Jimly Asshiddiqie Bahas Independensi MK dan Hak Angket DPR

Jimly Asshiddiqie Bahas Independensi MK dan Hak Angket DPR

Jimly Asshiddiqie Bahas Independensi MK dan Hak Angket DPR

March 18, 2024
Jimly Asshiddiqie saat jadi bintang tamu di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Jimly Asshiddiqie. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Dalam panggung politik Indonesia, pembahasan tentang otoritas legislatif dan yudikatif memang menarik untuk diikuti. Salah satu isu terkini adalah wacana tentang hak angket DPR. Dalam podcast EdShareOn, Eddy Wijaya selaku host berbincang-bincang dengan Jimly Asshiddiqie, Ketua Mahkamah Konstitusi Indonesia periode 2003-2008 membahas tentang konstitusi di Indonesia.

Dalam podcast EdShareOn Jimly Asshiddiqie menyampaikan pendapatnya tentang konstitusi dan perundang-undangan di Indonesia. Dalam percakapan tersebut, Jimly menyoroti pentingnya menjaga independensi Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menghadapi tekanan politik, khususnya dalam konteks hak angket DPR.

Jimly Asshiddiqie menekankan bahwa hak angket DPR terhadap MK seharusnya tidak melebihi batas independensi MK. Dia menjelaskan, “Batasnya adalah dia tidak bisa mendikte. KPU dan Bawaslu itu punya independensinya sendiri tidak bisa ditekan dan didikte. Jadi kalau dibilang tidak akan mempengaruhi, secara politik itu bisa mempengaruhi tapi independensi MK dan independensi Bawaslu itu tetap harus terjaga,” tutur Jimly.

Jimly Asshiddiqie saat jadi bintang tamu di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Jimly Asshiddiqie saat jadi bintang tamu di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Jimly Asshiddiqie juga membahas tentang pemilihan ketua MK dan pentingnya menjaga independensi proses tersebut. Dia menjelaskan bahwa pemilihan ketua MK adalah inherent power dari MK sebagai lembaga independen. Hal ini menunjukkan bahwa keputusan internal MK harus dihormati dan tidak boleh dipengaruhi oleh kepentingan politik.

“Anwar Usman sudah diberhentikan dari jabatan ketua. Jadi pemilihan ketua itu sudah dilaksanakan sebagai tindak lanjut perintah dari majelis kehormatan. Dan itu sudah dijalankan oleh mereka bersembilan, sudah dipilih dan sudah terpilih yaitu Pak Aswanto. Dan itu adalah inherent power dari MK sebagai lembaga independen untuk memilih sendiri ketuanya. Lembaga di luar nggak boleh ikut campur,” jelasnya.

Tags :

Recent Posts

Jimly Asshiddiqie Ungkap Proses Penyelesaian Perselisihan Pemilu di Indonesia

Jimly Asshiddiqie Ungkap Proses Penyelesaian Perselisihan Pemilu di Indonesia

Jimly Asshiddiqie Ungkap Proses Penyelesaian Perselisihan Pemilu di Indonesia

March 15, 2024
Jimly Asshiddiqie saat jadi bintang tamu di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Jimly Asshiddiqie. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Di era dinamika politik Indonesia, perselisihan hasil pemilihan umum (Pemilu) seringkali menjadi fokus perhatian masyarakat. Melalui wawancara di podcast EdShareOn, Eddy Wijaya bersama Jimly Asshiddiqie, seorang pakar hukum dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), membahas mengenai proses kompleks penyelesaian perselisihan pemilu di Indonesia.

Jimly Asshiddiqie memulai diskusi dengan menyoroti perlunya menghormati proses formal dalam pemilihan umum. Dia memberikan contoh pada Pilpres 2004. Jimly menekankan bahwa keberadaan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga peradilan yang menangani perselisihan hasil pemilu adalah penting untuk menjaga keadilan dan demokrasi.

“Yang menang waktu itu adalah Pak SBY dan incumbentnya adalah Ibu Megawati. Saat KPU akan mengumumkan, malamnya Pak SBY sebagai capres yang quick countnya sudah merasa menang itu membuat statement. Statementnya adalah besok sesudah pengumuman resmi dari KPU, saya akan segera mengumumkan rancangan kabinet. Saya bilang presiden terpilih itu baru ada setelah melewati dua proses yaitu adalah proses di KPU dan proses di Mahkamah Konstitusi. Harus dihormati, ada yang namanya MK,” ujar Jimly Asshiddiqie.

