Sutiyoso. (Foto: EdShareOn.com)
JAKARTA – Dalam podcast EdShareOn bersama Eddy Wijaya, mantan Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso menguraikan tantangan dan visi transformasinya dalam menghadapi beragam permasalahan di Jakarta. Salah satu isu utama yang dibahas adalah banjir, yang telah menjadi momok bagi Jakarta selama bertahun-tahun.
Sutiyoso mengungkapkan kompleksitas geografis Jakarta, dengan 13 sungai yang melintas dan 30% permukaan tanahnya berada di bawah permukaan laut. Namun ia tidak hanya sekadar mengidentifikasi masalah, tetapi juga menawarkan solusi komprehensif, termasuk pembangunan waduk-waduk raksasa di hulu sungai untuk mengurangi risiko banjir.
“Jakarta ini dilalui 13 sungai. Lalu 30% permukaan tanah Jakarta itu di bawah permukaan laut. Itu dipasang pompa air disedot dibuang ke sungai yang terdekat. Zaman saya sudah ada 72 pompa air sekarang mungkin sudah ratusan ditambah gubernur-gubernur berikutnya. Terus yang di sungai ini kan dibikin namanya kanal. Di sana dibikin waduk-waduk raksasa gitu untuk membelokkan sungai itu ke waduk dulu. Itu yang 13 ini kita belokkan ke tiga atau empat waduk raksasa gitu. Pada saat musim hujan deras itu penampungan air, pada saat musim kemarau dia bisa jadi irigasi ya untuk rekreasi untuk sport bisa gitu jadi multifungsi sebenarnya,” jelasnya.
Namun, transformasi Jakarta tidak hanya berkutat pada masalah banjir. Sutiyoso juga membahas konsep megapolitan yang mencakup integrasi Jakarta dengan kota-kota satelit di sekitarnya, seperti Depok, Tangerang, Bogor, dan Bekasi. Konsep ini, menurutnya, bukan hanya tentang pengalihan fungsi ibu kota, tetapi juga mengatasi masalah kepadatan penduduk dan kemacetan yang semakin parah.
“Aku meniru konsep megapolitan itu antar itu menggabungkan Jakarta dengan kota-kota kecil di sekitarnya seperti Depok, Tangerang, Bogor dan Bekasi secara tata ruang. Ingat secara tata ruang bukan secara administrasi,” tuturnya.
Di tengah wacana tentang pemindahan ibu kota ke Ibu Kota Nusantara (IKN), Sutiyoso menekankan pentingnya menjaga Jakarta sebagai pusat kegiatan ekonomi, pendidikan, dan perdagangan. Ia menyoroti multifungsinya Jakarta sebagai magnet bagi orang-orang dari berbagai daerah, yang akan sulit tergantikan jika fungsi-fungsi tersebut dipindahkan ke tempat lain.
“Saya berharap ya kalaupun ibukota pindah IKN itu hanya membawa satu fungsi saja yaitu fungsi pusat pemerintahan. Jangan lagi membawa pusat pendidikan, pusat ekonomi dan perdagangan. Menurut pikiran saya itu keliru. Kenapa? Karena mengemban multifungsi sehingga menjadi padat dan jadi magnet karena fungsi itu adalah kehidupan,” jelasnya.
Tags :