Ikrar Nusa Bhakti Kecewa Demokrasi yang Hancur dan Bangkitnya Nepotisme di Era Jokowi

Ikrar Nusa Bhakti Kecewa Demokrasi yang Hancur dan Bangkitnya Nepotisme di Era Jokowi

Ikrar Nusa Bhakti Kecewa Demokrasi yang Hancur dan Bangkitnya Nepotisme di Era Jokowi

September 30, 2024
Ikrar Nusa Bhakti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Ustaz Solmed. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Dalam episode terbaru podcast EdShareOn, Eddy Wijaya berbincang dengan Rudy Alfonzo, Duta Besar Indonesia untuk Portugal, tentang hasil forum bisnis yang digelar di KBRI Portugal dan berbagai upaya diplomatik yang sedang dilakukan untuk memperkuat hubungan antara kedua negara.

Pada bulan Februari lalu, KBRI Portugal menyelenggarakan forum bisnis yang dihadiri oleh delegasi dari Kadin Indonesia, termasuk Wakil Ketua Kadin, Pak Tony Wenas, yang juga Presiden Direktur Freeport. Acara ini menjadi kesempatan pertama bagi Kadin Indonesia untuk berkunjung ke Portugal. Rudy Alfonzo menjelaskan bahwa pertemuan tersebut melibatkan interaksi antara pengusaha Indonesia dan Portugal, dengan fokus pada potensi kerjasama di berbagai sektor, termasuk pariwisata.

“Portugal memiliki pendapatan utama dari pariwisata, dengan 30 juta turis setiap tahun meskipun populasinya hanya 10 juta,” kata Rudy. Dia menekankan bahwa Indonesia perlu belajar dari Portugal dalam mengelola sektor pariwisata untuk meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Indonesia, yang saat ini baru mencapai sekitar 10 juta per tahun.

Rudy Alfonso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Rudy Alfonso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Rudy Alfonzo juga membahas faktor keamanan yang membuat Portugal menjadi salah satu negara Eropa paling aman untuk wisata. “Portugal sangat aman, tidak ada kasus pemerkosaan, penganiayaan, atau perampokan. Ini membuat turis merasa nyaman dan aman,” ujarnya. Selain itu, biaya hidup di Portugal relatif murah dibandingkan dengan negara Eropa lainnya, termasuk harga makanan pokok.

Pada 16 Mei, Rudy Alfonzo bertemu dengan Menteri Luar Negeri Portugal, Paulo Rangel, yang baru saja dilantik. Pertemuan ini berlangsung sekitar satu setengah jam, dengan diskusi yang sangat terbuka dan produktif. Rudy mengungkapkan bahwa Paulo Rangel, yang berlatar belakang sebagai advokat, sangat mudah diajak berdiskusi karena memiliki gaya komunikasi yang langsung dan to the point.

Dalam pertemuan tersebut, mereka membahas berbagai kunjungan tingkat tinggi sebelumnya, seperti kunjungan Presiden Soekarno pada tahun 1960, Presiden SBY pada tahun 2014, dan Presiden Portugal Cavaco Silva ke Indonesia pada tahun 2012. Rudy menyampaikan harapannya agar kunjungan Presiden Joko Widodo ke Portugal dapat segera terwujud. Namun, ia juga menjelaskan tantangan yang dihadapi, termasuk prioritas internal dan anggaran pemerintah Portugal serta padatnya jadwal kunjungan Presiden Joko Widodo.

Rudy Alfonso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Rudy Alfonso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Rudy Alfonzo optimis bahwa hubungan antara Indonesia dan Portugal dapat terus berkembang melalui berbagai upaya diplomatik dan kerjasama bisnis. Dengan memanfaatkan pengalaman Portugal dalam mengelola pariwisata dan menjalin kerjasama di sektor-sektor strategis lainnya, Indonesia dapat meningkatkan kehadirannya di pasar internasional dan menarik lebih banyak investasi asing.

