Cita Rahayu, Dari Dipanggil KPK Hingga Terjun ke Politik

Cita Rahayu, Dari Dipanggil KPK Hingga Terjun ke Politik

Cita Rahayu, Dari Dipanggil KPK Hingga Terjun ke Politik

May 30, 2024

Sutiyoso. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Cita Citata yang kini lebih dikenal sebagai Cita Rahayu, baru-baru ini menjadi bintang tamu dalam podcast EdShareOn yang dipandu oleh Eddy Wijaya. Dalam wawancara tersebut, Cita berbagi cerita tentang berbagai aspek kehidupannya, mulai dari pengalaman kontroversial hingga pandangannya tentang politik.

Salah satu topik yang dibahas adalah insiden kontroversial di Papua. Cita mengakui bahwa masalah tersebut timbul karena salah paham dan manipulasi oleh beberapa pihak. “Waktu itu ada pemotongan video yang tidak utuh. Tapi balik lagi kepada masyarakat luas, kalau aku kemudian ngomong membela diri juga mereka enggak terima juga,” jelasnya. Meski begitu, Cita memilih untuk menerima dan tidak memperpanjang masalah.

Cita Rahayu Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Cita Rahayu Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Cita juga menceritakan pengalamannya dipanggil oleh KPK terkait kasus korupsi Bansos Covid-19. “Sebagai warga negara yang baik ya kooperatif aja,” katanya. Meskipun merasa tidak seharusnya dipanggil karena hanya tampil sebagai penyanyi, Cita tetap memenuhi panggilan tersebut. “Saya tuh kaget banget karena belum pernah merasakan masuk ke dalam ruangan kecil untuk diperiksa,” tambahnya.

Menjawab pertanyaan mengenai apakah ia akan terjun ke dunia politik seperti suaminya, Didi Mahardika, Cita menyatakan bahwa ia masih belajar dan memahami ideologi politik. “Kalau ngomongin urusan politik ya sedikit-sedik tahulah cuma belum terjun aja,” ujarnya. Jika nanti masuk ke politik, Cita ingin fokus pada isu kesenjangan dan kesejahteraan rakyat.

Cita Rahayu Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Cita Rahayu Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Dalam kehidupan sehari-hari, Cita dan Didi sering berdiskusi tentang berbagai topik, termasuk politik dan musik. Mereka menjaga agar diskusi tersebut tidak berujung pada konflik. “Diskusi itu jangan sampai ada marah gitu jadi harus selesai sampai di situ,” jelas Cita. Meskipun Didi memiliki perbedaan pendapat politik dengan keluarganya, Cita menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang wajar dan menyatukan.

Tags :

Recent Posts

Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Sutiyoso Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Cita Rahayu, Dari Perjuangan Musisi hingga Transformasi Pribadi

Cita Rahayu, Dari Perjuangan Musisi hingga Transformasi Pribadi

Cita Rahayu, Dari Perjuangan Musisi hingga Transformasi Pribadi

May 29, 2024

Sutiyoso. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Cita Citata yang kini lebih dikenal sebagai Cita Rahayu, baru-baru ini muncul di podcast EdShareOn yang dipandu oleh Eddy Wijaya. Dalam podcast tersebut, ia membahas perjalanan kariernya, transformasi pribadi, dan gerakan yang bertujuan untuk mendukung musisi.

Cita mengungkapkan bahwa rumahnya telah menjadi tempat berkumpul organik bagi banyak musisi terkenal, seperti J-Rocks, Bagus Netral, dan Om Bimo. “Kita kumpulnya organik, enggak kayak ngajak-ngajak, karena memang kita ya anak-anak band,” kata Cita. Rumahnya menjadi tempat di mana musisi bisa berkumpul, makan bersama, dan berdiskusi tentang berbagai hal, terutama seputar industri musik. “Kita senang ngumpul, ngobrol dan nongkrong,” tambahnya.

Cita Rahayu Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Cita Rahayu Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Budaya gotong-royong yang diterapkan Cita di rumahnya membuat para musisi merasa nyaman dan dihargai. “Sebetulnya karena mungkin itu terbawa budaya ya gotong-royong tadi, saling tenggang rasa kepada sesama,” ujarnya. Hal ini membuat rumah Cita terasa seperti rumah bersama di mana tidak ada batasan umur, kelas, atau status sosial.