Jimly Asshiddiqie saat jadi bintang tamu di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Jimly Asshiddiqie saat jadi bintang tamu di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Jimly mengingatkan bahwa proses penetapan hasil pemilu harus mengikuti mekanisme yang ada. “Jadi hormati mekanisme, jika sudah resmi menjadi presiden baru bisa membuat kabinet,” ucapnya. Ia menekankan pentingnya memberi ruang bagi proses hukum untuk berjalan dengan adil. “Kubu yang menang sebaiknya tahan diri dulu. Jangan merasa sudah selesai, KPU aja belum resmi mengumumkan. Memang jauh jaraknya tapi harus diberi ruang kesempatan untuk adanya perkara di MK,” lanjutnya.

Eddy Wijaya menyoroti kemungkinan jalannya angket dalam penyelesaian perselisihan pemilu. Jimly menjelaskan bahwa angket merupakan salah satu saluran politik yang bisa digunakan oleh DPR. “Kedua dari pihak yang kalah harus kita hormati dan mereka diberi ruang saluran. Saluran hukum dan saluran politik. Angket di DPR itu saluran politik. Harus dihargai, jangan dilihat negatif tapi dengan tetap memberi ruang pada saluran hukum. Ini penting ya, untuk apa? Memindahkan kemarahan dan kekecewaan dari jalanan ke ruangan sidang. Sidang forum politik di DPR dan sidang forum hukum di MK,” jelasnya.

Jimly Asshiddiqie saat jadi bintang tamu di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Jimly Asshiddiqie saat jadi bintang tamu di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Pembahasan pun berkembang ke arah kemungkinan pemakzulan presiden. Jimly menjelaskan bahwa meskipun pemakzulan adalah hak lembaga DPR, prosesnya tidaklah mudah dan membutuhkan bukti yang kuat atas pelanggaran hukum yang dilakukan oleh presiden. Ia menegaskan bahwa upaya pemakzulan haruslah berdasarkan pada fakta dan bukti yang jelas, bukan sekadar opini politik.

“Ada tiga hak DPR yaitu hak interpelasi, hak angket dan yang ketiga hak menyatakan pendapat. Nah yang ada kaitan langsung dengan pemakzulan adalah yang ketiga. Jika mayoritas DPR menyatakan bahwa presiden ini melanggar hukum misalnya seperti itu. Pernyataan pendapat itu bisa dibawa ke MK. Nanti oleh MK akan dibuktikan benar atau tidaknya. Kalau terbukti benar, balik lagi ke DPR dan kemudian oleh DPR diajukan ke MPR untuk impeachment untuk pemakzulan. Itu mekanismenya dan itu lama prosesnya,” ungkap Jimly Asshiddiqie.

Tags :

Menguak Kompleksitas Pemilu Indonesia Bersama Titi Anggraini

Menguak Kompleksitas Pemilu Indonesia Bersama Titi Anggraini

Menguak Kompleksitas Pemilu Indonesia Bersama Titi Anggraini

March 11, 2024

Titi Anggraini. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Dalam diskusi dengan Eddy Wijaya di podcast EdShareOn, Titi Anggraini, seorang anggota Dewan Pembina Perludem, memberikan pandangan mengenai dinamika pemilihan umum (Pemilu) di Indonesia. Dalam kesempatan itu, Titi Anggraini mengulas berbagai aspek kompleks yang melingkupi proses pemilihan umum di Indonesia, termasuk tantangan dalam memastikan kejujuran dan keabsahan proses.

Satu aspek penting yang disoroti oleh Titi Anggraini adalah keberadaan celah untuk manipulasi hasil pemilihan umum melalui angka TPS (Tempat Pemungutan Suara). Dia menekankan bahwa angka TPS saja tidak cukup untuk mencerminkan kejujuran proses pemilihan. Terdapat beragam faktor yang dapat memengaruhi hasil suatu TPS, seperti intimidasi, praktik jual beli suara, politisasi bantuan sosial, atau tekanan dari tokoh agama atau elit. Ini menunjukkan kompleksitas dalam memastikan keabsahan hasil pemilihan.

“Angka TPS bisa saja dihasilkan dari sebuah proses yang tidak genuine. Apakah saya benar mencoblos A. Tapi bagaimana saya sampai mencoblos A itu yang tidak bisa dipotret oleh quick count. Kalau saya mencoblos A bisa saja karena memang kehendak bebas saya dan tidak dipengaruhi oleh siapapun. Tapi bisa juga karena saya mengalami intimidasi, saya mengalami jual beli suara atau bisa juga karena saya mendapatkan pengaruh politisasi bansos, mendapatkan pengaruh tekanan dari tokoh agama atau elit. Ini tidak bisa dipotret oleh quick count. Quick count memotret apa adanya angka hasil TPS,” tuturnya.

