EdShareOn

Tanggapan Hikmahanto Juwana dengan Sikap Prabowo yang Melunak terhadap Tiongkok

July 11, 2024
Hikmahanto Juwana Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Hikmahanto Juwana. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Dalam episode terbaru podcast EdShareOn, Eddy Wijaya mengundang pakar hukum internasional, Hikmahanto Juwana, untuk membahas perubahan sikap Prabowo Subianto terhadap Tiongkok serta tantangan geopolitik yang dihadapi Indonesia dalam menjaga keseimbangan hubungan dengan kekuatan besar dunia. Diskusi ini memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana kebijakan luar negeri dan pertahanan Indonesia dipengaruhi oleh dinamika internasional.

Hikmahanto Juwana menjelaskan bahwa Prabowo, yang pada pemilihan presiden 2014 dan 2019 bersikap tegas terhadap Tiongkok, kini menunjukkan pendekatan yang lebih melunak. “Dulu Pak Prabowo sangat anti terhadap Tiongkok karena khawatir kita bisa dikuasai oleh Tiongkok melalui hutang dan ketergantungan ekonomi,” jelas Hikmahanto. Namun, kini Prabowo tampak lebih membuka diri terhadap hubungan yang baik dengan semua negara, termasuk Tiongkok.

Hikmahanto Juwana Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Hikmahanto Juwana Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Menurut Hikmahanto, salah satu alasan utama ketegangan dengan Tiongkok adalah kekhawatiran bahwa negara-negara penerima hutang, seperti Indonesia, bisa dipaksa menerima tenaga kerja dan kontraktor dari Tiongkok. Ini menimbulkan kecemburuan di kalangan pekerja lokal. “Mereka lebih terampil dan efisien, tapi ini menimbulkan ketidakpuasan di negara-negara tempat mereka bekerja, termasuk Indonesia,” tambahnya.

Prabowo kini tampak mendekati kebijakan yang lebih seimbang, berusaha menjaga hubungan baik dengan Tiongkok di bidang ekonomi namun tetap mengutamakan hubungan pertahanan dengan Amerika Serikat. “Prabowo mungkin berpikir secara ekonomi kita bisa dekat dengan Tiongkok, tapi untuk pertahanan kita lebih baik dekat dengan Amerika,” ujar Hikmahanto.

Selain itu, Hikmahanto juga membahas tantangan dalam memperoleh Transfer of Technology (TOT) dari negara-negara maju. Meskipun TOT terlihat menguntungkan, negara-negara pemilik teknologi biasanya enggan memberikan teknologi mutakhir yang dapat membuat penerima menjadi pesaing di masa depan. “Kita harus merampas teknologi dan melakukan improvisasi, seperti yang dilakukan oleh Israel dan Jepang,” tegas Hikmahanto.

Hikmahanto Juwana Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Hikmahanto Juwana Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Dalam konteks hubungan diplomatik, Indonesia mengakui People’s Republic of China (PRC) dan bukan Republic of China (Taiwan). Hubungan dengan Taiwan hanya terbatas pada perdagangan melalui Kamar Dagang. “Indonesia tidak mengakui ROC dan hanya memiliki hubungan perdagangan dengan Taiwan,” jelas Hikmahanto.

Diskusi ini juga menyentuh bagaimana Tiongkok telah berkembang pesat dalam teknologi, bahkan melampaui Amerika Serikat dalam beberapa aspek. “Cina telah maju pesat dalam teknologi, termasuk industri pertahanan. Ini membuat Amerika Serikat khawatir,” ungkap Hikmahanto Juwana.

Tags :

Recent Posts

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)