Salah satu topik yang dibahas Cita adalah pengalaman pahitnya dengan label musik. Ia mengungkapkan bahwa banyak penyanyi di Indonesia mengalami label abuse, di mana label musik sering kali tidak adil dalam memperlakukan artis mereka. “Biasanya dari label sendiri tuh mengabuse itu kayak ‘ini kamu harus begini terus sudah gitu lagunya milik dia tapi dimiliki sama label’,” jelas Cita.

Sebagai tanggapan terhadap ketidakadilan yang dialami oleh banyak musisi, Cita membuat gerakan bernama 45 Movements. “45 Movements itu adalah kumpulan musisi-musisi yang memang nongkrong awalnya di rumah, terus kemudian daripada kita nongkrong-nongkrong mending kita membuat sesuatu perkumpulan terus lebih tersistem tapi bukan label,” jelas Cita. Gerakan ini bertujuan untuk mendukung musisi independen, terutama mereka yang kreatif dan berbakat tetapi belum memiliki dukungan yang memadai.

Cita Rahayu Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Cita Rahayu Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Cita juga menekankan pentingnya kreativitas dan kebebasan dalam proses bermusik. Ia berusaha menciptakan lingkungan di mana para musisi bisa mengekspresikan diri mereka tanpa tekanan dari label. “Setiap manusia kan pasti ada keinginan tersendiri yang dia pengin kreativitasnya dimunculkan,” katanya. Melalui 45 Movements, Cita dan rekan-rekannya berusaha menciptakan sistem yang adil dan terbuka, di mana kontribusi semua pihak dihargai secara proporsional.

Cita juga menanggapi tuduhan dari netizen yang mengatakan bahwa ia berubah setelah menikah dengan Didi Mahardika. “Kalau berubah itu karena diri sendiri, bukan karena menikah sama Mas Didi,” tegasnya. Ia menjelaskan bahwa perubahan dalam dirinya adalah bagian dari proses menjadi lebih autentik dan bukan karena pengaruh dari pernikahannya.

Tags :

Cita Rahayu, Kembali Menjadi Diri Sendiri dalam Genre Musik Baru

Cita Rahayu, Kembali Menjadi Diri Sendiri dalam Genre Musik Baru

Cita Rahayu, Kembali Menjadi Diri Sendiri dalam Genre Musik Baru

May 28, 2024

Sutiyoso. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Dalam sebuah episode terbaru di podcast EdShareOn yang dipandu oleh Eddy Wijaya, penyanyi Cita Rahayu, yang sebelumnya dikenal sebagai Cita Citata berbagi perjalanan karier dan transformasinya dalam dunia musik. Di wawancara tersebut, Cita Rahayu mengungkapkan alasan di balik kembalinya ke nama asli dan peralihannya ke genre ambient folktronica.

Cita Rahayu memutuskan untuk kembali menggunakan nama aslinya setelah sebelumnya dikenal luas dengan nama panggung Cita Citata. “Yang paling penting sebetulnya adalah menjadi diri sendiri. Setelah menjadi diri sendiri, pasti kita lebih bahagia dan lebih nyaman,” ungkapnya. Nama Cita Citata merupakan hasil kreasi label musik yang menaunginya, dan selama menggunakan nama itu, Cita merasa tidak menjadi dirinya sendiri. “Itu sebenarnya buatan label, bukan jadi diriku sendiri,” tambahnya.

Cita Rahayu Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Cita Rahayu Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Cita Rahayu kini berfokus pada genre musik yang baru dan eksperimental, yaitu ambient folktronica. Genre ini merupakan penggabungan antara musik ambient, folk, dan elemen elektronik. “Sebetulnya ini lagu eksperimental, menggabungkan musik-musik ambient, folk, dan elektronik,” jelas Cita. Musik ini bertujuan untuk menciptakan soundscapes yang unik dan mendalam, serta mengajak pendengarnya untuk lebih mencintai budaya lokal. Lagu-lagunya yang terbaru mengandung elemen budaya Indonesia, seperti musik pentatonis Jawa, yang dihadirkan dalam lagu Mantra-Mantri dengan bantuan Sujiwo Tejo.

