Dia Pitaloka. (Foto: EdShareOn.com)
JAKARTA – Pada episode terbaru podcast EdShareOn, Diah Pitaloka berbincang dengan Eddy Wijaya mengenai berbagai isu seputar biaya haji, regulasi visa, dan potensi ekonomi terkait ibadah haji. Diah Pitaloka, anggota DPR yang berpengalaman dalam pembahasan anggaran haji, memberikan pandangan kritis dan solusi inovatif untuk mengoptimalkan biaya dan manfaat haji bagi jemaah Indonesia.
Mengenai kenaikan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang diterapkan oleh Kementerian Agama, Diah Pitaloka menilai bahwa kenaikan ini didasarkan pada fluktuasi harga dan tren pasar. “Biasanya Kementerian Agama situasinya kan harga fluktuatif. Nah risiko kita bermain di harga fluktuatif biasanya mereka punya anggaran spare. Tapi biasanya dalam rapat anggaran itu dirasionalisasikan oleh DPR,” jelasnya.
Diah menyoroti bahwa komposisi biaya haji saat ini masih dirasa memberatkan bagi sebagian jemaah. Salah satu pos biaya terbesar adalah penerbangan, yang mencakup sekitar 30% dari total biaya. “Kalau biaya tiket itu bisa PP aja enggak dua kali PP, itu kan bisa sangat menurunkan penggunaan dana haji,” usulnya.
Terkait preferensi jemaah yang ingin menginap di hotel dekat Masjidil Haram, Diah mengakui bahwa ini menjadi tantangan karena harga hotel di sekitar masjid jauh lebih mahal. “Kita sih rangenya ada 2 kilometer dan 5 kilometer. Kita mau menggunakan hotel yang mana itu juga ya sebetulnya sudah bisa cari pola efisiensi atau daerah mana gitu. Atau kayak misalnya menghapuskan sistem zonasi,” ungkapnya.
Selain itu, Diah juga membahas potensi ekonomi Indonesia di sektor haji. Ia melihat peluang besar dalam memasok bahan makanan dan kebutuhan lainnya ke Arab Saudi. “Ini isunya klasik ya tapi enggak selesai-selesai ngirim makanan ke tanah suci untuk jemaah haji kita. Enggak usah jemaah haji deh kita umrah aja sebulan berapa,” katanya. Diah menyarankan koordinasi yang lebih baik antara Kementerian Agama, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Investasi untuk meningkatkan perdagangan produk Indonesia di pasar haji dan umrah.
Eddy Wijaya menambahkan bahwa dengan menjual produk-produk Indonesia di Arab Saudi, devisa negara tidak hanya keluar untuk biaya haji, tetapi juga bisa kembali masuk melalui perdagangan. Diah setuju dengan pandangan ini dan menekankan pentingnya keterampilan diplomatik untuk membuka peluang ekonomi. “Keterampilan diplomatik kita juga sangat diperlukan dalam membuka peluang ekonomi kita Indonesia di pasar haji dan umrah di tanah suci,” tegas Diah Pitaloka.
Tags :