“Kita semua harus bekerja keras untuk menjaga iklim investasi yang menarik di dalam negeri,” kata Rudy. Dengan berbagai langkah konkret yang sudah dilakukan dan rencana-rencana yang akan datang, Rudy Alfonzo yakin bahwa hubungan ekonomi dan pariwisata antara Indonesia dan Portugal akan semakin kuat dan saling menguntungkan.

Tags :

Recent Posts

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Ikrar Nusa Bhakti, Mantan Pendukung yang Kini Sangat Kritis Terhadap Jokowi

Ikrar Nusa Bhakti, Mantan Pendukung yang Kini Sangat Kritis Terhadap Jokowi

Ikrar Nusa Bhakti, Mantan Pendukung yang Kini Sangat Kritis Terhadap Jokowi

September 30, 2024
Ikrar Nusa Bhakti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Ustaz Solmed. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Dalam episode terbaru podcast EdShareOn, Eddy Wijaya berbincang dengan Rudy Alfonzo, Duta Besar Indonesia untuk Portugal, tentang hasil forum bisnis yang digelar di KBRI Portugal dan berbagai upaya diplomatik yang sedang dilakukan untuk memperkuat hubungan antara kedua negara.

Pada bulan Februari lalu, KBRI Portugal menyelenggarakan forum bisnis yang dihadiri oleh delegasi dari Kadin Indonesia, termasuk Wakil Ketua Kadin, Pak Tony Wenas, yang juga Presiden Direktur Freeport. Acara ini menjadi kesempatan pertama bagi Kadin Indonesia untuk berkunjung ke Portugal. Rudy Alfonzo menjelaskan bahwa pertemuan tersebut melibatkan interaksi antara pengusaha Indonesia dan Portugal, dengan fokus pada potensi kerjasama di berbagai sektor, termasuk pariwisata.

“Portugal memiliki pendapatan utama dari pariwisata, dengan 30 juta turis setiap tahun meskipun populasinya hanya 10 juta,” kata Rudy. Dia menekankan bahwa Indonesia perlu belajar dari Portugal dalam mengelola sektor pariwisata untuk meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Indonesia, yang saat ini baru mencapai sekitar 10 juta per tahun.

Rudy Alfonso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Rudy Alfonso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Rudy Alfonzo juga membahas faktor keamanan yang membuat Portugal menjadi salah satu negara Eropa paling aman untuk wisata. “Portugal sangat aman, tidak ada kasus pemerkosaan, penganiayaan, atau perampokan. Ini membuat turis merasa nyaman dan aman,” ujarnya. Selain itu, biaya hidup di Portugal relatif murah dibandingkan dengan negara Eropa lainnya, termasuk harga makanan pokok.

Pada 16 Mei, Rudy Alfonzo bertemu dengan Menteri Luar Negeri Portugal, Paulo Rangel, yang baru saja dilantik. Pertemuan ini berlangsung sekitar satu setengah jam, dengan diskusi yang sangat terbuka dan produktif. Rudy mengungkapkan bahwa Paulo Rangel, yang berlatar belakang sebagai advokat, sangat mudah diajak berdiskusi karena memiliki gaya komunikasi yang langsung dan to the point.

Dalam pertemuan tersebut, mereka membahas berbagai kunjungan tingkat tinggi sebelumnya, seperti kunjungan Presiden Soekarno pada tahun 1960, Presiden SBY pada tahun 2014, dan Presiden Portugal Cavaco Silva ke Indonesia pada tahun 2012. Rudy menyampaikan harapannya agar kunjungan Presiden Joko Widodo ke Portugal dapat segera terwujud. Namun, ia juga menjelaskan tantangan yang dihadapi, termasuk prioritas internal dan anggaran pemerintah Portugal serta padatnya jadwal kunjungan Presiden Joko Widodo.

Rudy Alfonso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Rudy Alfonso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Rudy Alfonzo optimis bahwa hubungan antara Indonesia dan Portugal dapat terus berkembang melalui berbagai upaya diplomatik dan kerjasama bisnis. Dengan memanfaatkan pengalaman Portugal dalam mengelola pariwisata dan menjalin kerjasama di sektor-sektor strategis lainnya, Indonesia dapat meningkatkan kehadirannya di pasar internasional dan menarik lebih banyak investasi asing.

