C. Zulkifli. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Mantan Ketua Komisi III, DPR RI, Dr. Pieter C. Zulkifli Simabuea, S.H., M.H. mengatakan salah satu tantangan pemberantasan korupsi adalah lembaga negara yang memiliki kewenangan yang besar atau kerap disebut lembaga superbody. “Lembaga yang dibentuk pemerintah kita tidak boleh mengabaikan temuan-temuan para ahli seperti Lord Acton (Sejarawan Inggris abad 19). Tidak boleh ada lembaga yang superbody, tidak boleh ada lembaga yang sangat kuat, tidak boleh ada lembaga yang menjadi alat kekuasaan, tidak boleh itu terjadi lagi,” ujar Pieter dalam podcast EdShareOn bersama host Eddy Wijaya, yang tayang pada Rabu, 6 November 2024.

Pengamat politik dan hukum yang pernah menjadi petinggi PDI Perjuangan dan Partai Demokrat ini menjelaskan, lembaga negara yang diberi kewenangan besar akan cenderung dimanfaatkan para elitnya untuk melakukan tindak kejahatan seperti korupsi. “Kekuasaan itu memiliki kecenderungan korup. Kekuasaan yang mutlak itu apalagi. Dia akan lebih besar menyalahgunakan kekuasaan itu sendiri. Kekuasaan menuntut orang lain melakukan hal yang baik, tapi (sayangnya) kekuasaan tersebut tidak menjalankannya. Itu banyak terjadi di negara kita,” ucap Pieter.

Pieter C. Zulkifli saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Pieter C. Zulkifli saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Oleh karenanya, Pieter mengapresiasi kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang mengubah nomenklatur sejumlah lembaga negara yang memiliki kewenangan besar seperti TNI, Polri, dan Kejaksaan. Ketiga lembaga tersebut kini di bawah naungan Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam) yang kini dipimpin oleh Jenderal (Purn) Budi Gunawan.

Perubahan nomenklatur tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 139 Tahun 2024 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara Kabinet Merah Putih periode 2024-2029. “Menurut saya ini sesuatu yang luar biasa. Ini salah satu gebrakan pak Prabowo; bahwa beliau memberikan tugas yang cukup berat kepada Menko Polkam,” kata Pieter.

Pieter C. Zulkifli saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Pieter C. Zulkifli saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Kendati demikian, pria kelahiran Surabaya, 27 April 1967 itu menyatakan tantangan lain yang perlu diantisipasi Prabowo adalah pejabat negara yang terjerat kasus korupsi. “Banyak sekali elit kita yang tersandera kasus-kasus korupsi. Tapi, siapapun orang yang dipilih di sebuah lembaga yang sangat kuat misalnya. Kembali bagaimana sistem itu berjalan. Semua (kembali pada) presiden,” ujar Pieter.

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa. Gagasan-gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”.

Tags : #EdShareOn #PieterCZulkilfi #PrabowoSubianto #siapaeddywijaya #sosokeddywijaya #profileeddywijaya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Harli Siregar Mengungkap Korupsi di Balik Kasus PT Timah

Harli Siregar Mengungkap Korupsi di Balik Kasus PT Timah

Harli Siregar Mengungkap Korupsi di Balik Kasus PT Timah

October 31, 2024
Harli Siregar saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Harli Siregar. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Dalam sebuah wawancara eksklusif di podcast EdShareOn, Eddy Wijaya berbincang dengan Harli Siregar mengenai isu korupsi di tanah air, khususnya kasus PT Timah dan dugaan keterlibatan beberapa perusahaan sawit besar dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU). Wawancara ini memberikan pandangan mendalam tentang peran penegak hukum dan pentingnya transparansi dalam menghadapi kasus-kasus besar. Dengan pendekatan yang jujur, mereka membahas peran aktor intelektual dan tantangan yang dihadapi dalam menegakkan hukum di Indonesia.

Eddy memulai diskusi dengan mengangkat pernyataan Boyamin Saiman dari MAKI yang menyebut adanya ‘aktor intelektual’ yang belum tersentuh dalam kasus PT Timah. Harli Siregar menjelaskan bahwa dalam penegakan hukum, setiap tuduhan harus didasarkan pada bukti kuat dan tidak boleh mengandalkan asumsi semata. Menurut Harli, asumsi atau persepsi publik sering kali bisa menimbulkan kesalahpahaman. Prinsip utama dalam penegakan hukum adalah keadilan dan kepastian. Dan ini memerlukan bukti permulaan yang cukup untuk bisa menindak pihak yang diduga terlibat.

