Idrus Marham. (Foto: EdShareOn.com)
JAKARTA – Dalam percakapan di podcast EdShareOn dengan Eddy Wijaya, Idrus Marham, mantan Menteri Sosial Indonesia, menyoroti beragam isu politik yang sering menjadi perdebatan publik. Dalam diskusi tersebut, Idrus memberikan wawasan yang mendalam tentang hak angket dan dinamika politik yang berkembang.
Ketika ditanya tentang kemungkinan wacana hak angket sebagai alat bargaining politik, Idrus menegaskan bahwa pendekatan yang lebih bijaksana perlu diterapkan. “Tetapi untuk melakukan evaluasi, niatnya bagus, kemudian pikiran-pikiran juga seperti itu adalah bagaimana memformalkan gerakan-gerakan yang ada jangan di jalan tetapi melalui jalur politik jalur hukum niatnya,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti jalur yang panjang dan kompleks untuk memakzulkan seorang presiden melalui hak angket. “Ini kan prosesnya ada. Katakan ada persoalan, kemudian DPR membuat pernyataan pendapat lalu kemudian disampaikan kepada MK. Kemudian MK mengatakan iya, lalu dikembalikan lagi sampai kepada MPR. Ini berapa waktunya? Lama,” jelasnya.
Selain itu, Idrus Marham menekankan pentingnya menjaga suasana kebatinan dan menghindari aksi-reaksi yang tidak konstruktif dalam komunikasi politik. “Di dalam komunikasi politik, ada dua hal benar dan pener,” ujarnya. Tentang perannya dalam politik dan penawaran menjadi menteri, Idrus dengan bijak menolaknya, ia lebih memilih fokus pada kontribusi yang bisa diberikannya dalam partai. “Memang saya menghindari, gak usah untuk apa? gitu loh Pak Eddy,” katanya.
Meski menolak menjadi menteri, Idrus menyadari bahwa hidup manusia adalah tentang mengalir, dan takdir yang ditentukan oleh Allah. “Kita di dalam menjalani jalan hidup ini, kita harus selalu waspada. Kita selalu ini tetapi kalau ada apa-apa kejadian itu Itulah takdir yang tidak bisa kita oleh Allah dan semua ditentukan,” tutur Idrus Marham.
Tags :