Ikrar Nusa Bhakti. (Foto: EdShareOn.com)
JAKARTA – Dalam salah satu episode podcast EdShareOn yang dipandu oleh Eddy Wijaya, Profesor Ikrar Nusa Bhakti memberikan pandangan menarik tentang beberapa isu politik yang berlangsung di Indonesia. Pembicaraan mereka menyoroti masa depan pembangunan Indonesia dan jabatan politis di kabinet. Salah satu poin utama yang dibahas adalah tentang keberlanjutan proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) setelah masa jabatan Presiden Joko Widodo berakhir.
Profesor Ikrar menyebut bahwa meskipun Presiden Jokowi berharap program pembangunan IKN diteruskan oleh pemimpin berikutnya, termasuk Prabowo Subianto, kenyataan politik dan anggaran mungkin tidak mendukung impian itu sepenuhnya. Menurutnya, meskipun normal bagi seorang presiden berharap program-programnya dilanjutkan, kemungkinan besar Prabowo akan memprioritaskan hal-hal lain yang lebih sesuai dengan situasi anggaran dan kebijakan saat ia menjabat nanti. Hal ini menekankan pentingnya melihat program-program dengan perspektif pragmatis dan realistis dalam politik.
Isu lain yang dibahas dalam EdShareOn oleh Eddy Wijaya dan Profesor Ikrar adalah mengenai komposisi kabinet yang akan datang. Ikrar berpendapat bahwa saat ini banyak jabatan politis di Indonesia diisi oleh sosok-sosok dari kepolisian, namun dengan latar belakang Prabowo sebagai militer, mungkin akan terjadi perubahan di kabinet. Meski demikian, tantangan utamanya bukan hanya soal latar belakang militer atau kepolisian, melainkan soal jumlah menteri yang akan dipilih dan bagaimana mereka akan membawa visi Indonesia ke depan.
Lebih lanjut, Ikrar menyinggung soal wacana penambahan jumlah menteri di kabinet. Ia mengkritisi hal ini, dengan mengacu pada negara besar seperti Amerika Serikat yang hanya memiliki 15 menteri meski memiliki kepentingan global yang luas. Menurutnya, penambahan menteri tidak serta-merta mencerminkan luasnya negara, dan kabinet yang efisien lebih penting daripada jumlah yang besar.
Dalam percakapan ini, Profesor Ikrar juga menyoroti latar belakang Prabowo Subianto yang memiliki darah campuran Jawa, Manado, dan Tionghoa. Hal ini, menurutnya, menantang anggapan bahwa Prabowo akan memimpin dengan orientasi yang sangat Islami atau kanan. Sebaliknya, latar belakang pluralis tersebut menunjukkan bahwa Prabowo mungkin akan mengambil pendekatan yang lebih moderat dan inklusif dalam kepemimpinannya, mencerminkan keberagaman Indonesia.
Percakapan dalam EdShareOn ini tidak hanya memberikan wawasan tentang politik Indonesia saat ini, tetapi juga mengajak pendengar untuk merenungkan dinamika kekuasaan dan pentingnya kebijakan yang realistis. Eddy Wijaya, sebagai host, berhasil mengangkat isu-isu penting dengan cara yang mudah dipahami dan relevan bagi masyarakat luas.
Tags :