Harli Siregar saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Harli Siregar saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Masalah dugaan pengawasan terhadap pejabat kejaksaan juga turut dibahas. Eddy bertanya tentang isu pengawasan yang dilakukan oleh Densus 88 terhadap Jampidsus dalam menangani kasus besar, namun Harli menanggapinya dengan bijak. Ia menegaskan bahwa penegakan hukum harus tetap berjalan dan fokus pada pembuktian, tanpa terpengaruh oleh berbagai persepsi publik yang mungkin berkembang. Menurutnya, tugas kejaksaan adalah menjalankan hukum secara profesional tanpa terjebak oleh opini yang bisa mengganggu proses hukum itu sendiri.

Dalam diskusi yang lebih mendalam, Eddy dan Harli juga menyinggung tentang kasus besar PT Duta Palma Group yang melibatkan dana hingga 450 miliar rupiah. Harli menjelaskan proses penyelidikan yang dilakukan oleh kejaksaan yang menunjukkan dedikasi dan keberanian tinggi. Dana besar tersebut berhasil terungkap melalui investigasi cermat oleh penyidik Jampidsus, yang menunjukkan kemampuan kejaksaan dalam menelusuri aset-aset ilegal, baik dalam bentuk rekening bank maupun uang tunai yang disembunyikan. Eddy mengapresiasi kemampuan penyidik dalam mengungkap detail kasus, dan Harli menekankan pentingnya ketelitian dan kerja keras dalam setiap langkah hukum.

Harli Siregar saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Harli Siregar saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Selain itu, Harli memberikan apresiasi atas kerja keras Jaksa Agung saat ini, Burhanudin, yang dinilai telah memberikan kontribusi besar dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Menurutnya, keputusan untuk memilih Jaksa Agung baru haruslah didasarkan pada profesionalitas dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik, seperti yang disyaratkan dalam putusan MK Nomor 6 Tahun 2024. Dengan mengutamakan integritas dan profesionalisme, siapapun Jaksa Agung yang akan terpilih nantinya diharapkan mampu melanjutkan kinerja yang sudah dicapai.

Eddy Wijaya juga menyoroti pentingnya kolaborasi antara publik dan institusi penegak hukum dalam pemberantasan korupsi. Harli menambahkan bahwa partisipasi masyarakat dalam menyampaikan informasi atau bukti bisa memperkuat upaya penegakan hukum. Kolaborasi ini sangat dibutuhkan untuk mencapai hasil yang lebih baik dalam mengatasi kasus-kasus korupsi yang kompleks.

Tags :

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Oegroseno Ungkap Cara Memperbaiki Citra Kepolisian

Oegroseno Ungkap Cara Memperbaiki Citra Kepolisian

Oegroseno Ungkap Cara Memperbaiki Citra Kepolisian

October 31, 2024
Oegroseno saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Oegroseno. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Dalam sebuah wawancara eksklusif di EdShareOn, Eddy Wijaya bersama mantan Wakil Kepala Polri, Oegroseno, membahas pandangan mengenai citra polisi di mata masyarakat dan peran penting pelayanan publik yang humanis dalam meraih kembali kepercayaan publik. Eddy membuka wawancara dengan mengutarakan fakta bahwa citra kepolisian di masyarakat saat ini cenderung menurun, yang didasari oleh sejumlah praktik di lapangan yang bertentangan dengan prinsip dasar kepolisian yang seharusnya mengayomi.

Oegroseno menjelaskan bahwa salah satu yang perlu dibenahi dari pelayanan kepolisian adalah menghilangkan kebijakan tambahan biaya yang dikenakan kepada masyarakat. Mulai dari parkir hingga pengurusan SIM, masyarakat yang datang untuk mendapatkan pelayanan sering kali dikenakan biaya parkir atau biaya tambahan lainnya. Menurut Oegroseno, “Salah satu aspek yang paling dasar dalam pelayanan publik adalah memberikan kenyamanan bagi masyarakat, tanpa ada beban tambahan.”

Oegroseno saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Oegroseno saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Selain itu, Oegroseno menyoroti perlunya sikap kepolisian yang lebih persuasif dalam menangani situasi konflik, seperti peristiwa tawuran atau kerusuhan. Menurutnya, pendekatan represif yang menggunakan senjata atau kendaraan berisirine malah sering membuat masyarakat merasa cemas dan tidak nyaman. Ia berpendapat bahwa polisi bisa mengambil langkah lebih damai, seperti memakai pengeras suara dan mengedepankan himbauan terlebih dahulu sebelum mengambil tindakan lebih lanjut. “Memprioritaskan keselamatan warga di sekitar, bahkan pelaku kriminal sekalipun, adalah bagian dari tugas polisi untuk melindungi nyawa manusia,” ujar Oegroseno.

