Saut Situmorang: Sayembara Harun Masiku Salahi Logika Pemberantasan Korupsi

Saut Situmorang: Sayembara Harun Masiku Salahi Logika Pemberantasan Korupsi

Saut Situmorang: Sayembara Harun Masiku Salahi Logika Pemberantasan Korupsi

December 18, 2024
Saut Situmorang saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Saut Situmorang saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Wakil Ketua KPK periode 2015–2019, Thony Saut Situmorang mengkritik sayembara penangkapan buronan korupsi Harun Masiku yang diumumkan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait. Menurut Saut, sayembara yang diumumkan Ara, sapaan Maruarar, tidak tepat dan menyalahi logika pemberantasan korupsi.

“Makanya (tindakan) dia masuk dalam kategori false policy. Terjadi logika yang salah di situ. Dia berusaha menyelesaikan (perburuan Harun Masiku) dengan cara begini (sayembara),” ujar Saut dalam podcast EdShareOn bersama host Eddy Wijaya yang tayang pada Rabu, 18 Desember 2024.

Saut Situmorang saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Saut Situmorang saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Sebelumnya, Maruarar Sirait mengadakan sayembara senilai Rp 8 miliar bagi orang yang menemukan Harun Masiku, buronan kasus suap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan. Harun yang pernah menjadi calon legislatif DPR RI dari PDI Perjuangan dinyatakan buron sejak 29 Januari 2020. Kasus Harun menyeret nama Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto. KPK beberapa kali memeriksa Hasto dan ponselnya juga disita.

Menurut Saut, terdapat sejumlah hal yang menuai perdebatan publik atas tindakan Ara. Pertama, apa tujuan Ara menggelar sayembara. Sedangkan kedua adalah hadiah sayembara senilai Rp 8 miliar seharusnya dimanfaatkan untuk masyarakat, khususnya memenuhi tugas Ara menyelesaikan persoalan perumahan warga kecil. “Misalnya masyarakat di Kampung Bayam, Tanjung Priok, yang sampai kini belum mendapat rumah,” kata Saut.

Saut sangsi Ara menggelar sayembara untuk menghentikan korupsi, tapi ia menduga ada tujuan lain di balik tindakan mantan politikus PDI Perjuangan tersebut. “Tujuan Ara untuk ngasih uang itu untuk apa? menghentikan korupsi atau menangkap seseorang yang kemudian ada kaitannya dengan orang lain?” katanya.

Saut Situmorang saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Saut Situmorang saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Mantan Direktur Monitoring dan Surveillance Badan Intelijen Negara (BIN) itu lantas melihat indikasi konflik kepentingan dalam sayembara yang digaungkan Ara. Hal itu karena sayembara cenderung menyinggung salah satu partai politik. “Logika policy yang lainnya adalah ada kecenderungan ke arah satu partai politik,” ucapnya menolak menyebut partai politik yang dimaksud.

Oleh karenanya, alumni Universitas Persada Indonesia itu mempertanyakan mengapa Ara tidak dari dulu mengadakan sayembara terhadap buron Harun Masiku. “Adakah seorang Ara konsisten? Kenapa gak dari dulu aja waktu dia di PDIP,” ucap Saut. “Anda memberantas korupsi itu tidak ada urusannya dengan dendam. Anda memberantas korupsi itu dengan tujuan kepastian hukum,” kata Saut menambahkan.

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa. Ia juga aktif di bidang olahraga dengan menjabat Ketua Harian Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Pacu dan juga pernah menjabat Wakil Ketua Umum Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Jakarta Timur. Gagasan- gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”.

Tags : #EdShareOn #SautSitumorang #siapaeddywijaya #sosokeddywijaya #profileeddywijaya

Recent Posts

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Kompolnas Minta Presiden Kurangi Polisi Bersenjata Api

Kompolnas Minta Presiden Kurangi Polisi Bersenjata Api

Kompolnas Minta Presiden Kurangi Polisi Bersenjata Api

December 11, 2024
Yusuf Warsyim saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Yusuf Warsyim saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengatakan lembaganya bakal meminta Presiden Prabowo Subianto untuk menimbang pengurangan kepemilikan senjata api (senpi) bagi anggota Polri. Kompolnas akan merekomendasikan agar Polri lebih banyak menggunakan jenis senjata yang sifatnya melumpuhkan.

“Tindakan Kepolisian itu memang harus humanis termasuk dalam penggunaan senjata. Maka diperlukan penguatan pada penggunaan senjata-senjata yang tidak mematikan,” ujarnya dalam podcast EdShareOn bersama host Eddy Wijaya, yang tayang pada Rabu, 11 Desember 2024.

