EdShareOn

Bukan untuk Populer, Ini Alasan Melki Sedek Kerap Mengkritik Pemerintah

March 2, 2024
Melki Sedek Huang. (Foto: EdShareOn.com)

Melki Sedek. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Dalam dunia aktivisme, terkadang sebuah keputusan untuk berpartisipasi dalam kritik terhadap pemerintah dapat menimbulkan pertanyaan tentang motif sebenarnya di balik tindakannya. Melki Sedek Huang, seorang mahasiswa dan aktivis yang berbagi pemikirannya dalam wawancara eksklusif dengan Eddy Wijaya di podcast EdShareOn.

Terkait tentang alasan di balik keterlibatannya dalam mengkritik pemerintah, Melki menjelaskan bahwa kewajiban sebagai mahasiswa, terutama dalam bidang hukum, mendorongnya untuk berbicara ketika ia melihat ketidaksesuaian antara realitas yang dia pelajari di kampus dengan praktik pemerintah yang sebenarnya. “Jadi saat awal-awal kuliah di fakultas hukum, dosen-dosen selalu bilang bahwa tujuan hukum itu menghadirkan kepastian, keadilan, kebermanfaatan dan lain sebagainya. Jadi saya melihat banyak hal yang tidak sesuai sama realita yang dipelajari di kampus,” jelasnya.

Melki juga menyoroti kebebasan berpendapat sebagai salah satu faktor penting di balik tindakannya. Ia menegaskan bahwa motivasinya bukan semata-mata untuk mencari popularitas, namun lebih kepada keinginan untuk menghadirkan suara mahasiswa dalam diskusi publik. Melki juga menekankan bahwa ia tidak pernah mengincar kepopuleran atau status sebagai aktivis kontroversial.

Melki Huang saat berbincang-bincang dengan Eddy Wijaya di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Melki Huang saat berbincang-bincang dengan Eddy Wijaya di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

“Sepertinya itu kebebasan berpendapat saja dan saya tidak mengejar kepopuleran. Saya juga nggak pernah punya keinginan untuk jadi orang yang paling kritis. Jadi ya emang kebetulan saja, setiap kali orang nanya pendapat ketua BEM UI, ya saya sampaikan pendapat,” lanjutnya.

Melki mengungkapkan dilema yang sering dihadapi oleh aktivis. Meskipun banyak yang mengkritisi pemerintahan, ada juga yang mendapat posisi di dalamnya. Dalam kasus ini, Melki mencatat bahwa banyak aktivis sebelumnya yang kemudian menjadi bagian dari pemerintahan. Namun, ia menyoroti pentingnya tetap berpegang pada prinsip-prinsip yang mereka perjuangkan sebelumnya.

“Bagi saya sebenarnya tidak ada yang salah dengan masuk ke dalam pemerintahan. Menurut saya, selama mereka masih sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku. Saya masih respek dengan aktivis tahun 98 yang menyuarakan soal HAM. Jika masuk parlemen atau nggak tapi dia menyuarakan soal HAM. Artirnya ia masih menyurakkan nilai-nilai yang dulu diperjuangkan,” tuturnya.

Pengalaman Intimidasi

Selama periode dari awal hingga akhir tahun saat menjadi Ketua BEM UI, Melki dan kawan-kawannya secara rutin dihadangi oleh aparat keamanan sebelum mereka melaksanakan demonstrasi yang direncanakan. “Jadi sepanjang jadi ketua BEM UI dari Januari sampai Desember itu, saya dan teman-teman mahasiswa kalau dibilang diancem, diintimidasi, dan direpresi itu sebenarnya sudah sering terjadi berulang-ulang kali. Setiap kali H-1 berdemonstrasi, saya beserta teman-teman mahasiswa terutama yang adalah ketua-ketua organisasi pasti didatangi oleh aparat keamanan gitu,” katanya.

Kami diminta untuk tidak menggelar demonstrasi, mengurangi jumlah anggota yang terlibat, dan bahkan diancam agar tidak diizinkan pulang ke rumah. “Kami diminta untuk besok tidak boleh demonstrasi, diminta untuk mengurangi, dan jumlah personel gitu. Kemudian kita disodorkan sejumlah uang gitu ataupun diancam lewat ancaman-ancaman seperti saya diancam bahwa kalau besok tetap turun anak-anak UI tidak bisa pulang ke rumah gitu,” tuturnya.

Melki Huang saat berbincang-bincang dengan Eddy Wijaya di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Melki Huang saat berbincang-bincang dengan Eddy Wijaya di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Melki juga mengungkap adanya upaya intimidasi yang mencakup pertanyaan-pertanyaan pribadi tentang dirinya. Hal ini telah menciptakan rasa takut dan ketidaknyamanan bagi Melki dan orang-orang terdekatnya. “Seorang guru di sekolah lama saya, SMA Negeri 1 Pontianak itu nelepon katanya ada yang ke sekolah pakai seragam aparat. Menanyakan hal-hal personal tentang saya dan keluarga,” jelasnya.

“Ada beberapa yang menanyakan soal track record seperti ‘Melki waktu SMA ngapain, Melki waktu SMA pernah melakukan apa aja, rumahnya di mana, ada nomor orangtuanya nggak?’ Menanyakan hal-hal yang bersifat privasi dan personal gitu. Saya tahu ada yang nggak beres, saya telepon ibu di rumah. Ibu juga bilang ‘Oh ini ada dua orang datang ke rumah satunya pakai seragam gitu.’ Dia nanya-nanya hal-hal seperti itu juga,” ungkap nya.

Tags :

Recent Posts