EdShareOn

Todung Mulya Lubis, Kritik Putusan MK dan Pentingnya Sirkulasi Kekuasaan dalam Demokrasi

June 10, 2024
Todung Mulya Lubis Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Todung Mulya Lubis. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Dalam sebuah episode terbaru podcast EdShareOn, Todung Mulya Lubis berbincang dengan Eddy Wijaya mengenai berbagai isu, termasuk putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pilpres 2024 dan pandangannya sebagai kuasa hukum pasangan calon nomor tiga, Ganjar-Mahfud. Todung juga menyoroti pentingnya sirkulasi kekuasaan dan menyinggung aspek penegakan hukum di Indonesia.

Todung Mulya Lubis menjelaskan latar belakangnya memilih bergabung sebagai tim hukum untuk pasangan Ganjar-Mahfud. “Saya percaya demokrasi itu salah satu karakteristiknya adalah sirkulasi kekuasaan,” ujar Todung. Ia menekankan bahwa tidak boleh ada yang menjabat seumur hidup, sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang membatasi masa jabatan presiden hingga dua periode. “Jokowi sudah dua kali dan sebetulnya pernah ada gagasan untuk tiga periode. Nah itu sudah menyalahi aturan,” tambahnya.

Todung Mulya Lubis Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Todung Mulya Lubis Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Todung juga menyampaikan pandangannya terhadap pemberitaan media terkait gagasan tiga periode masa jabatan presiden. “Media bisa aja bicara seperti itu tapi kan kita juga kan membaca apa yang ditulis di balik tulisan itu,” jelasnya. Ia mengingatkan pentingnya membaca dengan kritis dan memahami konteks di balik pemberitaan.

Lebih lanjut, Todung mengkritik penyaluran Bantuan Sosial (Bansos) yang dianggapnya dilakukan secara masif menjelang pemilihan dan di wilayah-wilayah yang menjadi kantong suara tertentu. “Bansos itu semua ada dalam undang-undang ada dalam APBN tapi kenapa penyalurannya seolah-olah dibuat semasif mungkin menjelang pencoblosan,” ujar Todung, menyoroti bahwa hal ini bisa mempengaruhi independensi pemilih.

Selain sebagai advokat, Todung Mulya Lubis juga dikenal sebagai penyair dan novelis. “Kalau puisi saya sudah lama sejak saya SMP,” katanya. Novel pertama yang ditulisnya di Norwegia menjadi salah satu capaian yang membanggakan dalam hidupnya. Todung mengungkapkan bahwa novel-novelnya terinspirasi oleh pengalaman pribadinya sebagai advokat dan terpengaruh oleh karya John Grisham, seorang novelis terkenal dengan latar belakang hukum.

Todung Mulya Lubis Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Todung Mulya Lubis Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Dalam wawancara tersebut, Todung juga membahas perbedaan antara teori hukum yang diajarkan di fakultas hukum dan praktik penegakan hukum di lapangan. Ia mengungkapkan kekecewaannya terhadap ketidakadilan dalam sistem hukum Indonesia. “Penegakan hukum itu di lapangan beda dengan apa yang dibaca di buku-buku hukum,” ujarnya.

Todung memberikan contoh bagaimana ketidakadilan sering kali terjadi, di mana orang-orang miskin dihukum lebih berat dibandingkan dengan koruptor yang mencuri uang negara. “Kalau beginilah saya kasih contoh, ada orang tua hidup ya di dekat hutan, kerjaannya tuh mencari kayu bakar di hutan. Hutan itu bukan milik dia, hutan itu hutan rakyat hutan milik negara. Nah itu turun temurun dilakukan dan tidak pernah dihukum. Nah ketika hutan itu diberikan HGU untuk satu perusahaan sawit. Dia kehilangan mata pencarian dan ketika dia mengambil kayu bakar dia ditangkap,” katanya.

Tags :

Recent Posts

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)