Yusuf Warsyim saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Yusuf Warsyim saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Langkah dari Kompolnas ini tak lepas dari maraknya aksi penembakan warga sipil yang melibatkan anggota Polri. KontraS menyatakan, periode Juli 2023 hingga Juni 2024, terdapat 645 kasus kekerasan yang melibatkan anggota Polri. Sebanyak 460 di antaranya berkaitan dengan kasus penembakan.

Terbaru adalah keterlibatan anggota polisi dalam kasus penembakan siswa SMK hingga tewas di Kota Semarang, Jawa Tengah, pada 24 November 2024. Di hari yang sama, penembakan juga diduga libatkan polisi tewaskan seorang warga sipil di Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Bangka Barat. Ada pula kasus polisi tembak polisi di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, pada 22 November 2024.

Yusuf Warsyim saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Yusuf Warsyim saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Yusuf tak merinci usulan Kompolnas tentang jenis senjata yang sifatnya melumpuhkan untuk menggantikan senjata api bagi anggota Polri. Ia juga bergeming soal usulan anggota DPR agar polisi lebih banyak dipersenjatai pentungan. “Sebenarnya standar penggunaan senjata bagi anggota Polri itu sudah ada. Tapi, bila situasi tidak terkendali baru menggunakan Senpi. Itu juga harus dengan tembakan peringatan dulu,” katanya.

Menurut Yusuf, Polri juga perlu melakukan modernisasi Sistem Pengawasan Melekat, yang selama ini berfungsi mengawasi kepemilikan senjata api bagi anggota Polri. Langkah ini dibutuhkan agar pengawasan kepemilikan senjata api serta identifikasi kelayakan kepemilikan senjata api semakin diperketat. “Jadi, ada semacam ‘alarm’ untuk evaluasi polisi yang bawa senpi. Kalau tidak sesuai lagi, langsung diminta (senjatanya),” kata dia. “Apabila fungsi pengawasan melekat itu berjalan, pasti akan efektif,” kata Yusuf menambahkan.

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa. Ia juga aktif di bidang olahraga dengan menjabat Ketua Harian Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Pacu dan juga pernah menjabat Wakil Ketua Umum Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Jakarta Timur. Gagasan- gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”.

Tags : #EdShareOn #YusufWarsyim #siapaeddywijaya #sosokeddywijaya #profileeddywijaya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Insiden Larangan Pengibaran Bendera Nyaris Terjadi Lagi

Insiden Larangan Pengibaran Bendera Nyaris Terjadi Lagi

Insiden Larangan Pengibaran Bendera Nyaris Terjadi Lagi

December 4, 2024
Gatot S. Dewa Broto saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Gatot S. Dewa Broto saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Ketua Umum Indonesia Anti-Doping Organization (IADO) Gatot S. Dewa Broto mengatakan insiden larangan mengibarkan bendera Merah Putih saat atlet berprestasi memenangi kejuaraan dunia nyaris kembali terulang pada 2024 ini. Hal itu akibat IADO hampir kembali diganjar sanksi oleh World Anti-Doping Agency (WADA).

“Performance kami seperti tata kelola organisasi sudah bagus, cuma ada masalah regulasi yang masih dipersoalkan oleh WADA,” ujar Gatot dalam podcast EdShareOn bersama host Eddy Wijaya, yang tayang pada Rabu, 04 Desember 2024.

Gatot S. Dewa Broto saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Gatot S. Dewa Broto saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Mantan Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora) itu menyebutkan masalah regulasi tersebut ditemukan WADA saat mengaudit organisasi anti-doping tersebut di kantornya, yakni FX Plaza Office Tower, Jakarta pada 27 dan 28 April 2023 lalu. Salah satunya terkait penerapan World Anti-Doping Code atau Standar Internasional wajib WADA dalam kebijakan anti-doping AIDO untuk atlet Tanah Air. “Makanya kami sekarang performance-nya harus baik, karena kalau tidak, kita akan kena (sanksi),” kata Gatot.

Sanksi tersebut akhirnya urung diberikan WADA lantaran IADO langsung memfasilitasi pertemuan WADA dengan Kemenpora, Kemenkumham, dan Kemlu di Jakarta pada 21 Februari 2024. Bila saja temuan WADA tidak segera dibereskan, Gatot mengatakan sejumlah kemenangan atlet Indonesia dalam kejuaraan dunia akan kembali menjadi sorotan karena tidak diiringi pengibaran bendera Merah Putih. Sejumlah atlet yang terancam menghadapi situasi tersebut adalah Jonatan Christie dan duet Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto yang menjuarai Tunggal Putra dan Ganda Putra di All England pada 17 Maret 2024. Begitu pula dengan Timnas Indonesia pada Piala Asia di Qatar 2024 serta sejumlah atlet yang meraih medali emas di Olimpiade Paris 2024.

