Month: September 2024
Calon Independen dan Tantangan Ekonomi Indonesia
Calon Independen dan Tantangan Ekonomi Indonesia

Said Iqbal. (Foto: EdShareOn.com)
JAKARTA – Dalam sebuah diskusi di podcast EdShareOn, Eddy Wijaya bersama dengan Said Iqbal membahas dinamika politik dan ekonomi di Indonesia, terutama terkait dengan sistem presidensial yang abu-abu dan tantangan yang dihadapi oleh calon presiden independen. Eddy Wijaya mengawali dengan pertanyaan seputar sistem Pilpres dan kemungkinkan calon independen ikut serta dalam pemilihan presiden. Said Iqbal menjelaskan, meskipun calon independen sudah diizinkan, sistem yang berlaku di Indonesia masih tergantung pada kekuatan partai politik.
Menurut Said Iqbal, jika calon independen diperbolehkan, presiden yang terpilih kemungkinan akan menghadapi tantangan dalam hal dukungan legislatif. Sebab dalam sistem politik Indonesia yang semi-parlementer, legislatif dan eksekutif dipilih bersamaan, sehingga calon independen tidak memiliki cukup waktu untuk membangun basis partai di parlemen. Ini berbeda dengan sistem di negara lain seperti Prancis, di mana presiden terpilih lebih dulu, baru kemudian pemilihan legislatif diadakan, sehingga presiden dapat membentuk partai yang mendukung kebijakannya.

Sistem ini, menurut Said Iqbal, sering kali menempatkan presiden dalam posisi yang tergantung pada DPR untuk mendapatkan dukungan, terutama dalam pembentukan kebijakan. Meski secara konstitusi presiden tidak bergantung pada DPR, kenyataannya presiden tetap memerlukan koalisi dengan partai-partai untuk meloloskan kebijakan. Hal ini menyebabkan pembagian jatah-jatah menteri dan posisi strategis menjadi tak terelakkan.
Selain itu, Eddy Wijaya dan Said Iqbal juga membahas fenomena PHK yang melanda Indonesia. Said Iqbal, dengan latar belakangnya di bidang ekonomi, menyebut bahwa salah satu faktor yang menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah penurunan daya beli, terutama di kalangan kelas menengah. Penurunan daya beli ini, menurutnya berkaitan erat dengan stagnasi upah dan gelombang PHK yang terjadi di berbagai sektor terutama di sektor industri.

Diskusi ini juga menyentuh aspek lain dari ketenagakerjaan di Indonesia. Masalah yang dihadapi pengusaha bukan hanya soal upah pekerja, tetapi juga faktor-faktor eksternal seperti overhead cost dan regulasi yang membebani produksi. Ia mencontohkan bagaimana proses ekspor-impor di Indonesia seringkali terhambat oleh birokrasi, termasuk pungutan tidak resmi yang menambah beban pengusaha.
Selain itu, Eddy Wijaya juga menyoroti bahwa banyak pengusaha memilih untuk memindahkan produksi mereka ke negara-negara seperti Vietnam, yang dianggap lebih kompetitif dalam hal produktivitas dan regulasi. Said Iqbal menambahkan bahwa produktivitas di Indonesia tidak hanya soal sumber daya manusia, tetapi juga terkait dengan teknologi dan regulasi yang mendukung. Menurutnya, jika teknologi yang digunakan oleh industri di Indonesia tidak diperbarui, maka produktivitas akan tetap tertinggal dibandingkan negara-negara lain.
Tags :
Rencana Said Iqbal Jika Partai Buruh Masuk Parlemen, Ambang Batas Pencalonan Presiden 0 Persen
Rencana Said Iqbal Jika Partai Buruh Masuk Parlemen, Ambang Batas Pencalonan Presiden 0 Persen