Titi Anggraini saat jadi bintang tamu di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Titi Anggraini saat jadi bintang tamu di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Eddy Wijaya menyoroti upaya paslon dan tim mereka dalam mempengaruhi pemilih yang sering kali melibatkan strategi-strategi yang tidak etis. Titi Anggraini mengakui bahwa terdapat keahlian dalam mengakali dan berstrategi, tetapi juga menegaskan bahwa tindakan yang menyimpang dari aturan. “Ada keahlian mengakali. Ada keahlian berstrategi. Keahlian yang menyimpang tadi itu ranah dari pengawasan dan penegakan hukum makanya wajar kalau ada yang mengatakan ‘Kami sedang mengumpulkan data-data kecurangan. Kami sedang mengumpulkan temuan-temuan pelanggaran’. Tinggal kemudian ini ujungnya nanti ke Mahkamah Konstitusi, perselisihan hasil Pemilu di Mahkamah Konstitusi itu terhadap penetapan yang mempengaruhi hasil dan keterpilihan,” jelasnya.

Titi Anggraini juga membahas pentingnya pembuktian dalam menangani perselisihan hasil pemilu di MK. Dia menegaskan bahwa bukti-bukti yang kuat menjadi kunci dalam memperkuat klaim yang diajukan. Meskipun proses ini mungkin terbilang singkat, dengan hanya 14 hari kerja, dia menekankan bahwa pembuktian haruslah komprehensif dan tidak boleh hanya berdasarkan klaim tanpa bukti yang kuat.

“14 hari kerja, singkat sekali dan walaupun klaim buktinya berkontainer-koniner. Jadi memang ini koreksi jangka panjang juga untuk apa pemeriksaan perkara di MK,” ucapnya.

Titi Anggraini saat jadi bintang tamu di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Titi Anggraini saat jadi bintang tamu di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Menanggapi soal pihak paslon yang kalah dalam pemilu belum memberikan selamat kepada pemenang, Titi menegaskan bahwa proses penetapan hasil pemilu masih berlangsung, dan bahwa pihak yang kalah mungkin ingin menghormati proses tersebut. Dia juga mengingatkan bahwa putusan MK terakhir mengenai perselisihan hasil pemilu tidak hanya berfokus pada konstitusionalitas pencalonan, tetapi juga melihat berbagai faktor yang mempengaruhi hasil pemilihan.

“Bisa jadi mereka ingin menghormati pilihan yang sudah dibuat oleh pemilih. Kita proses penetapan hasilnya cukup panjang 35 hari. Tanggal 20 Maret itu batas untuk menetapkan hasil. Saya kira problemnya mungkin agak berlebihan tapi kita memulai Pemilu 2024 ini dengan sudah ada luka di awal,” ungkap Titi Anggraini.

Tags :

Tatangan Pemilu dan Film Dirty Vote di Mata Titi Anggraini

Tatangan Pemilu dan Film Dirty Vote di Mata Titi Anggraini

Tatangan Pemilu dan Film Dirty Vote di Mata Titi Anggraini

March 10, 2024
Titi Anggraini. (Foto: EdShareOn.com)

Titi Anggraini. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Saat berbincang dengan Eddy Wijaya di podcast EdShareOn, Titi Anggraini, anggota Dewan Pembina Perludem, membahas berbagai aspek yang melingkupi pemilu dan tanggapannya terhadap fenomena video Dirty Vote. Obrolan ini mengungkapkan beragam permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh sistem pemilu, serta pentingnya bagi pemilih untuk memahami setiap tahapan proses pemilu secara menyeluruh.

Eddy Wijaya memulai wawancara dengan menanyakan pandangan Titi Anggraini mengenai pelaksanaan pemilu terbaru di Indonesia. Titi menyatakan bahwa melihat pemilu hanya dari hari pelaksanaan tidaklah cukup. Meskipun proses pemilu secara teknis dan prosedural berjalan baik, terdapat aspek-aspek lain yang perlu diperhatikan.

“Melihat Pemilu itu tidak bisa hanya hari pelaksanaanya saja. Jika kita hanya melihat hari pelaksanaanya, kita akan mudah terkecoh. Jadi memang kita harus mengapresiasi bahwa Pemilu di Indonesia bisa berjalan baik dengan prosedur yang secara kompleksitas teknis tu berat dan bisa berjalan damai,” ujarnya.

Titi Anggraini saat jadi bintang tamu di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Titi Anggraini saat jadi bintang tamu di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Titi menekankan bahwa pemilu yang baik harus dinilai dari banyak aspek, bukan hanya dari sisi teknis dan prosedural saja. Dia menyoroti enam elemen penting dalam pemilu, termasuk demokratisnya aturan main, profesionalitas dan netralitas penyelenggara, serta adilnya persaingan antar peserta pemilu.