“Kalau saja sidang putusan WADA di Swiss, pada 12 Maret 2024 menyatakan Indonesia masih rapor merah (disanksi), tidak ada cerita Merah Putih naik di All England atau Olimpiade Paris. Dan orang pasti akan menghujat IADO,” kata Gatot.

Gatot S. Dewa Broto saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Gatot S. Dewa Broto saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Situasi demikian pernah dialami Indonesia pada Piala Thomas di Denmark, Oktober 2021, Anthony Sinisuka Ginting, Fajar Alfian/M Rian Ardianto, dan Jonatan Christie menerima medali di atas podium tanpa diiringi pengibaran Merah Putih. Bahkan lembaga negara tersebut diganti dengan logo Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI). 

Kasus tersebut membuat kisruh di dalam negeri sehingga Lembaga Anti-Doping Indonesia (LADI) berganti nama menjadi IADO. “Itu efek karena WADA menganggap lembaga anti-doping di Indonesia buruk dan tidak perform tata kelolanya (waktu itu),” kata dia.

Gatot menjelaskan, kala itu WADA melihat buruknya tata kelola organisasi lembaga anti-doping Indonesia dari kepatuhannya atau pelaporan serta komunikasi kepada WADA yang kurang baik. “Kemudian masalah penganggarannya, status hukumnya karena belum punya SK KUMHAM, tidak ada akta notaris, serta tidak ada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART),” kata Gatot sambil mengatakan semua itu menjadi pelajaran berharga baginya sehingga IADO kini berkinerja lebih baik.

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa. Ia juga aktif di bidang olahraga dengan menjabat Ketua Harian Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Pacu dan juga pernah menjabat Wakil Ketua Umum Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Jakarta Timur. Gagasan- gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”.

Tags : #EdShareOn  #siapaeddywijaya #sosokeddywijaya #profileeddywijaya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Pieter C. Zulkifli Bahas Tantangan Hukum di Era Prabowo Subianto

Pieter C. Zulkifli Bahas Tantangan Hukum di Era Prabowo Subianto

Pieter C. Zulkifli Bahas Tantangan Hukum di Era Prabowo Subianto

November 28, 2024
Pieter C. Zulkifli saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Pieter C. Zulkifli. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Dalam episode terbaru EdShareOn, Eddy Wijaya kembali menghadirkan diskusi berbobot dengan pengamat politik Pieter C. Zulkifli. Mereka membahas isu transparansi hukum, tantangan dalam pemberantasan korupsi, serta reformasi struktural dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Eddy membuka diskusi dengan membahas kasus besar yang tengah menjadi sorotan publik, yaitu dugaan korupsi yang melibatkan mantan pejabat Mahkamah Agung, dengan barang bukti uang hampir Rp1 triliun dan 51 kg emas. Pieter memberikan apresiasi besar kepada Kejaksaan Agung. “Kinerja Kejaksaan Agung hari ini luar biasa. Ini harus didukung sepenuhnya oleh pemerintahan Presiden Prabowo. Tidak boleh ada lagi intervensi atau main mata,” ujarnya.

Pieter menambahkan bahwa kasus-kasus seperti ini tidak terjadi dalam waktu singkat. “Dengan jumlah uang yang begitu besar, saya yakin ini sudah berlangsung lama dan melibatkan lebih dari satu orang,” katanya. Hal ini, menurutnya, menunjukkan pentingnya membangun sistem pemerintahan yang lebih baik.

Pieter C. Zulkifli saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Pieter C. Zulkifli saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Pieter menekankan pentingnya transparansi dalam proses hukum, terutama untuk kasus besar. Ia mengusulkan agar sidang-sidang besar diliput media dan dapat diakses masyarakat. “Masyarakat harus bisa mengakses kegiatan persidangan, terutama untuk kasus-kasus besar. Transparansi adalah kunci agar kepercayaan publik terhadap sistem hukum meningkat,” tegasnya.

Eddy sepakat, menambahkan bahwa transparansi bisa menjadi langkah awal untuk memperbaiki integritas sistem hukum. “Selain itu, hakim juga perlu mendapat perhatian lebih, mulai dari kesejahteraan hingga fasilitas seperti rumah dinas,” tambahnya.

Pieter juga mengkritisi sistem penempatan jabatan strategis yang sering kali tidak berdasarkan kompetensi. Ia mencontohkan banyak lulusan terbaik seperti Adhi Makayasa dari kepolisian dan militer yang tidak mendapatkan jabatan strategis. “Ini bukan rahasia umum lagi. Dari rezim ke rezim, selalu ada faktor kedekatan yang lebih diutamakan,” katanya.