Meski video klip lagu Titik Tiga tampak megah dan seolah-olah memakan biaya besar, Cita Rahayu menjelaskan bahwa proses pembuatannya sebenarnya sederhana dan mengandalkan kreativitas serta gotong-royong. “Nggak sama sekali mahal, tergantung sama kreativitas. Kreativitas itu enggak boleh dibatasi sama uang,” katanya. Video klip tersebut dibuat hanya dengan dua kamera dan melibatkan banyak bantuan dari teman-temannya.

Cita Rahayu Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Cita Rahayu Saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Keputusan Cita untuk kembali nama asli bukan hanya perubahan estetika, tetapi juga representasi dari perjalanan spiritual dan personalnya. “Nama itu adalah doa, dan Rahayu dalam bahasa Jawa dan Bali artinya selamat. Jadi sangat disayangkan kalau aku nggak pakai lagi nama asliku,” ujarnya.

Cita Rahayu merasa bahwa kembalinya ke nama asli adalah langkah yang benar dan ia tidak menyesali peralihannya dari nama panggung Cita Citata yang sebelumnya membuatnya terkenal. “Kayaknya aku lebih menyesal kenapa enggak dari dulu,” katanya menutup wawancara dengan optimisme dan keyakinan.

Tags :

Ubaidillah Berharap KPI Diberi Kewenangan untuk Mengaudit Lembaga Pemeringkatan

Ubaidillah Berharap KPI Diberi Kewenangan untuk Mengaudit Lembaga Pemeringkatan

Ubaidillah Berharap KPI Diberi Kewenangan untuk Mengaudit Lembaga Pemeringkatan

March 1, 2024

Ubaidillah. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Seperti diketahui, Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran sudah dibuat 22 tahun lalu. Bisa dibilang pasal-pasal yang ada sudah tidak cocok dengan keadaan di zaman sekarang. Akan tetapi, draft revisi undang-undang penyiaran ini kandas di DPR dan tidak ada perkembangan. Saat jadi bintang tamu di podcast EdShareOn, Ubaidillah selaku Ketua KPI Pusat buka suara terkait hal tersebut.

“Kalau soal itu lebih cocok ditanyakan ke DPR. Tentunya dengan usia 20 tahun dengan perkembangan teknologi dan zaman, banyak pasal-pasal yang sudah tidak sesuai. Tentunya kami percaya bahwa DPR sudah mempertimbangkan hal itu,” ujar pria yang akrab disapa Gus Ubaid ini ketika berbincang-bincang dengan Eddy Wijaya di podcast EdShareOn.

“Bagi KPI yang penting muatan kelembagaan KPI misalnya antara KPI pusat dan KPI daerah itu struktural dan anggaran juga sama dari APBN. Jadi koordinasi dan sinergi antara KPI pusat dan KPI Daerah itu lebih mudah. Anggaran juga penting karena kalau anggarannya dikembalikan ke daerah masing-masing, ini juga agak susah karena antara daerah dan satu daerah lain anggarannya berbeda. Itu akan menyulitkan untuk menjalankan tugas KPI di daerah karena perbedaan anggaran,” lanjutnya.

Ubaidillah saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Ubaidillah saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Saat ditanya tentang kesulitan yang dihadapi KPI karena tidak terstuktur dari atas ke bawah, Ubaidillah mengaku jika tidak mengalami kesulitan yang berarti lantaran semua permasalah selalu didiskusikan. “Kalau soal kebijakan-kebijakan yang harus disepakati bersama kita bisa berkoordinasi dan sebenarnya tidaak ada kesulitan karena semua keputusan bisa kita diskusikan bisa kita selesaikan secara bersama,” jelasnya.

Ubaidillah mengatakan jika KPI mengusulkan supaya diberi kewenangan untuk mengaudit lembaga pemeringkatan. “Kita mengusulkan KPI agar diberi kewenangan untuk mengaudit lembaga pemeringkatan. Semua orang tahu bahwa hari ini, di lembaga penyiaran yang menjadi dewannya adalah rating. Sedangkan rating yang dibuat oleh lembaga pemeringkatan dan tidak ada pembanding. Kalau mengacu dari negara lain, harusnya ada dua atau tiga lembaga atau lebih untuk pembanding. Kita berharap ke depannya bisa mengaudit agar lebih jelas. Jika ada program yang dianggap tidak baik masyarakat namun ratingnya tinggi. Oleh karena itu, kita perlu audit apakah itu benar apa tidak,” ungkapnya.