Ustaz Solmed. (Foto: EdShareOn.com)
JAKARTA – Dalam episode terbaru podcast EdShareOn, Eddy Wijaya berbincang dengan Rudy Alfonzo, Duta Besar Indonesia untuk Portugal, tentang hasil forum bisnis yang digelar di KBRI Portugal dan berbagai upaya diplomatik yang sedang dilakukan untuk memperkuat hubungan antara kedua negara.
Pada bulan Februari lalu, KBRI Portugal menyelenggarakan forum bisnis yang dihadiri oleh delegasi dari Kadin Indonesia, termasuk Wakil Ketua Kadin, Pak Tony Wenas, yang juga Presiden Direktur Freeport. Acara ini menjadi kesempatan pertama bagi Kadin Indonesia untuk berkunjung ke Portugal. Rudy Alfonzo menjelaskan bahwa pertemuan tersebut melibatkan interaksi antara pengusaha Indonesia dan Portugal, dengan fokus pada potensi kerjasama di berbagai sektor, termasuk pariwisata.
“Portugal memiliki pendapatan utama dari pariwisata, dengan 30 juta turis setiap tahun meskipun populasinya hanya 10 juta,” kata Rudy. Dia menekankan bahwa Indonesia perlu belajar dari Portugal dalam mengelola sektor pariwisata untuk meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Indonesia, yang saat ini baru mencapai sekitar 10 juta per tahun.

Rudy Alfonzo juga membahas faktor keamanan yang membuat Portugal menjadi salah satu negara Eropa paling aman untuk wisata. “Portugal sangat aman, tidak ada kasus pemerkosaan, penganiayaan, atau perampokan. Ini membuat turis merasa nyaman dan aman,” ujarnya. Selain itu, biaya hidup di Portugal relatif murah dibandingkan dengan negara Eropa lainnya, termasuk harga makanan pokok.
Pada 16 Mei, Rudy Alfonzo bertemu dengan Menteri Luar Negeri Portugal, Paulo Rangel, yang baru saja dilantik. Pertemuan ini berlangsung sekitar satu setengah jam, dengan diskusi yang sangat terbuka dan produktif. Rudy mengungkapkan bahwa Paulo Rangel, yang berlatar belakang sebagai advokat, sangat mudah diajak berdiskusi karena memiliki gaya komunikasi yang langsung dan to the point.
Dalam pertemuan tersebut, mereka membahas berbagai kunjungan tingkat tinggi sebelumnya, seperti kunjungan Presiden Soekarno pada tahun 1960, Presiden SBY pada tahun 2014, dan Presiden Portugal Cavaco Silva ke Indonesia pada tahun 2012. Rudy menyampaikan harapannya agar kunjungan Presiden Joko Widodo ke Portugal dapat segera terwujud. Namun, ia juga menjelaskan tantangan yang dihadapi, termasuk prioritas internal dan anggaran pemerintah Portugal serta padatnya jadwal kunjungan Presiden Joko Widodo.

Rudy Alfonzo optimis bahwa hubungan antara Indonesia dan Portugal dapat terus berkembang melalui berbagai upaya diplomatik dan kerjasama bisnis. Dengan memanfaatkan pengalaman Portugal dalam mengelola pariwisata dan menjalin kerjasama di sektor-sektor strategis lainnya, Indonesia dapat meningkatkan kehadirannya di pasar internasional dan menarik lebih banyak investasi asing.
“Kita semua harus bekerja keras untuk menjaga iklim investasi yang menarik di dalam negeri,” kata Rudy. Dengan berbagai langkah konkret yang sudah dilakukan dan rencana-rencana yang akan datang, Rudy Alfonzo yakin bahwa hubungan ekonomi dan pariwisata antara Indonesia dan Portugal akan semakin kuat dan saling menguntungkan.
Tags :
Recent Posts
-
Eksploitasi Sumber Daya Alam Indonesia, Usman Hamid Minta Lihat Masyarakat Papua
-
Usman Hamid: Peresmian Sejarah Hanya Dilakukan Negara Fasis
-
Aksi Kejaksaan dalam Pemberantasan Korupsi, Barita Simanjuntak: Komitmen Pimpinan
-
Korupsi di Indonesia Seakan Tak Ada Habisnya, IPW Ungkap Penyebabnya
-
IPW Tak Segan Laporkan Aparat Penegak Hukum yang Diduga Lakukan Penyimpangan
-
Kasus Hakim Zarof Ricar Diharapkan Ketua IPW Menjadi Pintu Masuk Penyelidikan Judicial Corruption
-
Ketua IPW Uraikan Tiga Hal yang Disorot dalam RUU Polri: Salah Satunya Penyadapan
-
Sistem Penyidikan Perkara, Penasihat Ahli Kapolri Berharap Tidak Ada Rebutan Kewenangan