Pieter C. Zulkifli saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Pieter C. Zulkifli saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Namun Pieter memuji langkah Presiden Prabowo yang memberikan kepercayaan kepada sosok muda berbakat seperti Sugiono untuk posisi strategis, meski ada spekulasi politik yang muncul. “Pak Prabowo berani memberikan jabatan kompleks kepada anak muda seperti Sugiono. Ini menunjukkan kebijaksanaan beliau dalam menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat,” ungkap Pieter.

Pieter optimis bahwa reformasi di era Prabowo dapat membawa perubahan besar, terutama dengan munculnya kementerian baru seperti Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan. “Kementerian ini, yang dipimpin oleh Komjen Agus Adrianto, adalah salah satu gebrakan penting dalam kabinet,” katanya.

Eddy menutup diskusi dengan menyoroti pentingnya nasionalisme dan integritas dalam pemberantasan korupsi. Pieter pun menambahkan, “Jika sistem pemerintahan kita kuat, orang baik akan tetap baik, dan orang jahat pun akan dipaksa menjadi baik. Kuncinya adalah reformasi yang serius dan berkelanjutan.”

Tags : #EdShareOn #PieterCZulkilfi #PrabowoSubianto #siapaeddywijaya #sosokeddywijaya #profileeddywijaya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Faisal Assegaf: Prabowo Harus Bersikap Sebagai Jenderal di Kasus Palestina

Faisal Assegaf: Prabowo Harus Bersikap Sebagai Jenderal di Kasus Palestina

Faisal Assegaf: Prabowo Harus Bersikap Sebagai Jenderal di Kasus Palestina

November 27, 2024
Faisal Assegaf saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Faisal Assegaf saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Pengamat Timur Tengah, Faisal Assegaf memuji keinginan Presiden Prabowo Subianto untuk mengevakuasi seribu pasien korban perang di Gaza, Palestina. Bila terealisasi, Faisal menilai Prabowo melakukan terobosan luar biasa untuk mendukung Palestina.

“Dia (Prabowo) melontarkan wacana yang menurut saya praktis. Itu terobosan karena akan mengevakuasi seribu pasien dari Gaza. Itu memang wacana yang sangat menarik,” ujar Faisal dalam podcast EdShareOn bersama host Eddy Wijaya, yang tayang pada Rabu, 27 November 2024.

Faisal Assegaf saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Faisal Assegaf saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Menurut Faisal, perhatian Prabowo terhadap korban perang di Gaza, Palestina, sangat berarti di tengah kondisi warga yang terus ditindas. Terlebih lagi, lanjut Faisal, bila Prabowo berani berkunjung ke negara berjuluk Negeri Batu Kapur tersebut. Sekedar catatan, hingga saat ini belum ada presiden Indonesia yang menginjakkan kaki ke Palestina. “Saya berharap nanti Prabowo yang datang menjemput langsung seribu pasien itu,” kata dia.

Wacana mengevakuasi seribu pasien korban perang di Gaza sebenarnya sudah dilontarkan Prabowo sejak menjabat Menteri Pertahanan. Bahkan, ia juga hendak mengirim pasukan perdamaian ke Palestina untuk mengawal para korban. Namun, wacana tersebut terus digaungkan mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus TNI AD (Danjen Kopassus) itu hingga dilantik menjadi presiden. Ia semakin menunjukkan komitmen tersebut dengan kembali menyampaikannya dalam pertemuan bilateral dengan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) António Guterres di Hotel Hilton Rio de Janeiro Copacabana, Brasil, 17 November lalu.

Faisal Assegaf saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Faisal menjelaskan, Prabowo perlu datang ke Palestina sekaligus menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia adalah negara bekas jajahan, yang kini berkomitmen kuat terhadap dunia yang anti-penjajah. “Ini juga penting untuk menunjukkan sikap sebagai seorang jenderal, terus (mantan Danjen) Kopassus. Dia bisa melihat contoh mertuanya (Presiden Suharto) yang saat bertugas di Kostrad pernah datang ke wilayah perang di Bosnia,” kata dia.

Kendati demikian, kata Faisal, kunjungan Prabowo tentu memiliki efek besar bagi hubungan Indonesia dengan negara-negara yang pendukung Israel seperti Amerika Serikat (AS). “Indonesia akan dianggap berani head to head dengan Amerika Serikat dan Israel,” ucapnya.

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa. Ia juga aktif di bidang olahraga dengan menjabat Ketua Harian Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Pacu dan juga pernah menjabat Wakil Ketua Umum Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Jakarta Timur. Gagasan- gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”.