Rating di Televisi

KPI berharap agar program televisi tidak hanya punya rating yang tinggi, namun juga memiliki kualitas yang tinggi. “Oleh karena itu, KPI punya program riset untuk mengimbangi. Tidak hanya KPI saja tapi riset ini melibatkan 12 kampus besar di 12 provinsi untuk menganalisa terkait tayangan-tayangan dari beberapa genre. Kita lihat dari segi kualitasnya versi KPI dengan beberapa kampus. Kita sampaikan ini kebutuhan masyarakat agar masyarakat yang sudah terhibur dengan tayangan tapi tayangan tidak bagus kan harus disesuaikan dengan masukan dari publik,” tuturnya.

“Karena kampus juga dari publik juga, mereka menonton tayangan itu untuk dinilai. Kita sampaikan bahwa ada masalah-masalah siaran yang harus diperbaiki karena jangan sampai masyarakat mendapatkan tayangan-tayangan yang tidak sesuai kebutuhan mereka. Masing-masing TV pasti berbeda nanti hasilnya dari riset ini. Yang harus kita sampaikan ke publik bahwa KPI melakukan ini yang secara kualitas ketika lembaga penyiaran menggunakan kuantitas harus disamakan harus ada titik temu jangan sampai ini terus berlarut-larut. Masyarakat sebagai penerima siaran penerima informasi menjadi pihak yang dirugikan,” lanjutnya.

Ubaidillah saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Ubaidillah berharap agar sinetron yang disiarkan di televisi memiliki kualitas yang lebih baik. Ini karena menurut indeks KPI yang naik, sinetron saat ini dinilai kurang memenuhi standar kualitas yang diharapkan.

“KPI punya riset indeks kualitas program siaran TV dan ini sudah tahun ke-10. Riset ini digunakan untuk melihat program-program siaran yang berkualitas. KPI melihat ada program yang belum berkualitas menurut riset indeks KPI yaitu sinetron,” ucapnya.

“Masalah-masalah yang ada di sinetron adalah soal nilai-nilai moral dan pendidikan yang kurang, dan kekerasan. Saat saya nonton, latar belakangnya sekolah tapi penggunaan pakaian yang tak sesuai di sekolah. Meskipun tidak semua, akan tetapi masih jauh dari nilai-nilai moral di Indonesia,” ungkapnya.

Tags :

Ketua KPI Pusat Berharap Stasiun TV Menayangkan Sinetron yang Berkualitas

Ketua KPI Pusat Berharap Stasiun TV Menayangkan Sinetron yang Berkualitas

Ketua KPI Pusat Berharap Stasiun TV Menayangkan Sinetron yang Berkualitas

February 29, 2024

Ubaidillah. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Ketika menjadi bintang tamu di podcast EdShareOn, ketua KPI Pusat, Ubaidillah berharap agar sinetron yang tayang di televisi mempunyai kualitas yang baik. Pasalnya menurut rise indeks KPI, program sinetron dinilai belum berkualitas.

“KPI punya riset indeks kualitas program siaran TV dan ini sudah tahun ke-10. Riset ini digunakan untuk melihat program-program siaran yang berkualitas. KPI melihat ada program yang belum berkualitas menurut riset indeks KPI yaitu sinetron,” ujar Ubaidillah.

Ubaidillah saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Ubaidillah saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

“Masalah-masalah yang ada di sinetron adalah soal nilai-nilai moral dan pendidikan yang kurang, dan kekerasan. Saat saya nonton, latar belakangnya sekolah tapi penggunaan pakaian yang tak sesuai di sekolah. Meskipun tidak semua, akan tetapi masih jauh dari nilai-nilai moral di Indonesia,” lanjutnya.

Pria yang akrab disapa Gus Ubaid ini mengaku sudah memberikan teguran ke beberapa sinetron. “Ya banyak sekali sinetron-sinetron yang kita berikan sanksi. Contohnya penggunaan pakaian tidak pas, bullying di sekolah, ada juga sempat memunculkan alat kontrasepsi di sinetron. Apalagi soal jam tayang dan tutur kata yang tidak pas. Selain itu ada terkait norma kesusilaan, soal kekerasan, dan pornografi,” ucapnya.