“Aturan mainnya harus demokratis, penyelenggara pemilunya harus profesional dan netral, peserta pemilunya berkompetisi secara adil dan setara. Yang keempat penegakan hukumnya efektif dan berkeadilan karena keadilan Pemilu. Yang kelima birokrasi dan aparat keamanannya netral dan profesional. Dan yang terakhir pemilihnya mendapatkan informasi Kredibel pendidikan politik yang baik sebagai bekal membuat keputusan,” jelasnya.

Eddy Wijaya juga menyinggung kontroversi seputar video Dirty Vote yang menghebohkan publik. Titi memberikan tanggapannya, menggambarkan bahwa film tersebut sebenarnya merupakan sarana pendidikan politik bagi pemilih. Dia menjelaskan bahwa video Dirty Vote mengajak pemilih untuk mempertimbangkan setiap tahapan pemilu, dari aturan main hingga penegakan hukum, sebagai dasar dalam membuat keputusan di bilik suara.

Titi Anggraini saat jadi bintang tamu di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Titi Anggraini saat jadi bintang tamu di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Titi menyoroti bahwa film Dirty Vote membantu membangunkan kesadaran pemilih, agar tidak hanya datang mencoblos tanpa mempertimbangkan proses pemilu secara menyeluruh. “Dirty Vote ini menggabungkan enam elemen itu sebagai dasar pertimbangan pemilih melihat dan menilai Pemilu. Sampai akhirnya mereka nanti tiba di bilik suara. Itulah hasil dari penilaian itu sebagai apa refleksi pilihan yang dia buat. Jadi Dirty Vote itu menampilkan informasi tidak ada yang satu pun baru. Semuanya ada di media, bisa dicaro di internet jika semua datanya ada di media dan semuanya terverifikasi,” ungkapnya.

Dalam tanggapannya, Titi Anggraini juga membahas kontroversi seputar keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pilpres 2024, yang menimbulkan pertanyaan akan demokratisnya proses pemilihan calon presiden. Dia mengkritisi ketidaksesuaian putusan MK dengan prinsip demokrasi.

“Bagi saya, putusan MK No. 90 itu bermasalah. Kalau bagi saya, itu tidak boleh dilupakan karena keluar 3 hari sebelum pendaftaran calon. Dibacakan MK tanggal 16, dan tanggal 19 pendaftaran calon. Tiga hari sebelum pendaftaran calon. Di dalam undang-undang partai politik dan undang-undang pemilu, pencalonan presiden harus dilakukan secara terbuka dan demokratis. Bagi saya, kalau MK konsisten menerapkan undang-undang partai politik dan undang-undang Pemilu secara holistik. Apa iya? 3 hari sebelum pencalonan bisa melakukan seleksi pencalonan pilpres secara terbuka dan demokratis,” urainya.

Tags :

Titi Anggraini Sebut Pemilu di Indonesia yang Terbaik Secara Pelayanan

Titi Anggraini Sebut Pemilu di Indonesia yang Terbaik Secara Pelayanan

Titi Anggraini Sebut Pemilu di Indonesia yang Terbaik Secara Pelayanan

March 9, 2024
Titi Anggraini. (Foto: EdShareOn.com)

Titi Anggraini. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Dalam podcast EdShareOn, Eddy Wijaya berbincang dengan Titi Anggraini, Anggota Dewan Pembina Perludem, mengenai pengalamannya sebagai pemantau pemilu di berbagai negara. Percakapan ini mengungkapkan tantangan dan dinamika politik yang dihadapi oleh negara-negara Asia, terutama dalam mengatasi praktik politik uang.

Titi Anggraini membuka pembicaraan dengan menyamakan pengalaman pemilu di Filipina dengan Indonesia. Dia menjelaskan bahwa praktik politik uang di Filipina, terutama melalui manipulasi hasil oleh penyelenggara pemilu, serupa dengan tantangan yang dihadapi oleh Indonesia. “Oh kalau di Filipina mirip-miriplah 11 12 dengan kita. Jadi di Filipina, mereka dulu karakter kecurangannya penyelenggara yang curang. Jadi penyelenggara itu waktu pemilunya manual itu suka mengubah hasil,” ujarnya.

Namun, Filipina telah bertransformasi dengan menggunakan electronic counting machine (ECM) untuk menghitung suara, mengurangi ruang bagi praktik kecurangan. “Terus mereka kemudian bertransformasi menggunakan vote counting machine. Ternyata itu mengubah perilaku curang, akhirnya curangnya adalah membeli pemilih untuk memilih sang calon. Jadi meningkat tuh politik uangnya,” jelasnya.