Tags : #EdShareOn #FaisalAssegaf #siapaeddywijaya #sosokeddywijaya #profileeddywijaya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Pieter C. Zulkifli, Harapan untuk Pemerintahan Prabowo

Pieter C. Zulkifli, Harapan untuk Pemerintahan Prabowo

Pieter C. Zulkifli, Harapan untuk Pemerintahan Prabowo

November 26, 2024
Pieter C. Zulkifli saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Pieter C. Zulkifli. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Dalam episode terbaru EdShareOn, Eddy Wijaya dan pengamat politik Pieter C. Zulkifli membahas isu-isu strategis yang dihadapi pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto. Dengan gaya diskusi yang mendalam, Pieter mengungkapkan berbagai tantangan serta potensi reformasi yang dibutuhkan Indonesia untuk berkembang, terutama terkait kebijakan ekonomi, nasionalisme, dan pemberantasan korupsi.

Eddy membuka diskusi dengan menyoroti tantangan globalisasi, khususnya dampak masuknya produk luar negeri ke Indonesia. Pieter menegaskan bahwa akar masalahnya sering kali terletak pada kebijakan yang kurang terencana. “Harusnya kebijakan dibuat berdasarkan riset dan observasi oleh tim yang netral. Melibatkan praktisi adalah kunci agar kebijakan itu tidak hanya efektif tetapi juga adil,” ujar Pieter, merujuk pada isu dampak kebijakan terhadap industri tekstil seperti Sritex.

Pieter C. Zulkifli saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Pieter C. Zulkifli saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Ia juga memuji langkah Presiden Prabowo mengadakan retreat kabinet di Akmil untuk menumbuhkan nasionalisme dan sinergi antarkementerian. “100 hari pertama pemerintahan ini adalah waktu kritis untuk membangun kerja sama lintas kementerian agar tidak terjadi kebijakan yang bertentangan,” kata Pieter, mengingatkan potensi konflik kebijakan seperti yang pernah terjadi di masa lalu.

Eddy menyoroti upaya Prabowo dalam membangun nasionalisme, yang direspon Pieter sebagai langkah strategis untuk menciptakan kabinet yang solid. “Presiden Prabowo ingin memastikan para menterinya saling mendukung dan bekerja sama untuk kepentingan bangsa,” ujar Pieter.

Lebih jauh, Pieter memuji keberanian Prabowo dalam melakukan reformasi struktural, termasuk perubahan di kementerian dan lembaga. “Gebrakan seperti menempatkan kepolisian dan kejaksaan di bawah koordinasi Menko Polkam adalah langkah besar. Ini menunjukkan keseriusan dalam menciptakan sistem yang lebih efisien dan akuntabel,” ungkapnya.

Pieter C. Zulkifli saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Pieter C. Zulkifli saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Dalam diskusi mengenai korupsi, Pieter mengutip Lord Acton, ‘Power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely’. Ia menekankan pentingnya sistem yang kuat untuk memaksa perubahan positif. “Jika sistem buruk, bahkan orang baik pun bisa menjadi jahat. Tapi jika sistemnya kuat, orang jahat sekalipun akan terpaksa menjadi baik,” ujar Pieter dengan penuh keyakinan.

Namun Pieter juga mengingatkan bahwa beberapa elit di kabinet Prabowo masih dibayangi kasus korupsi. “Ini menjadi tantangan besar. Tetapi dengan pengalaman dan ketegasan Pak Prabowo, saya yakin ada harapan besar untuk memberantas korupsi dan memperkuat sistem yang lebih transparan,” tambahnya.

Eddy Wijaya menutup diskusi dengan harapan besar pada pemerintahan Prabowo Subianto. Pieter optimis bahwa dengan fokus pada kepentingan bangsa, Indonesia bisa mengalami perubahan besar dalam waktu yang relatif singkat. “Jika sistem berjalan maksimal, saya yakin tidak sampai 10 tahun Indonesia akan menjadi lebih baik,” tutup Pieter.

Tags : #EdShareOn #PieterCZulkilfi #PrabowoSubianto #siapaeddywijaya #sosokeddywijaya #profileeddywijaya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Mengupas Kabinet Merah Putih Bersama Eddy Wijaya dan Pieter C. Zulkifli

Mengupas Kabinet Merah Putih Bersama Eddy Wijaya dan Pieter C. Zulkifli

Mengupas Kabinet Merah Putih Bersama Eddy Wijaya dan Pieter C. Zulkifli

November 26, 2024
Pieter C. Zulkifli saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Pieter C. Zulkifli. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – EdShareOn, podcast inspiratif yang dipandu oleh Eddy Wijaya, kembali menyajikan diskusi mendalam yang menarik perhatian. Dalam episode terbarunya, Eddy Wijaya berbincang dengan Pieter C. Zulkifli, seorang pengamat politik berpengalaman, membahas gebrakan Presiden Prabowo Subianto dengan kabinet barunya yang dikenal sebagai Kabinet Merah Putih.