Ivan Gunawan Ditegur oleh KPI

Ketika dimintai pendapat mengenai apakah penampilan Ivan Gunawan dianggap menyimpang, Ubaidillah menegaskan bahwa hal semacam itu sebaiknya tidak muncul di lembaga penyiaran. “Sesuatu yang tidak pantas ditayangkan di lembaga penyiaran. Jadi KPI menjalankan regulasi tak hanya melalui pemantauan langsung selama 24 jam di kantor. Tapi kita juga menerima aduan dari publik jadi misalnya ada orang mengadu di KPI. Maka itu harus direspon, Terkait masalah itu sudah lama banyak pengaduan ini tentang perilaku laki-laki ke perempuan-perempuan. Dalam konteks ini anak-anak harus dilindungi,” tuturnya.

Ubaidillah menjelaskan bahwa KPI bertujuan untuk melindungi anak-anak dari dampak negatif. KPI berkomitmen untuk mencegah anak-anak meniru perilaku yang tidak diinginkan setelah terpapar dengan konten televisi yang negatif. “Jangan sampai apa yang ditayangkan ditiru, hal yang negatif itu dicontoh anak-anak. Pasti ada dampak di depannya. Tidak hanya soal itu, kekerasan dan tidak kejahatan bisa ditiru,” ungkapnya.

Ubaidillah saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Ubaidillah saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

“Sampai saat ini, itu belum menjadi kewenangan KPI meskipun hampir tiap hari ada pengaduan terkait konten-konten yang ada di media sosial. Tapi hal itu memang belum menjadi kewenangan KPI. Namun saat ada lembaga penyiaran baik TV maupun radio mengambil tayangan dari platform media digital dan diangkat di tv dan radio, itu sudah menjadi kewenangan KPI. Akan tetapi jika selama di platformnya masing-masing belum menjadi kewenangan KPI tapi ketika tayang di TV dan sumbernya dari medsos itu sudah menjadi kewenangan KPI,” urai Ubaidillah.

Ketika ditanya apakah ke depannya KPI akan mempunyai wewenang untuk mengawasi media sosial, Ubaidillah mengaku tidak ingin KPI dianggap terlalu berambisi. “Itu menjadi PR bersama, tidak hanya KPI, Kementerian Kominfo dan DPR. Ya kita sih nunggu itu jadi kewenangan siapa ke depannya. Jangan sampai seolah-olah nanti KPI dianggap terlalu berambisi atau yang lain-lain,” ungkapnya.

Tags :

Sering Tampil Seperti Perempuan, Ini Alasan KPI Memberikan Teguran kepada Ivan Gunawan

Sering Tampil Seperti Perempuan, Ini Alasan KPI Memberikan Teguran kepada Ivan Gunawan

Sering Tampil Seperti Perempuan, Ini Alasan KPI Memberikan Teguran kepada Ivan Gunawan

February 29, 2024

Ubaidillah. (Foto: EdShareOn.com)

JAKARTA – Saat berbincang-bincang dengan Eddy Wijaya di podcast EdShareOn, Ubaidillah selaku Ketua KPI Pusat buka suara tentang pakaian Ivan Gunawan yang dikenakan di sebuah program TV. Menurut pria yang akrab disapa Gus Ubaid ini, pakaian yang dikenakan Ivan Gunawan sudah melanggar P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran).

“Terkait kasus itu, sebenarnya KPI dalam mengawasi pengawasan TV dan radio ada regulasinya yaitu P3SPS yang dibuat pada 2012. Jadi semangat dari P3SPS adalah perlindungan anak perempuan dari informasi yang tidak sesuai,” ujar Ubaidillah.

Ketika ditanya apakah penampilan Ivan Gunawan termasuk menyimpang, Ubaidillah mengatakan jika hal tersebut tidak pantas untuk ditanyakan di lembaga penyiaran. “Sesuatu yang tidak pantas ditayangkan di lembaga penyiaran. Jadi KPI menjalankan regulasi tak hanya melalui pemantauan langsung selama 24 jam di kantor. Tapi kita juga menerima aduan dari publik jadi misalnya ada orang mengadu di KPI. Maka itu harus direspon, Terkait masalah itu sudah lama banyak pengaduan ini tentang perilaku laki-laki ke perempuan-perempuan. Dalam konteks ini anak-anak harus dilindungi,” lanjutnya.