Said Iqbal Pernah Tawarkan Anies Baswedan Bergabung di Partai Buruh
Said Iqbal Pernah Tawarkan Anies Baswedan Bergabung di Partai Buruh

Ustaz Solmed. (Foto: EdShareOn.com)
JAKARTA – Dalam episode terbaru podcast EdShareOn, Eddy Wijaya berbincang dengan Rudy Alfonzo, Duta Besar Indonesia untuk Portugal, tentang hasil forum bisnis yang digelar di KBRI Portugal dan berbagai upaya diplomatik yang sedang dilakukan untuk memperkuat hubungan antara kedua negara.
Pada bulan Februari lalu, KBRI Portugal menyelenggarakan forum bisnis yang dihadiri oleh delegasi dari Kadin Indonesia, termasuk Wakil Ketua Kadin, Pak Tony Wenas, yang juga Presiden Direktur Freeport. Acara ini menjadi kesempatan pertama bagi Kadin Indonesia untuk berkunjung ke Portugal. Rudy Alfonzo menjelaskan bahwa pertemuan tersebut melibatkan interaksi antara pengusaha Indonesia dan Portugal, dengan fokus pada potensi kerjasama di berbagai sektor, termasuk pariwisata.
“Portugal memiliki pendapatan utama dari pariwisata, dengan 30 juta turis setiap tahun meskipun populasinya hanya 10 juta,” kata Rudy. Dia menekankan bahwa Indonesia perlu belajar dari Portugal dalam mengelola sektor pariwisata untuk meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Indonesia, yang saat ini baru mencapai sekitar 10 juta per tahun.

Rudy Alfonzo juga membahas faktor keamanan yang membuat Portugal menjadi salah satu negara Eropa paling aman untuk wisata. “Portugal sangat aman, tidak ada kasus pemerkosaan, penganiayaan, atau perampokan. Ini membuat turis merasa nyaman dan aman,” ujarnya. Selain itu, biaya hidup di Portugal relatif murah dibandingkan dengan negara Eropa lainnya, termasuk harga makanan pokok.
Pada 16 Mei, Rudy Alfonzo bertemu dengan Menteri Luar Negeri Portugal, Paulo Rangel, yang baru saja dilantik. Pertemuan ini berlangsung sekitar satu setengah jam, dengan diskusi yang sangat terbuka dan produktif. Rudy mengungkapkan bahwa Paulo Rangel, yang berlatar belakang sebagai advokat, sangat mudah diajak berdiskusi karena memiliki gaya komunikasi yang langsung dan to the point.
Dalam pertemuan tersebut, mereka membahas berbagai kunjungan tingkat tinggi sebelumnya, seperti kunjungan Presiden Soekarno pada tahun 1960, Presiden SBY pada tahun 2014, dan Presiden Portugal Cavaco Silva ke Indonesia pada tahun 2012. Rudy menyampaikan harapannya agar kunjungan Presiden Joko Widodo ke Portugal dapat segera terwujud. Namun, ia juga menjelaskan tantangan yang dihadapi, termasuk prioritas internal dan anggaran pemerintah Portugal serta padatnya jadwal kunjungan Presiden Joko Widodo.

Rudy Alfonzo optimis bahwa hubungan antara Indonesia dan Portugal dapat terus berkembang melalui berbagai upaya diplomatik dan kerjasama bisnis. Dengan memanfaatkan pengalaman Portugal dalam mengelola pariwisata dan menjalin kerjasama di sektor-sektor strategis lainnya, Indonesia dapat meningkatkan kehadirannya di pasar internasional dan menarik lebih banyak investasi asing.
“Kita semua harus bekerja keras untuk menjaga iklim investasi yang menarik di dalam negeri,” kata Rudy. Dengan berbagai langkah konkret yang sudah dilakukan dan rencana-rencana yang akan datang, Rudy Alfonzo yakin bahwa hubungan ekonomi dan pariwisata antara Indonesia dan Portugal akan semakin kuat dan saling menguntungkan.
Tags :
Recent Posts
-
Eksploitasi Sumber Daya Alam Indonesia, Usman Hamid Minta Lihat Masyarakat Papua
-
Usman Hamid: Peresmian Sejarah Hanya Dilakukan Negara Fasis
-
Aksi Kejaksaan dalam Pemberantasan Korupsi, Barita Simanjuntak: Komitmen Pimpinan
-
Korupsi di Indonesia Seakan Tak Ada Habisnya, IPW Ungkap Penyebabnya
-
IPW Tak Segan Laporkan Aparat Penegak Hukum yang Diduga Lakukan Penyimpangan
-
Kasus Hakim Zarof Ricar Diharapkan Ketua IPW Menjadi Pintu Masuk Penyelidikan Judicial Corruption
-
Ketua IPW Uraikan Tiga Hal yang Disorot dalam RUU Polri: Salah Satunya Penyadapan
-
Sistem Penyidikan Perkara, Penasihat Ahli Kapolri Berharap Tidak Ada Rebutan Kewenangan