Pieter mengawali dengan pandangannya terhadap kabinet yang berukuran besar, menyebutnya sebagai salah satu gebrakan signifikan. “Kabinet yang sangat besar ini adalah fenomena baru dalam politik Indonesia,” ujar Pieter. Selain itu, ia menyoroti langkah inovatif Prabowo yang mengadakan kegiatan bersama seluruh kabinet di Akademi Militer (Akmil) Magelang. “Itu langkah unik yang menunjukkan pendekatan baru dalam kepemimpinan,” tambahnya.

Pieter C. Zulkifli saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Pieter C. Zulkifli saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Namun Pieter tak segan mengkritisi potensi tantangan yang dihadapi kabinet besar ini. Ia menyebut bahwa struktur yang besar dapat mempersulit manajemen. “Kabinet yang besar malah dalam konteks manajerial mempersulit kontrol kinerja. Ini menjadi tantangan baru bagi pemerintahan Prabowo,” jelas Pieter. Eddy Wijaya menanggapi dengan menyebut dinamika politik Indonesia yang mengharuskan kompromi demi mengakomodasi berbagai kepentingan.

Pieter juga membandingkan Indonesia dengan negara-negara maju seperti Tiongkok dan Amerika Serikat. “Tiongkok dengan 1,5 miliar penduduk hanya memiliki 22 kementerian. Amerika, dengan dinamika politiknya bahkan hanya memiliki 15 kementerian,” paparnya, sambil menggarisbawahi bahwa kompromi politik sering kali menghasilkan tantangan manajerial yang kompleks.

Pieter C. Zulkifli saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Pieter C. Zulkifli saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Dalam diskusi tersebut, Pieter menyoroti pentingnya kebijakan yang mendukung industri nasional. Ia mencontohkan kondisi sektor tekstil yang menghadapi tekanan besar akibat kebijakan yang tidak mendukung produktivitas industri. “Politik dan kekuasaan harus mendukung kegiatan industri nasional, bukan malah membunuhnya,” ujar Pieter tegas. Eddy Wijaya turut menambahkan bahwa kebijakan yang tidak pro-rakyat dan industri dapat menciptakan hambatan besar bagi pertumbuhan ekonomi.

Mengenai langkah Prabowo yang meminta empat kementerian untuk membantu menyelamatkan Sritex, Pieter menilai itu sebagai langkah positif. Namun, ia menegaskan pentingnya evaluasi kebijakan yang telah ada. “Permendag 8/2024 seharusnya menjadi pelajaran bagi presiden saat ini dan di masa depan. Kebijakan harus mendukung pertumbuhan, bukan justru menimbulkan masalah baru,” tutup Pieter.

Tags : #EdShareOn #PieterCZulkilfi #PrabowoSubianto #siapaeddywijaya #sosokeddywijaya #profileeddywijaya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Amelia Achmad Yani Berharap Presiden Prabowo Evaluasi Inpres terkait keluarga PKI

Amelia Achmad Yani Berharap Presiden Prabowo Evaluasi Inpres terkait keluarga PKI

Amelia Achmad Yani Berharap Presiden Prabowo Evaluasi Inpres terkait keluarga PKI

November 21, 2024
Amelia Achmad Yani saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Amelia Achmad Yani. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Kepada Eddy Wijaya, Amelia Achmad Yani mengungkap kekecewaannya atas terbitnya tiga aturan di era Presiden Joko Widodo yang berkaitan dengan pelanggaran HAM berat termasuk pada keluarga PKI. Ketiga beleid itu adalah Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat, Keppres Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM yang Berat Masa Lalu, serta Keppres Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM yang Berat.

Menurut Amelia, Inpres dan Keppres tersebut membuat negara seolah-olah mengakui kekeliruan dalam menghukum anggota dan simpatisan PKI sehingga keluarga mereka harus mendapatkan bermacam fasilitas dari pemerintah. “Dari Inpres itu, anak-anak Pahlawan Revolusi tentunya marah, ya. Selama sekitar 57 tahun banyak sekali simpang siur tentang peristiwa (G30S). Seolah-olah itu bukan kerjaanya PKI, tapi tentara,” ujar Amelia

Amelia Achmad Yani saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Amelia Achmad Yani saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Mantan Duta Besar Indonesia untuk Bosnia itu sempat mengajukan judicial review kepada Mahkamah Agung terkait tiga aturan tersebut pada 14 Juli 2023. Sayangnya, Mahkamah menolak gugatan dengan pertimbangan Inpres bukan aturan yang mempunyai sanksi bila tak dijalankan. “Banyak sekali orang minta (Inpres dan Keppres ini) dicabut, termasuk para ulama. Tapi perjuangan kami tidak menghasilkan apa-apa. Didiamkan aja,” ucapnya.

