Hikmahanto Juwana. (Foto: EdShareOn.com)
JAKARTA – Dalam episode terbaru podcast EdShareOn, Eddy Wijaya mengundang pakar hukum internasional, Hikmahanto Juwana, untuk membahas berbagai isu terkini, termasuk kecelakaan helikopter yang menimpa presiden Iran. Diskusi ini memberikan wawasan mendalam tentang dinamika geopolitik dan nasionalisme, serta kritik terhadap sikap Amerika Serikat dalam konteks kecelakaan tersebut.
Eddy Wijaya memulai dengan menanyakan pandangan Hikmahanto tentang kecelakaan helikopter presiden Iran. Hikmahanto menekankan pentingnya menunggu hasil investigasi sebelum mengambil kesimpulan. “Segala sesuatu harus kita serahkan kepada tim investigasi,” kata Hikmahanto. Ia mengakui bahwa tim investigasi Iran sudah dikerahkan dan akan memeriksa berbagai kemungkinan seperti human error, cuaca, masalah teknis, atau sabotase.
Hikmahanto juga mengkritik penolakan Amerika Serikat untuk bekerja sama dalam investigasi karena helikopter yang digunakan adalah buatan Amerika Serikat. “Langsung Joe Biden bilang enggak mau,” ungkapnya. Hikmahanto menyayangkan sikap ini, mengaitkannya dengan dukungan Amerika Serikat terhadap Israel dan menilai bahwa hal ini menunjukkan kemunafikan Amerika Serikat.
Dalam diskusi tersebut, Hikmahanto juga menekankan pentingnya Indonesia untuk berdiri sendiri dan memiliki sikap yang tegas dalam menghadapi negara-negara lain. “Kita sebagai sebuah bangsa harus berdiri sendiri,” ujarnya. Ia memuji Prabowo Subianto yang memiliki pandangan serupa, yaitu mengutamakan kemandirian dan tidak tergantung pada negara lain.
Eddy Wijaya dan Hikmahanto juga berbicara tentang pengalaman pribadi Hikmahanto yang membentuk nasionalismenya. Hikmahanto bercerita tentang masa kecilnya di Amerika Serikat, di mana ia mengalami perlakuan diskriminatif yang membuatnya lebih menghargai identitasnya sebagai orang Indonesia. “Sejak saat itu saya bilang stop saya sama Amerika Serikat. Saya kepengen sebagai orang Indonesia,” tegasnya.
Hikmahanto menekankan bahwa meskipun belajar di luar negeri, perspektifnya tetap harus sebagai orang Indonesia. Ia mengkritik negara-negara yang menggunakan utang sebagai alat untuk mengendalikan negara lain. “Prinsip saya adalah kita tidak boleh pinjam yang kemudian berpotensi untuk kita didikte,” jelasnya.
Diskusi ini juga menyinggung tentang peran hukum internasional dan bagaimana dalam masyarakat internasional, kekuatan masih sering kali lebih berpengaruh daripada keadilan. “Dalam masyarakat internasional yang masih berlaku adalah bukan hukum internasional tapi hukum riba. Siapa yang kuat dialah yang benar,” ujar Hikmahanto. Ia mencontohkan bagaimana Israel merasa di atas hukum karena dukungan dari Amerika Serikat.
Tags :