Partai Buruh dan Tantangan Politik di Indonesia
Partai Buruh dan Tantangan Politik di Indonesia

Said Iqbal. (Foto: EdShareOn.com)
JAKARTA – Diskusi antara Eddy Wijaya dan Said Iqbal di podcast EdShareOn, menyuguhkan pandangan menarik mengenai dinamika politik Indonesia saat ini. Salah satu topik utama yang dibahas adalah bagaimana Anies Baswedan berpotensi membentuk partai baru dan bagaimana Partai Buruh berperan dalam membuka jalan bagi calon-calon kepala daerah dari latar belakang sederhana. Dalam diskusi tersebut, Said Iqbal bahkan sempat berseloroh bahwa Anies seharusnya bergabung dengan Partai Buruh untuk memajukan aspirasi politiknya.
Eddy Wijaya bertanya kepada Said Iqbal, “Kenapa Bung Ibal nggak ngajak aja Anies Baswedan masuk ke partai Buruh?”. Iqbal mengatakan jika ia pernah mengusulkan hal tersebut kepada Anies saat kunjungannya ke kantor Partai Buruh. Said Iqbal menggambarkan situasi politik ini dengan membandingkan perjalanan Emmanuel Macron di Prancis, yang berhasil menang sebagai presiden sebelum mendirikan partai barunya. Menurut Iqbal, peluang seperti ini dapat terjadi di Indonesia, namun dengan tantangan yang jauh lebih besar.

Tantangan utama yang disoroti Said Iqbal dalam diskusi ini adalah betapa sulitnya mendirikan partai politik di Indonesia. Menurutnya, verifikasi administratif dan faktual yang ketat menjadi hambatan besar, terutama untuk partai baru. Said Iqbal menjelaskan, bahwa banyak daerah di Indonesia, terutama daerah-daerah kecil dan terpencil, mungkin tidak memiliki dukungan yang cukup untuk partai baru seperti yang ingin didirikan oleh Anies.
Ia menegaskan bahwa mendirikan partai baru bukanlah soal mudah, terutama di negara sebesar Indonesia dengan keragaman politik dan geografis yang luas. Dalam hal ini, Partai Buruh menjadi contoh nyata bagaimana partai kecil bisa bertahan dan berkembang meski menghadapi banyak tantangan. Dengan dukungan yang kuat dari akar rumput, partai-partai seperti Partai Buruh mampu mencalonkan individu-individu yang mungkin tidak berasal dari kalangan elit, tetapi memiliki dukungan kuat dari masyarakat.

Diskusi ini juga menyinggung isu demokrasi yang sering kali dibajak oleh kepentingan politik tertentu. Said Iqbal dengan tegas menyatakan bahwa demokrasi harus memberikan ruang yang setara bagi semua pihak, tanpa adanya kekerasan atau praktik transaksional. Ia menyoroti kasus-kasus di mana calon independen dan partai kecil sulit bersaing karena koalisi besar yang sering kali mendominasi. Hal ini menyebabkan kotak kosong dalam beberapa Pilkada, yang mencerminkan kurangnya persaingan sehat di beberapa daerah.
Pada akhirnya, Said Iqbal menekankan bahwa cita-cita politik bukan semata-mata tentang menang atau kalah, melainkan tentang bagaimana memperjuangkan keyakinan dan prinsip yang diyakini. Dengan platform seperti EdShareOn, masyarakat dapat lebih memahami perjuangan partai-partai kecil seperti Partai Buruh dalam menciptakan keadilan politik di Indonesia.
Tags :