Menanggapi berbagai insiden yang berakhir dengan korban jiwa, Eddy bertanya mengenai standar operasional prosedur (SOP) yang ideal dalam menghadapi kerusuhan. Oegroseno menjelaskan bahwa polisi seharusnya menggunakan pendekatan yang lebih humanis. Ia mencontohkan pengalaman pelatihannya di Amerika Serikat, di mana tujuan utama polisi adalah menyelamatkan semua nyawa di lokasi, baik dari pelaku maupun korban. “Keberhasilan polisi adalah saat masyarakat merasa aman dengan kehadiran polisi, bukan takut,” katanya.

Oegroseno saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Oegroseno saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Eddy Wijaya juga menyinggung kebiasaan penggunaan sirene yang berlebihan, yang sering kali memicu kepanikan di masyarakat. Oegroseno mengakui bahwa kebisingan sirene bisa menimbulkan kegelisahan dan kericuhan. Ia menyarankan adanya peraturan khusus yang mengatur penggunaan sirene oleh aparat untuk menghindari situasi yang tidak diinginkan dan menjaga ketenangan di masyarakat.

Pendekatan humanis ini, menurut Oegroseno, harus dikembalikan kepada seluruh polisi sebagai tugas pokok, agar masyarakat melihat polisi sebagai mitra yang siap membantu tanpa rasa takut. Ia bahkan mengatakan bahwa pada masa lalu, polisi sering dipandang sebagai sosok menakutkan, tetapi saat ini peran mereka harus lebih seperti seorang sahabat bagi masyarakat. Di akhir wawancara, Eddy menyoroti pentingnya menjaga citra polisi agar tetap positif, dan bagaimana kepercayaan publik terhadap kepolisian harus dibangun kembali melalui reformasi yang komprehensif.

Tags :

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Hafid Abbas: Pemicu Terorisme adalah Ketidakadilan

Hafid Abbas: Pemicu Terorisme adalah Ketidakadilan

Hafid Abbas: Pemicu Terorisme adalah Ketidakadilan

October 30, 2024
Hafid Abbas saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Hafid Abbas. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTAMantan Ketua Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Hafid Abbas mengungkapkan pemicu munculnya aksi terorisme di Indonesia akarnya adalah ketidakadilan. Sejumlah kasus seperti penggusuran rumah warga, pengambilalihan lahan oleh pengusaha yang didukung pemerintah, membuat sebagian masyarakat mengambil tindakan di luar kewajaran.

“Gimana misalnya orang diambil tanahnya di pulau, digusur, kalau dia keberatan lalu disebut teroris? Itu bukan teroris. Dia radikal karena diperlakukan tidak adil. Jadi hampir semua kasus-kasus seperti itu, akarnya ketidakadilan,” ujar Hafid kepada host Eddy Wijaya dalam podcast EdShareOn yang tayang pada Rabu, 30 Oktober 2024.

Hafid Abbas saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Hafid Abbas saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Pria kelahiran Bone, Sulawesi Selatan, 27 Agustus 1957 itu mencontohkan kebijakan Pemerintah DKI Jakarta yang menggusur permukiman warga di Kalijodo, Jakarta Utara, pada 2016. Kala itu warga melapor kepada Komnas HAM karena merasa tidak mendapatkan keadilan dari kebijakan tersebut.

“Dia (Pelapor) mau bunuh diri. Karena sudah renovasi rumahnya. Sejak 1957 rumahnya punya sertifikat. Dia pinjam ke bank, tiba-tiba digusur. Jadi merasa tidak ada lagi artinya hidup. Kalau dia punya bom, dia bom semua orang. Itu tidak bisa dikatakan teroris,” ucap Hafid. “Makanya, perlu menghadirkan Pancasila pada negara yang ber-Pancasila ini,” ucapnya menambahkan.

Hafid Abbas saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Hafid Abbas saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Hafid lantas merunut asal mula isu terorisme. Menurutnya, isu terorisme berkaitan dengan isu Islamophobia yang diciptakan Amerika Serikat untuk mendukung militansi Afganistan dalam perang dengan Uni Soviet sekitar 1979. Tujuannya, kata Hafid, agar Uni Soviet atau sekarang Rusia segera hengkang dari wilayah okupasinya di Afganistan. Oleh karenanya, Hafid menegaskan terorisme bukanlah isu agama. “(Karena) tidak ada agama yang mau (mengajarkan) bunuh diri,” ucapnya.

Kendati demikian, guru besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu tidak menampik penyebab terorisme yang terjadi di sejumlah negara karena paham maupun kelompok pemikiran seperti ISIS. “Tapi di Indonesia bukan itu penyebabnya, bukan. Tapi sekali lagi ketidakadilan,” katanya tegas.

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa. Gagasan-gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”.

Tags :

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)