Titi Anggraini saat jadi bintang tamu di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Titi Anggraini saat jadi bintang tamu di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Titi menyoroti bahwa praktik politik uang juga terjadi di Amerika Serikat, di mana meskipun pemungutan suara dilakukan dengan mesin, peserta pemilu masih memfasilitasi pemilih dengan transportasi dan makanan. “Ketika saya di kentucky pada 2012, ternyata di sana dimungkinkan kandidat memfasilitasi pemilih yang mau ke TPS karena lokasinya jauh dan ke TPS itu sediakan bus dan makan siang,” tuturnya.

Di Amerika, kegiatan kampanye masih diperbolehkan hingga hari pemungutan suara, meskipun terdapat pembatasan terkait jarak dari TPS. Namun, perhatian Titi tertuju pada pemilu tahun 2020 yang dipengaruhi oleh pandemi COVID-19, di mana praktik politik uang berupa pemberian bantuan pokok kepada pemilih menjadi perhatian.

“Di 2020 itu menarik karena saya sempat memperhatikan. Jadi mulai kasih-kasih sembako. Karena saat itu sedang masa pandemi. Jadi ada yang ngasih kebutuhan pokok dan mereka biasanya posting gitu ya ke media sosial,” ucapnya.

Titi Anggraini saat jadi bintang tamu di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Titi Anggraini saat jadi bintang tamu di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Meskipun begitu, Titi menekankan bahwa pemilu di Indonesia memberikan pelayanan terbaik kepada pemilih dengan jumlah TPS yang kecil dan fasilitas yang memadai. TPS di Indonesia bahkan menjadi momen keguyuban masyarakat dengan adanya kegiatan seperti bazar dan penyediaan makanan.

“Jadi Indonesia bisa dibilang sebagai salah satu pemilu dengan pelayanan terbaik kepada pemilih. Tps-nya kecil jumlah pemilihnya sedikit dan dikasih fasilitas duduk bahkan kadang-kadang saat pemilu jadi momen keguyuban. Jadi bahkan dari rumah ke rumah dikirimi pemberitahuan memilih. Dari pelayanan kepada pemilih pemilu Indonesia itu salah satu yang terbaik di dunia,” ungkap Titi Anggraini.

Tags :

Pandangan Titi Anggraini tentang Praktik Pemilu di Indonesia dan Internasional

Pandangan Titi Anggraini tentang Praktik Pemilu di Indonesia dan Internasional

Pandangan Titi Anggraini tentang Praktik Pemilu di Indonesia dan Internasional

March 8, 2024
Titi Anggraini. (Foto: EdShareOn.com)

Titi Anggraini. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Saat berbincang-bincang dengan Eddy Wijaya di podcast EdShareOn, Titi Anggraini, Anggota Dewan Pembina Perludem, tentang perannya sebagai pemantau pemilu di berbagai negara. Titi Anggraini membagikan pandangannya tentang praktik pemilu di Indonesia dan di seluruh dunia.

Indonesia telah dikenal secara global atas praktik pemilunya yang maju. Menurut Titi, salah satu prestasi Indonesia adalah penyelenggaraan pemilu serentak dalam satu hari, sebuah keberhasilan yang tidak dimiliki banyak negara lain. Dengan jumlah pemilih yang besar, Indonesia telah membuktikan kemampuannya dalam menyelenggarakan pemilu yang besar dan kompleks.

“Indonesia itu cukup direkognisi dunia terkait dengan praktek Pemilu kita. Karena pertama kita ini menyelenggarakan pemilu serentak dalam satu hari terbesar di dunia. Itu dinilai dari jumlah pemilih karena jumlah pemilih kita misalnya 2019 itu 192 juta,” ujarnya

Titi Anggraini saat jadi bintang tamu di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Titi Anggraini saat jadi bintang tamu di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Titi menjelaskan bahwa meskipun pemilu di Indonesia dianggap berhasil secara prosedural, tantangan teknis dan kompleksitasnya tidak boleh diabaikan. Dengan sistem pemilu yang masih manual, Indonesia memiliki keunggulan dalam menyelenggarakan pemilu yang adil dan transparan.

“Secara prosedural dianggap berhasil. Dari sisi teknikalitas menyelenggarakan pemilu yang rumit dan kompleks Ditambah lagi bahwa kita ini geografisnya juga luar biasa. Tambah Indonesia pemilunya masih manual, sedangkan India sudah menggunakan electronic voting machine,” jelasnya.

