Ikrar Nusa Bhakti. (Foto: EdShareOn.com)
JAKARTA – Dalam salah satu episode menarik dari podcast EdShareOn, Eddy Wijaya berbincang dengan pakar politik Prof. Ikrar Nusa Bhakti mengenai isu-isu politik terkini. Salah satu topik yang mencuat adalah fenomena nepotisme dan kekuatan politik yang dipertahankan melalui berbagai strategi, termasuk apa yang disebut sebagai ‘politik sandra’. Pembahasan ini menyajikan pandangan kritis terhadap kondisi politik di Indonesia, terutama di bawah pemerintahan Jokowi.
Prof. Ikrar mengawali pembahasan dengan menggarisbawahi bagaimana kekuasaan dapat dimiliki melalui berbagai jalur, mulai dari kekuatan ekonomi hingga penguasaan informasi. Di era modern, kata Ikrar, penguasaan atas informasi penting menjadi senjata ampuh bagi pemegang kekuasaan, termasuk dalam konteks politik di Indonesia. Hal ini terlihat dalam cara Presiden Jokowi memanfaatkan jaringan informasi dan kekuatan fisik, khususnya dalam hubungannya dengan TNI dan Polri, untuk mempertahankan kekuasaannya.
Salah satu isu yang menonjol dalam diskusi ini adalah apa yang disebut sebagai ‘politik sandra’. Menurut Prof. Ikrar, di era Jokowi, beberapa keputusan politik besar, seperti pergantian Ketua Umum Golkar, sering kali didorong oleh informasi rahasia atau tekanan tertentu. Ini menggambarkan bagaimana kekuasaan sering kali dikaitkan dengan kemampuan untuk menyimpan dan memanfaatkan informasi sensitif yang dapat digunakan untuk ‘menyandera’ lawan politik.
Selain itu, Ikrar juga menyinggung keterlibatan institusi-institusi besar, seperti Polri dan KPK, dalam menjaga stabilitas kekuasaan. Menurutnya, Jokowi sangat berhati-hati dalam mengatur posisi strategis ini, misalnya dengan mempertahankan Kapolri Sigit dan pengangkatan komisioner baru KPK sebelum masa jabatan berakhir. Hal ini mencerminkan strategi jangka panjang Jokowi untuk menjaga kekuasaan dan mencegah potensi ancaman di masa depan.
Diskusi juga mencakup kritik terhadap perubahan undang-undang yang dianggap mengurangi kekuatan KPK. Ikrar Nusa Bhakti menyatakan bahwa revisi undang-undang KPK pada 2019, khususnya terkait pembentukan dewan pengawas dan kewenangan penyadapan, telah melemahkan kemampuan lembaga ini dalam memberantas korupsi. Menurutnya, KPK perlu dikembalikan kepada marwahnya yang asli agar dapat berfungsi efektif sebagai lembaga independen.
Tags :