Gibran Rakabuming dan Prabowo Subianto. (Foto: instagram.com/gibran_rakabuming)
JAKARTA – Saat berbincang-bincang dengan Eddy Wijaya di Podcast EdshareOn, Erry Riyana mengungkapkan latar belakang terjadinya Maklumat Juanda. Diketahui Maklumat Juanda ini ditandatangani oleh beberapa tokoh dari kalangan dosen hingga mantan pimimpinan KPK. Maklumat ini sendiri berisi tentang keprihatinan dengan kondisi politik di Indonesia.
Maklumat Juanda muncul setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi soal UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait usia dari capres dan cawapres yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru. Erry Riyana mengatakan jika alasan munculnya Maklumat Juanda ini adalah kepedulian dirinya berserta tokoh lainnya tentang demokrasi di Indonesia.
“Akhirnya kami sepakat bahwa ada situasi yang layak untuk kita pedulikan. Oleh karena itu, perlu ada petisi untuk mengimbau kepada Presiden supaya tidak melakukan hal-hal yang bisa merusak demokrasi Indonesia,” ujar mantan pimpinan KPK periode 2003-2007 ini.
Saat ditanya apakah dirinya patah hati dengan Presiden Jokowi, pria kelahiran 5 September 1949 ini mengibaratkan seperti peribahasa nila setitik rusak susu sebelanga. Apalagi Erry Riayana menaruh harapan baru kepada sosok Presiden Jokowi.
“Mungkin bukan cuman saya aja, kita semua senang ada orang biasa yang bisa jadi presiden. Ini kan fenomena memberikan harapan baru. Apa harapannya? Ternyata yang menjadi Presiden itu tidak harus anak dari elite politik. Setelah itu, ya prestasinya dengan segala kekurangannya. Keputusan beliau ini seperti nila setitik rusak susu sebelanga,” tuturnya.
Menurut Erry Riyana, meskipun Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming menang dalam Pemilu 2024 akan tetapi kemenangan tersebut akan penuh dengan kontroversi. “Sekarang hal itu sudah jadi putusan. Suka atau tidak suka ya harus diterima. Tapi kalaupun menang, itu akan jadi kemenangan yang penuh dengan kontroversi karena banyak persoalan yang mendahului,” ucapnya.
Ketika ditanya seandainya Gibran menjadi wakil presiden, maka sisi positifnya adalah dapat melanjutkan pembangunan yang sudah dimulai oleh Presiden Jokowi. “Sisi positifnya kita bisa menilai seperti itu. Tapi dari sisi lain memaksakan anak muda yang belum matang kemudian aturannya sebetulnya tidak boleh kemudian menjadi boleh. Hal itu meninggalkan sejarah yang kurang untuk demokrasi,” jelasnya.
Walaupun ada sisi positifnya, akan tetapi Erry Riyana menyayangkan proses Gibran maju jadi cawapres dari Prabowo Subianto. “Yang menjadi masalah adalah prosesnya. Kita melihat Gibran bagus punya pengalaman jadi walikota selama 2 tahun. Tapi prosesnya itu yang yang kita anggap kurang elok, melanggar etika dan sebagainya,” urainya.
Saat ditanya tentang pernyataannya tentang hal yang paling berbahaya adalah menaklukan lawan politik dengan instrumen hukum, Erry menjelaskan jika hal tersebut sudah terjadi. “Iya sudah terjadi. Bisa dibayangkan Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional dapat begitu cepat berubah haluan. Dan kita bisa melihat juga beberapa saat sebelumnya, keduanya diperiksa oleh Kejaksaan Agung untuk kasus yang berbeda,” ungkapnya.
Tags :