Pemilu di International

Sebagai anggota beberapa organisasi internasional seperti ANFREL dan International IDEA, Perludem telah berkontribusi dalam pemantauan pemilu di berbagai negara. Titi sendiri telah terlibat dalam pemantauan pemilu di Nepal dan Myanmar, di mana ia menyaksikan berbagai tantangan dan dinamika unik dalam proses demokratisasi.

“Jadi menjadi bagian dari komunitas internasional membuat Perludem mendapat kesempatan menjadi bagian dari misi Pemilu internasional. Jadi kita ini, anggota-anggotanya itu kalau ada Pemilu itu biasa dilibatkan untuk pemantauan internasional. Di pemilu Nepal 2012, lalu menjadi pemantau Pemilu terutama di negara-negara yang mengalami transisi seperti Myanmar,” ucapnya.

Titi menegaskan bahwa peran pemantau pemilu internasional bukanlah untuk melaporkan pelanggaran secara langsung. Lebih dari itu, mereka bertujuan untuk memberikan penilaian yang objektif tentang apakah pemilu telah berlangsung sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi yang bebas dan adil. Hal ini penting untuk memberikan pengakuan internasional terhadap proses demokratis suatu negara.

Titi Anggraini saat jadi bintang tamu di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

“Kami datang untuk mengkaji dan kemudian membuatkan yang namanya mission statement. Apakah suatu Pemilu sudah berjalan dengan prinsip-prinsip pemilu yang bebas dan adil. Tidak semua negara yang kami datangi itu serta merta bisa diklasifikasi sebagai pemilu yang bebas dan adil,” jelasnya.

Dalam mengakhiri wawancara, Titi berbagi pengalamannya yang menarik ketika memantau pemilu di Nepal, di mana dia merasakan tensi politik yang tinggi dan dinamika yang kompleks. Pengalaman ini menyoroti pentingnya memahami konteks lokal dalam menganalisis proses demokratis suatu negara.

“Saya pernah melakukan pemantauan pemilu di Nepal. Kalau di Nepal itu unik. Karena mereka dengan konstitusi baru dan perebutan dua pengaruh antara beberapa negara di sekitarnya,” tuturnya.

Tags :

Andika Perkasa Buka Suara Soal Kontroversi Undang-Undang ASN

Andika Perkasa Buka Suara Soal Kontroversi Undang-Undang ASN

Andika Perkasa Buka Suara Soal Kontroversi Undang-Undang ASN

March 7, 2024
Andika Perkasa. (Foto: EdShareOn.com)

Andika Perkasa. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Dalam sebuah perbincangan dengan Eddy Wijaya di podcast EdShareOn, Andika Perkasa, Panglima Tentara Nasional Indonesia pada tahun 2021 sampai 2022 ini memberikan pernyataan tentang undang-undang ASN terbaru yang menuai kontroversi. Dalam pasal 19 undang-undang tersebut, dijelaskan bahwa TNI diizinkan untuk mengisi jabatan di lingkungan institusi sipil, yang memunculkan kembali isu dwi fungsi ABRI yang telah terjadi di masa Orde Baru.

Andika Perkasa menanggapi kritik tersebut dengan merujuk pada undang-undang ASN yang sebelumnya telah disahkan pada tahun 2014. Meskipun terdapat penyempurnaan dalam undang-undang terbaru, konsep dasarnya tetap sama. Dia menekankan bahwa walaupun undang-undang membolehkan TNI mengisi jabatan tertentu di institusi sipil, hal ini tidak harus dijalankan secara otomatis.

“Walaupun boleh tapi tidak bisa seluas-luasnya, tetap harus sesuai dengan undang-undang nomor 34. Undang-undang ini kan membolehkan tapi diisi atau tidak Itu kan belum tentu harus diisi. Tapi apakah harus diisi atau tidak? Ya tidak harus juga,” jelasnya.

Andika Perkasa saat berbincang-bincang dengan Eddy Wijaya di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Andika Perkasa saat berbincang-bincang dengan Eddy Wijaya di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Dalam penempatan personel TNI di institusi sipil, Andika Perkasa menekankan pentingnya mempertimbangkan kompetensi dan kapabilitas individu. Meskipun undang-undang memberi kewenangan, hal ini harus sejalan dengan kemampuan yang dimiliki. “Saya setuju dalam hal kompetensi walaupun kita punya punya misalnya punya tempatlah di jabatan di Kementerian Pertahanan, Polhukam, Basarnas, dan BNPB. Tapi kapabilitas juga harus dihitung,” tuturnya.

