Bahaya Pandemic Treaty, IHR Amandemen, dan Omnibus Law Kesehatan

Siti Fadilah Supari saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
JAKARTA – Menkes RI periode 2004-2009, Siti Fadilah Supari menyarankan agar pemerintah mengkaji ulang sejumlah undang-undang mengenai penanganan pandemi. Ia menilai terdapat sejumlah aturan yang berpotensi berbahaya dan dapat mengancam kedaulatan negara.
“Ada tiga hal yang harus dilakukan pemerintah. Satu, tolak Pandemic Treaty. Dua, mundur dari IHR amandemen. Tiga, cabut mandatory vaksin dari Omnibus Law Kesehatan,” ujar Siti Fadilah kepada Eddy Wijaya.

Dokter Ahli Jantung kelahiran Solo, Jawa Tengah, 6 November 1950 itu menjelaskan, Pandemic Treaty merupakan perjanjian yang merugikan negara-negara karena WHO dapat mengintervensi langsung penanganan pandemi dalam negeri. “Semua harus tunduk pada WHO, kasarnya seperti itu. Walaupun dibungkus sangat rapi seolah-olah Pandemic Treaty itu untuk keadilan, untuk memberikan vaksin ke seluruh dunia. Tapi sebetulnya kalau kita lihat pasal per pasal mereka merampas kedaulatan setiap negara,” kata Siti Fadilah.
Setali tiga uang dengan Pandemic Treaty, Siti Fadilah menjelaskan, IHR amandemen juga bermasalah mulai dari pengesahannya hingga pasal-pasalnya yang membolehkan WHO mengambil alih urusan negara terhadap pandemi. “Isinya seram banget pak. Dan ini mau nggak mau diketok (disahkan) oleh WHO walaupun dengan cara yang tidak fair. IHR ini pasal-pasalnya berisi teknik bagaimana (agar) kita tidak berdaya. Jadi apa-apa (terkait pandemi) yang urus mereka,” kata dia.

Begitupun dengan Undang-Undang Omnibus Law Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Siti Fadilah menilai beleid itu memuat pasal-pasal yang merujuk kepada Pandemic Treaty dan IHR amandemen. Pasal yang dimaksud Siti Fadilah adalah pasal 446 UU Omnibus Law Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang mengatur sanksi pidana bagi orang yang tidak mematuhi atau menghalangi upaya penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) atau wabah dengan denda paling banyak Rp 500 juta.
“Kalau ada orang yang tidak mau disuntik itu bisa dianggap menghalang-halangi program pemerintah, maka orang itu akan didenda 500 juta atau dipidanakan,” ucapnya. “Kalau Omnibus Law ini dijalankan, kewajiban vaksin tidak untuk orang yang bepergian saja. Dari RT ke RT, RW, ke RW semua harus divaksin. Anak sekolah, orang yang lewat juga ditahan langsung divaksin. Mengerikan,” Siti Fadilah menambahkan.
Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya
Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa. Ia juga aktif di bidang olahraga dengan menjabat Ketua Harian Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Pacu dan juga pernah menjabat Wakil Ketua Umum Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Jakarta Timur. Gagasan- gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”.
Tags : #EdShareOn #SitiFadilahSupari #siapaeddywijaya #sosokeddywijaya #profileeddywijaya