Tia Mariatul Kibtiah saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Jakarta – Dosen Hubungan Internasional (HI) Universitas Bina Nusantara (BINUS), Tia Mariatul Kibtiah menilai pujian Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap pidato Presiden Prabowo Subianto di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) harus direspons dengan bangga. Sebab Trump adalah sosok pemimpin dunia yang jarang memuji orang.
“Trump itu gaya bicaranya sembarangan, mengintimidasi, dan menghina orang,” ujar Tia Maria saat berbincang dengan Eddy Wijaya dalam podcast EdShareOn yang tayang pada Rabu, 1 Oktober 2025.” Jadi dengan pujian itu kita senang dan bangga secara langsung,” ucap Tia menambahkan.
Pujian Presiden Trump terhadap Presiden Prabowo itu terkait dengan pidatonya tentang solusi perdamaian untuk Palestina di Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat, Selasa, 23 September 2025. Dalam pidato tersebut, Prabowo menegaskan kembali posisi Indonesia sebagai negara yang mendukung penuh kemerdekaan Palestina. Prabowo beberapa kali menghentakkan tangan ke meja podium sebagai bentuk keseriusan Indonesia mendorong kemerdekaan negeri yang kini porak-poranda akibat kekejaman Israel tersebut. “Pidato yang hebat. Anda melakukan pekerjaan yang sangat luar biasa dengan menghentakkan tangan di meja itu,” kata Trump ke Prabowo dikutip dari berbagai media usai pidato.
Lulusan doktoral Ilmu Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran Bandung itu juga menilai pujian Trump tidak mengandung sarkasme. Meskipun Trump juga membandingkan hentakan tangan Prabowo ke meja podium dengan di saat Prabowo marah. “Dia (Trump) bercanda, jadi Trump berkata kemungkinan kalau marah kayak gini ya (menghentak meja)” kata Tia menerangkan pernyataan Trump.
Tia Maria mengatakan, Trump memaklumi sikap Prabowo yang bersikap tegas pada pertemuan tingkat global tersebut. Sebab Prabowo juga harus menunjukkan perhatian pada harapan masyarakat Indonesia dalam menuntut kemerdekaan Palestina. “Saya melihatnya Trump itu tahu kondisi domestik politik Indonesia. Dan Trump juga tahu bahwa Presiden Prabowo melakukan itu (pidato menggebrak meja) untuk menenangkan (masyarakat) dalam negeri,” ujar Tia.
Ia juga menilai pidato Prabowo yang sangat baik tersebut juga sekaligus menampik kekhawatiran banyak pihak yang menduga akan terintimidasi dengan Trump. Hal tersebut banyak diprediksi oleh berbagai kalangan lantaran Prabowo mendapat giliran berpidato setelah Trump. “Apalagi dengan sembarangannya pertanyaan Trump itu justru secara tidak langsung memberikan keuntungan untuk Pak Prabowo yang konsisten pada isu Palestina-Israel,” ujarnya.
Dosen HI Universitas BINUS, Tia Mariatul Kibtiah menyatakan pembentukan dua negara atau Two-State Solution merupakan solusi yang paling rasional untuk mengakhiri perang antara Palestina dan Israel. Ia menilai solusi yang juga ditawarkan Presiden Prabowo tersebut harus segera direalisasikan agar genosida terhadap warga Palestina tidak berlarut.
“Itu paling realistis, dan kita juga harus menyatakan bahwa two-state solution itu kan dua negara, masa iya kita mengakui Palestina doang? nggak mungkin. Mau nggak mau, artinya dua-duanya sebagai tetangga (negara)” kata Tia Maria kepada Eddy Wijaya.
Perempuan kelahiran Karawang, 2 Juni 1978 itu menjelaskan, dunia juga harus mengakui keberadaan Israel sebagai suatu negara yang berdaulat. Karena tanpa pengakuan itu, Israel dapat melakukan genosida besar-besaran terhadap masyarakat Palestina. “Solusinya harus dipikirkan, kalau hanya satu negara Palestina, apa yang akan mereka lakukan, Israel-nya pergi, perginya bagaimana? Itu yang ada adalah genosidanya ditambah, nggak hanya di Gaza, ke Yerusalem, ke Ramala, dan sebagainya. Sekarang kan sudah mulai menyebar,” ujarnya.
Tia Maria juga mendesak agar PBB segera kembali menggodok peta atau batas-batas wilayah Palestina dan Israel, termasuk posisi Hamas dan Fatah dalam negara. “Harus didiskusikan dan saya pikir itu harus cepat, karena tidak boleh lagi ada pembunuhan masyarakat sipil yang terus menerus. Anak-anak terutama dan perempuan itu yang membuat kita berpikir, ini manusia apa bukan sih?” kata Tia Maria.
Kendati demikian, Tia Maria menjelaskan, tawaran solusi dua negara menemukan hambatan baik dari Palestina sendiri maupun negara-negara Islam seperti Iran dan Indonesia. Hambatan itu berupa pendapat yang menyatakan bahwa Palestina harus berdiri menjadi suatu negara tanpa Israel. “Indonesia harus mengakui Israel juga, dan itu harus diterima oleh semuanya,” ucapnya.
Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa. Ia juga aktif di bidang olahraga dengan menjabat Ketua Harian Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Pacu dan juga pernah menjabat Wakil Ketua Umum Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Jakarta Timur. Eddy juga menjabat sebagai Dewan Penasehat Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia, masa bakti 2022-2026. Gagasan-gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”.
Tags : #EdShareOn #TiaMariatulKibtiah #siapaeddywijaya #sosokeddywijaya #profileeddywijaya