Andika Perkasa juga membagikan pengalaman pribadinya dalam memberikan saran dan menerima umpan balik dari kolega, seperti yang pernah dilakukannya dengan Pak Mahfud. “Saya dan Pak Mahfud sering tawar-tawaran. Seperti ‘Pak kalau ini, dia bisa ditempatkan di situ tapi kalau memang bapak berkenan. Karena bidang yang dia geluti termasuk pendidikannya, ini menurut saya cocok’,” jelasnya.

Dengan tegas, Andika Perkasa menekankan bahwa penempatan personel TNI di institusi sipil harus didasarkan pada prinsip meritokrasi dan kebutuhan yang sesuai. “Nggak boleh hanya karena kenal saja, tapi harus punya skill,” ujarnya.

Tags :

Andika Perkasa Ungkap Tantangan dalam Pengambilan Keputusan di Militer

Andika Perkasa Ungkap Tantangan dalam Pengambilan Keputusan di Militer

Andika Perkasa Ungkap Tantangan dalam Pengambilan Keputusan di Militer

March 7, 2024
Andika Perkasa. (Foto: EdShareOn.com)

Andika Perkasa. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Dalam wawancara yang dilakukan di podcast EdShareOn, Andika Perkasa yang merupakan Panglima Tentara Nasional Indonesia pada tahun 2021 sampai 2022 ini, mengungkapkan beragam isu terkait tekanan dan tantangan dalam pengambilan keputusan di tubuh militer. Eddy Wijaya selaku host podcast EdShareOn bertanya tentang tekanan dari pihak tertentu atau pesanan khusus dalam pengambilan kebijakan.

Andika Perkasa menyatakan bahwa tekanan dalam pengambilan keputusan memang ada, terutama terkait dengan pemilihan personel untuk jabatan tertentu atau dalam proses pengadaan. Namun, dia menegaskan bahwa dalam menghadapi tekanan tersebut, pertimbangan yang diutamakan adalah kepatuhan pada peraturan yang berlaku dan prinsip merit system. “Saya selalu mengutamakan pertimbangan pertama, apakah hal itu melanggar aturan atau tidak,” tegas Andika.

Terkait dengan pengadaan barang, Andika Perkasa menegaskan bahwa dirinya sangat memperhatikan aspek kualitas dan relevansi barang yang dibeli, bahkan untuk hal sekecil apapun seperti sepatu. Spesifikasi barang yang diinginkan harus sesuai dengan kebutuhan tugas, sehingga mendukung kinerja dan keselamatan personel militer. “Kita harus pastikan barang yang kita beli mendukung tugas kita dengan baik,” paparnya.

Andika Perkasa saat berbincang-bincang dengan Eddy Wijaya di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Andika Perkasa saat berbincang-bincang dengan Eddy Wijaya di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Ketika ditanya tentang tekanan tertentu selama periode pemilihan presiden pada 2019, Andika Perkasa menegaskan bahwa dirinya tetap berpegang pada netralitas, sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Meskipun tekanan mungkin ada, Andika menekankan bahwa sebagai anggota militer, ia tidak melaksanakan perintah yang melanggar aturan. “Saya tidak melaksanakan itu. Karena sudah jelas dalam undang-undang bahwa militer harus netral,” tegasnya.

Menanggapi isu-isu terkini tentang ketidaknetralan aparat TNI dan Polri dalam pemilihan umum, Andika Perkasa menyatakan bahwa sementara godaan atau tekanan mungkin ada. Namun ia yakin bahwa kepemimpinan TNI dan Polri akan tetap tegak di bawah undang-undang. “Saya yakin dengan Panglima TNI dan Kapolri untuk tetap tegak di bawah undang-undang,” ungkapnya.

Tags :

Tantangan dan Strategi Penyelesaian Konflik Papua Andika Perkasa

Tantangan dan Strategi Penyelesaian Konflik Papua Andika Perkasa

Tantangan dan Strategi Penyelesaian Konflik Papua Andika Perkasa

March 7, 2024
Andika Perkasa. (Foto: EdShareOn.com)

Andika Perkasa. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Dalam perbincangan dengan Eddy Wijaya di podcast EdShareOn, Andika Perkasa memberikan wawasan yang mendalam tentang penyelesaian konflik Papua. Panglima Tentara Nasional Indonesia pada tahun 2021 sampai 2022 ini ditanya terkait penyelesaian konflik Papua.

Andika Perkasa menegaskan bahwa peranannya adalah memastikan keamanan dan percepatan pembangunan di Papua sesuai dengan Inpres Nomor 9 tahun 2020. Meskipun tidak ada status khusus sebagai daerah militer, pendekatan hukum yang berlaku di seluruh Indonesia tetap diterapkan di Papua. “Tugas saya lebih ke hal-hal yang sifatnya membantu,” ungkapnya.