Amelia lantas berharap agar Presiden Prabowo Subianto bisa mengevaluasi keberadaan Inpres dan Keppres tersebut. “Saya sudah sangat kecewa dengan Inpres ini. Keluarga saya semua sudah masa bodoh. Makanya yang bisa saya lakukan sekarang adalah menulis dan berbicara di podcast Pak Eddy. Itu semua membantu untuk menyampaikan kebenaran, ” kata dia.

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa. Gagasan-gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”.

Tags : #EdShareOn #AmeliaAchmadYani #siapaeddywijaya #sosokeddywijaya #profileeddywijaya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Hafid Abbas, Perjuangan HAM Lewat Goresan Pena

Hafid Abbas, Perjuangan HAM Lewat Goresan Pena

Hafid Abbas, Perjuangan HAM Lewat Goresan Pena

November 21, 2024
Hafid Abbas saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Hafid Abbas. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Sebuah diskusi mendalam di podcast EdShareOn saat Eddy Wijaya berbincang dengan Hafid Abbas, tokoh penting dalam perjuangan HAM yang berbuah kompensasi Rp275 triliun dari Australia untuk anak-anak Indonesia. Hafid mengungkapkan bahwa perjuangannya dimulai dari keresahan melihat anak-anak pesisir Indonesia dipenjara di fasilitas dewasa karena membantu imigran ilegal menuju Australia. Mereka menjadi korban undang-undang ketat negara itu tanpa mempertimbangkan usia dan situasi sosial yang melatarbelakangi.

Dalam wawancara ini, Hafid berbagi bahwa ia menggunakan kekuatan tulisan di media internasional untuk menyuarakan ketidakadilan tersebut. Ia menulis di berbagai platform global, termasuk Bangkok Post dan The Nation untuk mengkritik kebijakan Australia. Kritik ini mendapat perhatian luas, bahkan mendorong masyarakat Australia untuk memprotes pemerintahnya.

Hafid Abbas saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Hafid Abbas saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Dukungan dari PBB dan dewan HAM semakin memperkuat desakan agar Australia bertanggung jawab. Setelah perjuangan panjang lebih dari satu dekade, Hakim Federal Australia memutuskan pemberian kompensasi tersebut sebagai bentuk ‘penebusan dosa’.

Eddy Wijaya juga menyoroti pentingnya keterlibatan pemerintah Indonesia dalam mendukung masyarakat pesisir agar tidak terjebak pada aktivitas ilegal. Hafid menambahkan bahwa dana kompensasi seharusnya dimanfaatkan untuk memberikan pendidikan dan pelatihan bagi komunitas ini. Ia juga menegaskan perlunya kolaborasi antara negara asal, transit dan tujuan untuk menghentikan siklus migrasi ilegal di masa depan.

Hafid Abbas saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Hafid Abbas saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Ironi lain yang disampaikan Hafid adalah kebijakan Australia yang memprioritaskan hak sapi lebih tinggi dibanding manusia. Kebijakan Australia yang menghentikan ekspor sapi ke Indonesia karena alasan ‘perlakuan tidak sopan’ di rumah potong disoroti sebagai bentuk standar ganda. Hafid berujar, “Bagaimana mungkin mereka menghargai sapi lebih dari manusia?”. Kritik ini mengundang tawa tetapi juga refleksi mendalam tentang nilai kemanusiaan.

Dalam penutup, Hafid Abbas menekankan kekuatan advokasi dan pentingnya menulis untuk membawa perubahan. Eddy pun sepakat bahwa perjuangan ini menjadi pengingat bahwa tindakan kecil, seperti menulis, dapat memicu dampak besar. Ia menyimpulkan bahwa perjuangan Hafid adalah inspirasi untuk terus bermimpi dan bertindak demi kebaikan bersama.

Tags :

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Amelia Achmad Yani: Bung Karno Tadinya Sayang Bapak Saya

Amelia Achmad Yani: Bung Karno Tadinya Sayang Bapak Saya

Amelia Achmad Yani: Bung Karno Tadinya Sayang Bapak Saya

November 20, 2024
Amelia Achmad Yani saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Amelia Achmad Yani. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Putri Pahlawan Revolusi Jenderal TNI (Anumerta) Ahmad Yani, Amelia Achmad Yani, kembali membuka catatan harian mendiang ayahnya saat dituduh membentuk Dewan Jenderal untuk menggulingkan Presiden Sukarno pada 1965. Dalam catatan tersebut, sang jenderal mengalami pergolakan batin karena dituduh sebagai mata-mata Amerika.