Ubaidillah saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Ubaidillah saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Ubaidillah menjelaskan jika KPI melindungi anak-anak dari hal-hal negatif. KPI tidak ingin anak-anak mencontoh hal-hal negatif setelah melihat konten di TV. “Jangan sampai apa yang ditayangkan ditiru, hal yang negatif itu dicontoh anak-anak. Pasti ada dampak di depannya. Tidak hanya soal itu, kekerasan dan tidak kejahatan bisa ditiru,” jelasnya.

Selain itu, KPI juga mengawasi sinetron-sinetron yang tidak mendidik. “Pemberian sanksi misalnya penampilan talent laki-laki yang keperempuanan. KPI sudah mengeluarkan surat edaran terkait tayangan yang harus dihindari karena berdampak bagi penonton terutama di anak-anak. Jika ada tayangan yang serupa akan diberikan sanksi oleh KPI. Kami akan meneruskan sesuatu yang sudah dilakukan sebelumnya bahwa regulasinya seperti itu,” tuturnya.

Pengawasan Sosial Media

Eddy Wijaya selaku host juga sempat bertanya apakah KPI akan mengawasi sosial media. “Sampai saat ini, kewenangan KPI hanya memberikan pengawasan pada TV dan radio. Kita tidak memiliki kewenangan untuk mengawasi platform media sosial meskipun hampir setiap hari banyak pengaduan,” ujar Ubaidillah.

Walaupun mendapatkan banyak pengaduan, akan tetapi KPI tidak punya wewenang untuk KPI. Akan tetapi, jika konten dari sosial media disiarkan di TV maka hal tersebut sudah menjadi kewenangan dari KPI.

Ubaidillah saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Ubaidillah saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

“Sampai saat ini, itu belum menjadi kewenangan KPI meskipun hampir tiap hari ada pengaduan terkait konten-konten yang ada di media sosial. Tapi hal itu memang belum menjadi kewenangan KPI. Namun saat ada lembaga penyiaran baik TV maupun radio mengambil tayangan dari platform media digital dan diangkat di tv dan radio, itu sudah menjadi kewenangan KPI. Akan tetapi jika selama di platformnya masing-masing belum menjadi kewenangan KPI tapi ketika tayang di TV dan sumbernya dari medsos itu sudah menjadi kewenangan KPI,” urai Ubaidillah.

Ketika ditanya apakah ke depannya KPI akan mempunyai wewenang untuk mengawasi media sosial, Ubaidillah mengaku tidak ingin KPI dianggap terlalu berambisi. “Itu menjadi PR bersama, tidak hanya KPI, Kementerian Kominfo dan DPR. Ya kita sih nunggu itu jadi kewenangan siapa ke depannya. Jangan sampai seolah-olah nanti KPI dianggap terlalu berambisi atau yang lain-lain,” ungkapnya.

Tags :

Jadi Korban Salah Prosedur Penangkapan, Saipul Jamil Maafkan Pihak Kepolisian

Jadi Korban Salah Prosedur Penangkapan, Saipul Jamil Maafkan Pihak Kepolisian

Jadi Korban Salah Prosedur Penangkapan, Saipul Jamil Maafkan Pihak Kepolisian

February 27, 2024

Jadi Korban Salah Prosedur Penangkapan, Saipul Jamil Maafkan Pihak Kepolisian. (Foto: instagram.com/sapanpride)

JAKARTA – Saipul Jamil menggegerkan publik setelah pria kelahiran 31 Juli 1980 ini dikepung oleh beberapa orang di kawasan Daan Mogot, Jakarta Barat beberapa waktu lalu. Peristiwa itu sendiri terjadi lantaran dugaan kasus narkoba yang dilakukan oleh pemilik nama Jamiluddin Purwanto ini.

Pada video yang viral di dunia maya, Saipul Jamil tampak berusaha untuk mengelak dan menolak untuk dibawa oleh orang yang sudah mengepungnya. Akan tetapi, tes urin dan cek laboratorium membuktikan jika pria yang akrab disapa Bang Ipul ini negatif dari narkoba. Ia pun diduga jadi korban salah prosedur penangkapan yang dilakukan pihak polisi.