Andika Perkasa mengakui kemungkinan adanya penyelundupan senjata dari luar negeri, meskipun senjata yang digunakan oleh kelompok bersenjata di Papua tidak terlalu canggih. Tantangan utama terletak pada penguasaan medan perang yang luas oleh pihak militer, dengan personel yang terbatas.

Andika Perkasa saat berbincang-bincang dengan Eddy Wijaya di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Andika Perkasa saat berbincang-bincang dengan Eddy Wijaya di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

“Penyelundupan ini ada kemungkinan yang dari dalam negeri tapi juga tidak menutut kemungkinan ada yang dari luar negeri. Tapi kalau kita lihat senjatanya sebetulnya nggak canggih-canggih amat sebenarnya. Penguasaan medan yang membedakan. Mereka sangat tahu dan daerahnya tiga setengah kali pulau Jawa. Sedangkan personelnya kurang,” tuturnya.

Andika Perkasa juga menekankan pentingnya mencegah korban dalam konflik Papua untuk menghindari balas dendam yang bisa memperdalam masalah. “Tujuan saya adalah mencegah korban, karena korban akan memperdalam masalah,” ujarnya. Dia menekankan bahwa tindakan TNI harus sesuai dengan kewenangannya untuk mencegah kesalahan prosedur dan penyalahgunaan kekuasaan.

Andika Perkasa juga menyoroti tantangan dalam menegakkan hukum tanpa melakukan tindakan yang melanggar prinsip kemanusiaan. “Tidak boleh hanya karena kita ingin menegakkan hukum, kita melakukan hal yang sama,” tegasnya. Menurutnya Indonesia harus menunjukkan kepada dunia bahwa negara ini bertindak sesuai dengan hukum dan prinsip kemanusiaan.

Tags :

Dari Pendidikan Hingga Dukungan Politik, Ini Alasan Andika Perkasa Terjun ke Dunia Politik

Dari Pendidikan Hingga Dukungan Politik, Ini Alasan Andika Perkasa Terjun ke Dunia Politik

Dari Pendidikan Hingga Dukungan Politik, Ini Alasan Andika Perkasa Terjun ke Dunia Politik

March 7, 2024
Andika Perkasa. (Foto: EdShareOn.com)

Andika Perkasa. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Dalam sebuah wawancara di podcast EdShareOn, Andika Perkasa, Panglima Tentara Nasional Indonesia pada tahun 2021 sampai 2022, memberikan gambaran yang mendalam tentang alasannya memasuki dunia politik. Dia menguraikan bahwa keputusannya untuk terjun ke politik berasal dari pengalaman dan pendidikannya di bidang public policy dan administrasi publik.

“Pengalaman dan pendidikan saya sebagian besar terkait dengan eksekutif. Jadi, saya melihat bahwa terjun ke dalam sistem politik nasional adalah langkah yang tepat untuk saya,” jelas Andika Perkasa.

Pada tahap awal karier politiknya, Andika Perkasa bahkan dinominasikan sebagai calon kuat untuk posisi cawapres, mendampingi Pak Ganjar. Namun, perubahan dinamis dalam politik menyebabkan PDIP memilih Pak Mahfud sebagai calon pendamping. Meskipun demikian, Andika Perkasa menyatakan bahwa ia tidak merasa kecewa. “Saya benar-benar tidak memiliki agenda tertentu. Saya percaya bahwa keputusan politik yang dibuat oleh Ibu Megawati adalah yang terbaik saat itu,” ujarnya.

Andika Perkasa saat berbincang-bincang dengan Eddy Wijaya di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Andika Perkasa saat berbincang-bincang dengan Eddy Wijaya di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Pernah dicalonkan sebagai calon cawapres, Andika Perkasa menegaskan bahwa ia mendukung keputusan partainya dengan tulus. “Saya percaya bahwa keputusan politik yang dibuat oleh Ibu Megawati adalah yang terbaik saat itu,” katanya.

Ketika berbicara tentang dukungan dari purnawirawan TNI, Andika Perkasa menyoroti bahwa mereka, seperti masyarakat umumnya, memiliki hak untuk memberikan dukungan politik mereka kepada siapapun yang mereka pilih. “Purnawirawan TNI adalah bagian dari masyarakat biasa. Mereka memiliki hak yang sama untuk memberikan dukungan politik mereka,” ungkapnya.

Meskipun hubungan antara sesama purnawirawan tidak intens seperti dulu, Andika Perkasa menegaskan bahwa komunikasi masih terjalin. “Meskipun tidak intens dulu karena tidak ada ikatan profesi, namun komunikasi tetap berlangsung,” tuturnya.

Tags :