“Bung Karno mulai percaya bahwa kami diisukan sebagai mata-mata Amerika. Dan anehnya, saat kami memperbincangkan hal ini secara kolegial, isunya diputarbalikkan seakan-akan kami pro-Amerika. Mata-mata Amerika dan akan menyingkirkan presiden,” ujar Amelia membacakan catatan tangan sang ayah dalam podcast EdShareOn bersama host Eddy Wijaya, yang tayang pada Rabu, 20 November 2024.

Catatan tersebut, lanjut Amelia, sebagai petunjuk kuat kegelisahan Jenderal Ahmad Yani atas upaya pecah belah dirinya dengan Presiden Sukarno. Padahal, Amelia mengatakan, sang ayah adalah sosok yang memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Sukarno. “Bapak saya dipojokkan. Saking marahnya dipojokkan, beliau menulis begini; kenapa saya menjadi prajurit? karena saya patriot, karena saya cinta Tanah Air saya,” ucap Amelia kembali membacakan catatan Jenderal Ahmad Yani yang dibuat 18 Januari 1965.

Amelia Achmad Yani saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Amelia Achmad Yani saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Amelia mengatakan catatan harian tersebut menjadi bagian dari sejarah kelam Indonesia yang kerap disebut Gerakan 30 September (G30S). Peristiwa ini menandai terbunuhnya enam jenderal, salah satunya Jenderal Ahmad Yani, oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Jenazah mereka ditemukan di sumur sedalam 12–15 meter di daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur pada 3 Oktober 1965. “Catatan bapak saya ini sangat berharga sekali,” kata Amelia.

Adapun Amelia merupakan anak ketiga dari 8 bersaudara yang menjadi saksi hidup dari peristiwa G30S pada 1965. Bahkan, Amelia menyaksikan langsung sang ayah, Jenderal Ahmad Yani, dieksekusi oleh pasukan Cakrabirawa di kediamannya, Jalan Lembang, Nomor D-58, Menteng, Jakarta Pusat, pada 1 Oktober 1965, pukul 04.00 dini hari. “Bapak ditembak di depan kami,” ucap Amelia yang saat kejadian berusia 16 tahun.

Amelia juga mengaku menyaksikan situasi genting jelang eksekusi sang ayah. Ia melihat sejumlah petinggi terus menyambangi rumahnya untuk melaporkan kondisi terkini tentang gerakan PKI. Salah satu yang datang adalah Kolonel Soegandhi Kartosoebroto, ajudan senior Bung Karno.

Amelia Achmad Yani saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Amelia Achmad Yani saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Sayangnya, Soegandhi tak bertemu langsung dengan Ahmad Yani karena di saat yang sama sang jenderal bertemu Panglima Kodam Brawijaya, Mayor Jenderal TNI Basuki Rachmat. “Ia menitip pesan kepada ajudan bahwa Bung Karno marah-marah, (sebut) dewan jenderal, dewan jenderal, gitu,” ujar Amelia menirukan laporan Soegandhi. “Padahal ya, Bung Karno itu tadinya sayang sekali sama bapak saya. Dekat sekali. PKI masuk (ke lingkaran Bung Karno) jadi memisahkan,” ujar Amelia menambahkan.

Menurut Amelia, istilah Dewan Jenderal menjadi alat politik sekelompok orang untuk menguatkan isu kudeta terhadap Bung Karno yang konon ditargetkan pada Hari Angkatan Bersenjata 5 Oktober 1965. Padahal, Dewan Jenderal merupakan penasehat kenaikan pangkat yang saat ini dikenal bernama Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti).

“Dalam sebuah notulensi bapak saya menulis Dewan Jenderal menggelar rapat yang dipimpin Pak Gatot Subroto dan Pak Dedi Kusumo untuk kenaikan pangkat beberapa kolonel,” ujar Amelia membacakan notulensi tersebut. “Kalau di Angkatan Darat, rapat Dewan Jenderal mungkin sesuatu yang biasa, tapi orang-orang tertentu menjadikannya alat (untuk menyebarkan isu rapat kudeta),” ucapnya menambahkan.

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa. Gagasan-gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”.

Tags : #EdShareOn ##AmeliaAchmadYani #siapaeddywijaya #sosokeddywijaya #profileeddywijaya

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)