Meskipun mengalami kejadian yang tidak menyenangkan, akan tetapi Saipul Jamil sudah memaafkan pihak kepolisian. Hal tersebut terungkap ketika ia berbincang-bincang dengan Eddy Wijaya di Podcast EdShareOn. “Karena yang dituduhkan kepada saya semuanya tidak terbukti. Kebetulan saya orangnya pemaaf dan penyayang. Akhirnya saya maafkan,” ujarnya.

Saipul Jamil dan Eddy Wijaya saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Saipul Jamil dan Eddy Wijaya saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Walau merasa sakit hati dan malu, namun ia mengesampingkan sikap egoisnya. “Kalau seandainya saya egois, saya bisa menuntut tapi sekali lagi itu hanya memuaskan rasa keegoisan sesaat. Walaupun netizen banyak yang bilang, ‘ayo tuntut biar kapok’. Sebenarnya sakit hati dipelakukan seperti itu. Dibuat malu seperti itu, tapi kondisinya kita sama-sama curiga,” jelasnya.

Selain memaafkan, Saipul Jamil juga mengungkapkan harapannya kepada pihak kepolisian setelah ia mengalami kejadian yang tak menyenangkan tersebut. “Saya mencoba untuk memaafkan mereka walaupun timbul pro kontra. Dalam hal ini netizen banyak yang berkomentar, ‘kenapa sih dimaafin Nanti entar berulang lagi’. Mudah-mudahan harapannya setelah insiden yang saya alami, mudah-mudahan untuk penangkapan ke depannya akan lebih humanity,” ungkapnya.

Saipul Jamil Mendapat Tawaran untuk Sosialisasi Anti Narkoba

Setelah mengalami insiden yang tak menyenangkan, akan tetapi Saipul Jamil tetap terlihat ceria. Ternyata ia merupakan sosok yang punya mental kuat. “Saya kebetulan punya mental yang udah agak kuat. Karena sebelum kejadian ini saya juga pernah mengalami hal-hal yang berkaitan dengan mental. Mungkin dengan adanya kejadian seperti ini, mental saya menjadi lebih kuat lagi. Jadi jika menghadapi sebuah masalah sudah nggak kaget,” tuturnya.

Sikap Saipul Jamil yang lebih memilih menyelesaikan masalah dengan cara kekeluargaan, akhirnya membuahkan hasil. Pasalnya ia mendapatkan tawaran dari pihak kepolisian Jakarta Barat untuk mensosialisasikan soal anti narkoba.

“Saya mau memaafkan karena nggak semua masalah harus diselesaikan secara hukum. Jika kita bicarakan secara baik-baik. Kenapa tidak? Saya lebih suka menyelesaikan dengan keluargaan. Alhamdulillah kemarin kita selesaikan secara kekeluargaan. Terus saya juga sempat ditawarin sama teman-teman kepolisian Jakarta Barat untuk sama-sama mensosialisasi tentang anti narkoba,” jelasnya.

Saipul Jamil dan Eddy Wijaya saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)
Saipul Jamil dan Eddy Wijaya saat di podcast EdShareOn. (Foto: EdShareOn.com)

Diketahui Saipul Jamil kini jarang terlihat di layar kaca, walaupun demikian ia tidak mau menyerah. Ia tidak ingin menjadi orang yang pasrah dan hanya berdiam diri saja. “Kebetulan saya tipe orang yang nerimo, kalau memang rejekinya belum terbuka di bidang yang A maka saya cari di bidang lain. Yang penting nggak putus asa. Artinya kita nggak boleh berdiam diri saja. Cari apa hal-hal yang mungkin bisa membuat kita bisa bangkit lagi,” urainya.

Bagi Saipul Jamil, tetap berusaha adalah hal yang paling penting untuk menjalani kehidupan ini. “Yang penting kita sebagai manusia itu dituntut untuk selalu berusaha. Biar Tuhan Nanti yang menentukan karena Allah tuh paling tidak suka melihat orang yang malas dan gampang putus asa. Artinya apa yang kita sudah lakukan, kita paserahkan kepada Tuhan. Nanti biar Tuhan yang menentukan. Yang penting kita jangan mengeluh terus,” ungkapnya.

Tags :