“Kita semua harus bekerja keras untuk menjaga iklim investasi yang menarik di dalam negeri,” kata Rudy. Dengan berbagai langkah konkret yang sudah dilakukan dan rencana-rencana yang akan datang, Rudy Alfonzo yakin bahwa hubungan ekonomi dan pariwisata antara Indonesia dan Portugal akan semakin kuat dan saling menguntungkan.

Tags :

Ikrar Nusa Bhakti, Dari Pendukung Setia Jokowi Hingga Berbalik Jadi Kritikus

Ikrar Nusa Bhakti, Dari Pendukung Setia Jokowi Hingga Berbalik Jadi Kritikus

Ikrar Nusa Bhakti, Dari Pendukung Setia Jokowi Hingga Berbalik Jadi Kritikus

September 30, 2024
Ikrar Nusa Bhakti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Ikrar Nusa Bhakti. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Dalam salah satu episode menarik podcast EdShareOn, Eddy Wijaya mewawancarai Prof. Ikrar Nusa Bhakti, seorang akademisi sekaligus mantan Duta Besar Indonesia untuk Tunisia. Wawancara tersebut mengangkat tema yang cukup sensitif, yaitu pandangan Prof. Ikrar terhadap Presiden Jokowi. Prof. Ikrar yang dulu merupakan pendukung setia Jokowi, kini berbalik menjadi salah satu kritikus terbesarnya. Ia bahkan mengungkapkan perasaan emosional hingga menangis ketika menulis tentang Jokowi di tahun 2023.

Prof. Ikrar memulai ceritanya dengan pengalaman kagetnya saat kembali ke Indonesia pada 2021 setelah bertugas di Tunisia. Menurutnya, teman-teman yang dulu bersama-sama mendukung Jokowi kini bersikap berbeda. Kehangatan dan semangat kebersamaan yang dulu ada, kini seolah menghilang. Rasa keterasingan ini membuat Prof. Ikrar merasa seperti ‘alien’ di antara teman-temannya sendiri.

Ikrar Nusa Bhakti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Ikrar Nusa Bhakti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Salah satu tokoh yang menjadi sorotan dalam kritik Prof. Ikrar adalah Rocky Gerung. Ia menyebutkan bahwa Rocky, yang juga teman lamanya, memberikan kritik keras terhadap Jokowi. Selain itu, Prof. Ikrar juga menyebutkan Fadli Zon, tokoh politik yang selalu memberikan kritik pedas terhadap Jokowi, khususnya mengenai pembangunan infrastruktur seperti jalan tol.

Dalam percakapannya dengan Eddy Wijaya, Prof. Ikrar menjelaskan bahwa setelah merenung, ia mulai menyadari bahwa beberapa kritik yang dilontarkan Rocky Gerung dan Fadli Zon memang ada benarnya. Ia menyadari bahwa keberhasilan pemerintah tidak bisa hanya diukur dari jumlah jalan tol yang dibangun, terutama karena banyak di antaranya dibangun oleh swasta dan bersifat berbayar.

Ikrar Nusa Bhakti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Ikrar Nusa Bhakti saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Namun, kekecewaan terbesar Prof. Ikrar muncul ketika ia melihat degradasi demokrasi di Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi. Menurutnya, Jokowi bukan hanya gagal menjaga semangat demokrasi, tetapi juga justru membangkitkan kembali nepotisme yang dulu menjadi momok di era Orde Baru. Hal ini terlihat dari bagaimana Jokowi mencoba menjadikan anak-anaknya seperti Kaesang dan Bobby Nasution untuk terjun ke panggung politik.

Dalam wawancara tersebut, Prof. Ikrar tidak bisa menyembunyikan emosinya. Ia mengakui bahwa pandangannya terhadap Jokowi telah berubah drastis. Sosok yang dulu ia dukung kini dianggapnya telah lupa akan asal-usulnya dan orang-orang yang dulu membantunya mencapai kekuasaan. Dengan kata lain, Jokowi dianggap terlalu sibuk mengejar kekuasaan hingga mengesampingkan prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan.

Tags :

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)